Tuesday, May 26, 2020

Relevansi Pancasila di Era Millenial Dipertanyakan!


Tidak semua pelajar menyadari pentingya nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Tidak semua pelajar pula yang mampu mengamalkan Pancasila dalam bentuk sikap dan perilaku secara sadar. Namun, dari lima responden pelajar yang ditanya tentang Pancasila, kesemuanya sebenarnya tahu secara umum tentang Pancasila.
Foto: Fanny A. 
Salah satunya pendapat siswi SMAN 1 Kalasan, Shinta Almira Nirboyo bahwa Pancasila sebagai pondasi membangun bangsa, sekaligus sebagai petunjuk dalam bersikap dan berinteraksi sosial. Sebagai pelajar yang baik, Shinta pun hafal betul kelima pancasila tersebut.
Baginya, tanpa adannya Pancasila, Indonesia belum tentu bisa seperti saat ini. Berkat adannya Pancasila, Kita sebagai bangsa Indonesia berani memiliki mimpi dan optimis memiliki generasi muda yang mampu mewujudkan generasi emas 2045.  
Memang cara setiap pelajar satu dengan pelajar yang lain saat mengamalkan Pancasila berbeda-beda. Misal, Shinta Almira, cara dia mengamalkan Pancasila dengan menanamkan nilai Pancasila di dalam hati.
Baca Juga: Wisata Alam dan Edukasi Keluarga: Agrowisata Bhumi Merapi 
“Ditanamkan dalam hati dan diri, dihayati dan melakukan sesuatu berpedoman pancasila,” imbuhnya.
Baginya, Pancasila sampai kapanpun tidak akan tergantikan. Indonesia sebagai Negara yang memiliki kemajemukan, sangat membutuhkan Pancasila sebagai jalur pemersatu NKRI. Oleh karena itu, Ia pun dalam mengamalkan Pancasila tidak perlu jauh-jauh, cukup menanamkan pada diri sendiri rasa toleransi, mengedepankan keputusan ketika bermusyawarah, adil dan tidak memaksakan kehendak.
Berbeda dengan teman sekolahnya, Lydia Kurniawati dalam mengamalkan Pancasila, dalam kehidupan sehari-hari, Lydia Kurniawati mengamalkan Pancasila dalam banyak hal. Mulai dari hal pendidikan, ekonomi, sosial hingga agama.
Terkait dengan apakah Pancasila masih relevan di era millennial saat ini, menurut penglihatan yang dia rasakan, Pancasila tidak lagi relevan.
“Kenyataannya tidak, dibuktikan dari adannya oknum yang eksklusif tertutup,” tegasnya.
Baca Juga: Rumah Baca Komunitas (RBK): Mengorbankan Semangat Literasi di Tanah Air


Meskipun Lynda merasa Pancasila diera sekarang tidak lagi relevan, baginya Pancasila sebenarnya sangat penting. Karena jelas, Pancasila sebagai pedoman dan pegangan dasar dalam melaksanakan kehidupan.
Dari beberapa responden pelajar di Yogyakarta menyadari nilai Pancasila. Pertanyaannya adalah, apakah di luar sana juga berpendapat hal yang sama? Atau sebaliknya? Mengingat tidak semua daerah atau kota di Indonesia memiliki hak dan pendidikan dengan baik, karena keterbatasan akses. Apapun itu, Pancasila dan NKRI tetap harga mati. (Monica, Elisa)
Dipublikasikan di Tabloid BIAS edisi 2 | 2019

