Kristal di Ujung Perjalanan


Semburat mentari menembus disela dahan-dahan rimbun. Embun berkumpul diujung rumput ilalang menyerupai butiran kristal-kristal kecil. Perlahan jatuh menyemai tanah, hilang lenyap terserap. Sedangkan dingin masih merayap setiap sum-sum tulang. Seperti inilah sebuah rutinitas panorama alam yang klise di depanku .
Foto: Elisa
Lihatlah fisikku, pendek, kecil, hitam, keriting dan tidak cantik. Tidak ada yang dibanggakan dariku. Aku bukan berasal dari keluarga kaya, keturunan terpandang. Maupun sesuatu hal yang dapat mengasumsikan seseorang memandangku lebih.
Semangat, kerja keras, doa dan mencoba setiap kesempatan yang ada. Tidak ada kata menolak sebelum mencoba. Itulah yang aku miliki dari hari ke hari yang lalu hingga saat ini. Menanti hari esok, berharap aku berlari siang-malam akan menuai keajaiban sinar gemerlapan.
Inilah elegi hidupku. Kakiku tidak diciptakan pergi ditempat mewah gemerlap sarat jalan instan. Nyanyian perjalananku penuh liku dan darah. Satu hal yang aku sadari, ini jalan Tuhan untuk mendewasakanku. Nuraniku diantarkan pada ruang tempat gelap gulita. Suatu ruang udara yang sesak aku hirup, tapi aku sadar pencarian ruang waktuku ini hanya sebuah episode menuju kegemerlapan yang sesungguhnya. Tentunya yang tidak dimiliki semua orang.
***
Embun menetes dipucuk-pucuk ilalang. Ku biarkan kakiku basah oleh embun di hamparan luas yang di penuhi rumput ilalang yang tumbuh liar. Aku terhenti sejenak, hanya memandang kanan dan kiri. Kucermati gedung yang berukuran kecil. Tidak sebesar kampus-kampus yang berdiri di tengah kota jogja. Sebuah kampus minoratas saja. Disinilah aku temukan semangat baru

BACA JUGA DINGINNYA JOGJA 

Tiada penyesalan aku sekolah di kampus dekil ini. Kampus yang tampil apa adannya, disini aku temuai teman yang bersemangat. Teman yang selalu memberiku inspirasi, membuat pikiranku meluap dalam sebuah kerangka masa depan yang tertuang dalam ambisi yang bagiku begitu sempurna.
Sungguh hanya optimisme ini yang aku punya. Aku tidak punya apa-apa untuk menguatkan asa pengharapan yang begitu aku idamkan.
Demi mengenyam pendidikan. Aku harus banting tulang. Bangun dini hari, pulang larut malam. Setiap hari ku jalani tanpa ragu. Karena hanya ini satu-satunya modal dan kekuatan yang tersisa melekat di tubuhku. Tidak ada yang lain.
Satu-satunya kampus yang memberiku jalan menuju mimpi-mimpi besarku pun kini sepertinya harus kandas. Langkahku kini bimbang. Aku bukan tokoh dari negeri dongeng yang kisahnya dapat ditebak. Ini adalah dongeng perjalan hidupku yang terkungkung oleh ruang dan waktu.
Ruang dan waktu yang terkadang mencekek leher di tengah ribuan anak-anak mahasiswa yang dengan lega mengenyam pendidikan dengan mudah. Ini bukan sebuah mencari gelar maupun gengsi, tapi ini sebuah eksistensi mencari ilmu.
***
Luluh lantah sudah hatiku tersayat dengan pengorbanan ibu ketikaku ingat kebejatanku yang lalu. Sebulan tidak pulang ke rumah tanpa kabar karena ibu tidak menuruti permintaanku. Sebuah permintaan konyol meminta HP baru rela memusuhi Ibu berminggu-minggu. Aku menyesali kejadian itu. Sekarang dengan tangan terbuka, ibu masih melebarkan tangan dan memeluk erat tubuhku ketika aku kembali pulang.
Semangatku bergelora berlipat-lipat ketika Ibu yang terbaring lemas mengumamkan sesuatu di telinggaku dengan kalimat terbata-bata. Batinku bergetar hebat.
“I i i ibu, ti ti tidak bi bisa memberimu apa-apa Sekarang, I i ibu ju juga titidak bisa membiayaimu sekolah. I i ibu hanya mempunyai doa duhai putriku”.
Ibunda yang selama ini telah membopongku siang malam. Sekalipun ditengah gurun kehausan Ibunda tetap mencarikan secangkir air dengan segala cara, meski raganya sendiri tengah dehidrasi hebat. Pengorbanan yang tiadatara. Sekarang disisa waktunya, aku ingin meluapkan ekspresi kasih untuk membalas apa yang selama ini diberikan padaku.
BACA JUGA 'ALLAH MEMBERIKAN REJEKI SESUAI RENCANA BAIK HAMBANYA
Aku tidak merasa malu dengan situasi ibu sekarang. Meskipun tua, beruban tak bisa berjalan dan sangat merepotkan. Tetap dialah satu-satunya di dunia yang mambelaiku penuh kasih sayang yang luar biasa. Ibuku yang sekarang yang tidak bisa apa-apa, tetaplah ia penyemangat hidupku.
***
Ku persembahkan masa depanku, jiwa ragaku untukmu Ibu. Kristal-krista masa depan di ujung jalan akan segera aku dapatkan. Kan ku bawakan pulang. Kan ku bungkus masa depan dengan indah, sangat indah agar duhai ibuku tersayang tersenyum. Ingin aku tunjukkan, pengorbananmu selama ini mendidiku tidak sia-sia. Jeritan Tangisku di kala kecil, kepayahanmu saat mengurusiku akan aku bingkai direlung simponi nada qolbu.
***
Inilah aku seorang gadis udik yang berjuang agar tetap bisa kuliah. Meski dalam realitanya tidak ada sepersenpun uang. Setidaknya aku masih mempunyai kekuatan, Tuhan bersamaku demi mimpiku dan mimpi ibuku. Apapun caranya aku rela berlari terengah-engah berhari-hari untuk mendapatkan sebuah pendidikan. Bukan gelar dan pekerjaan yang aku cari, tapi yang aku cari sumber ilmu yang maha luas tak terbendung. Aku ingin menggenal lebih jauh tentang Tuhan. (Elisa)
Kristal di Ujung Perjalanan Kristal di Ujung Perjalanan Reviewed by elisa on Sunday, May 19, 2019 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.