Tuesday, May 19, 2020

Nilai Pancasila Luntur! Kaum Millenial Butuh Penguatan Pancasila


Kecanggihan teknologi memang memberikan kemerihan bagi para pengikutnya. Kecanggihan teknologi pula yang banyak dijadikan masyarakat sebagian besar orang untuk mengukur maju dan tidaknya. Memang secara alat, kecanggihan itu tercermin. Namun, dari cerminan moral dan sikap, banyak mental dan psikologis millenial yang ternyata belum dengan tantangan modernisasi.
Foto: Irukawa Elisa
Ketidaksiapan ini dapat dilihat dari sikap dan cara pelajar dalam menanggapi issu viral. Banyak yang menyikapi dengan bahasa tulis negatif, hingga mulai lunturnya rasa nasionalisme dan lunturnya nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila.
Seperti pendapat siswi SMA Negeri 1 Jetis, Noor Fauziyah Ahmad (16) mengakui bahwa pengamalan nilai pancasila di era Millenial mulai luntur. Hal ini dibuktikan beberapa peristiwa seperti kemanusiaan. Tampak beberapa kasus seperti konflik Papua, masalah demo revisi UU KUHP. Menurutnya, kasus-kasus semacam inilah disebabkan oleh arus globalisasi yang begitu pesat, dan memiliki risiko menghilangkan pemahaman dan nilai-nilai pancasila.
Baca Juga: Festival Kesenian Yogyakarta 30 : MESEMELEH, Kesenian yang Menyatukan Perbedaan
“Bahkan tanpa kita sadari, kita pun terkadang lalai akan nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila disetiap butirnya,” Tegasnya pelajar yang mengambil jurusan IPS 1.
Senada dengan pendapat kakak kelas Noor, yaitu Mia Febrianti (17). Menurutnya, nilai Pancasila di era globalisasi saat ini, sangat penting bahwa pancasila itu harus ditekankan dan ditikberatkan.
“Indonesia ini kan kultural dan banyak perbedaan, jadi harusnya ada upaya dari pemerintah ataupun masyarakat bisa menyatukan perbedaan dan saling toleransi,” tegasnya.
Ia pun juga memaparkan, jika nilai Pancasila hilang, negara kita akan kehilangan penilaian baik di mata dunia. Apalagi kita sudah dikenal sebagai negara yang ramah, memiliki toleransi tinggi, tetapi kenyatannya banyak kasus kekerasan, suku, aliran dan aliran kepercayaan,” ceritanya.
Baca Juga: Fakta ASIAN Games 2018 Yang Membanggakan 
Menurut siswi jurusan MIPA 1, kelas XII berpendapat bahwa salah satu jalan keluarnya bisa dengan memberikan sosialisasi terkait dengan Pancasila, menegaskan pentingnya dasar negara. Ia pun memaparkan bahwa salah satunya dengan cara mengadakan seminar atau mengadakan program pemberdayaan Pancasila ke daerah-daerah.
Agar tidak terjadi hal tersebut, menurut pelajar yang masih duduk dikelas XI juga memperkenalkan pancasila di bangku sekolah. Misalnya menitikberatkan pada pelajaran PPKN. Pelajaran PPKN sering dianggap tidak penting, sebaliknya. Justru nantinya bisa sebagai sarana untuk mengajarkan generasi penerus pentingnya mengenal bangsa, negara dan menumbuhkan cinta pada tanah air. (Lutvi luviana, Irukawa Elisa)


Dipublikasikan di Tabloid BIAS edisi 2 | 2019

Dasar Pancasila Dimata Pelajar Jogja


Menurut Abdul Azis (17) SMK PERKEBUNAN MM 52 Yogyakarta, pancasila adalah dasar negara, Indonesia. Pancasila adalah dasar negara, karena Pancasila adalah patokan hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia.
“Apabila pancasila dapat terus diterapkan maka tujuan yang akan di capai iyalah kesamaan akan ke dudukan di depan hukum dan pemerintahan, dan keikatan kekeluargaan yang kuat saling nyemagatin demi kepentingan bersama,” ujar Abdul.
Abdul juga mengatakan bahwa kegiatan yang mengandung nilai-nilai Pancasila di sekolahnya ialah selalu memperkuat ikatan kekeluargaan antara siswa, guru, alumni,dan masyarakat sekitar, setiap Senin dan hari-hari besar selalu upacara bukti partisipasi warga sekolah dan rasa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia,dan kegiatan keagamaan dan sosial. Ia harap sebagai pelajar Yogyakarta ialah selalu menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dengan kita menjujung tinggi Pancasila semua akan baik-baik saja.
Sama dengan Dea Rantika (17) siswi dari SMK PERKEBUNAN MM 52 Yogyakarta, ia mengungkapkan bahwa pancasila adalah dasar negara yang dijadikan patokan untuk menjalankan suatu aktivitas di kehidupan negara yang demokrasi ini. Karna dalam pancasila memiliki beberapa moral yang juga terdapat di kitab2 bahkan di ajaran agama islam.
Baca Juga: Pameran Lukisan Kaca, Berkaca pada Kaca : Melestarikan Seni dan Budaya Leluhur Agar Tak Punah
“Saya berharap dengan adanya Pancasila, pilar-pilar dalam Pancasila harus dijalankan dengan tepat dan tidak bertentangan, kemudian kehidupan yang demokratis tanpa menindas.
Berbeda dengan pendapat Siswi SMAN 1 kalasan, Faza Nur’aini, baginya Makna pancasila adalah untuk pedoman dalam berperilaku contohnya pada sila ke-1 yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa itu menjadikan pedoman untuk berperilaku dalam beragama seperti beribadah tepat waktu, menghormati agama lain, dan bebas melaksanakan ibadah sesuai ajaran agamanya. Dia sangat hafal pancasila dikarenakan sering diucapkan saat upacara bendera di sekolah.
Menurut siswi yang duduk di kelas XI jurusan IPS 1 Pancasila sangat penting bagi kehidupan remaja karena pancasila menjadi pedoman dalam berperilaku di kehidupan sehari-hari. Sampai kapanpun pancasila akan tetap ada dan tidak bisa dihapuskan oleh siapapun dikarenakan pancasila adalah dasar negara Indonesia.
Baca Juga: Jogja Internasional Street Festival : Menyatukan Perbedaan Dalam Tudung Seni dan Budaya
Mengamalkan pancasila adalah dengan diterapkannya setiap hari seperti melakukan hidup hemat, tidak membedakan teman,perbedaan ras, etnik dan agama, mempunyai sikap tenggang rasa seperti yang tercantum dalam sila ke-2. Pancasila masih relevan di era milenial karena sifatnya yang terbuka, partisipatif, dan penuh kedamaian sehingga cara berperilaku kita harus sesuai dengan pancasila kita juga tidak bisa merubahnya dengan ideologi lain.
Pancasila bukanlah sesuatu yang hanya sekedar dihafalkan di luar kepala tetapi harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengamalkan pancasila sejauh yang ia pahami dan pelajari di sekolah. Ia mengatakan jika sudah mengamalkan kelima sila pancasila tetapi belum sepenuhnya di laksanakan semua dalam kehidupan sehari-harinya. (Linda, Windi Astuti)

Dipublikasikan di Tabloid BIAS edisi 2 | 2019

Tuesday, May 12, 2020

Budaya Luar Mempengaruhi Wawasan Pelajar: Pancasila Perlu Ditanamkan Kembali


Negara maju lahir karena kesadaran masyarakat yang tinggi. Tidak hanya kesadaran akan diri sendiri yang tinggi. Tetapi Negara maju juga ditandai karena mereka memiliki pedoman hidup yang kuat, memiliki prinsip hidup yang tertanam dalam sanubari.
Foto: Dokpri
Sebut saja Negara Jepang, sebagai Negara maju. Kita tahu bahwa Jepang salah satu negara yang juga memproduksi barang-barang elektronik. Tapi tahukah kamu, meskipun banyak produksi elektronik, masyarakat Jepang tidak konsumtif dengan produksi mereka. Berbeda dengan Indonesia, sebagai negara berkembang, tetapi tingkat konsumtif terhadap banyak hal.
Kita tahu bahwa orang Jepang dalam mengoptimalisasikan kemampuan otak mereka sudah sangat baik. Sehingga apapun bisa menjadi produk. Optimalisasi kemampuan otak inilah yang telah dilatih, sehingga kesadaran, pengetahuan intelektual pun juga lebih terbuka dan luas. Bahkan, dalam nasionalisme pun mereka sangat baik sekali.
Baca Juga: Jangan Bikin Kontroversi, 5 Cara Bijak Sebelum Memposting Konten di Sosial Media
Indonesia pun juga memiliki pedoman hidup berupa pancasila. Di dalamnya pun juga memiliki kandungan nilai yang sangat esensial. Seperti yang disampaikan oleh Siswi dari SMKN 1 Wonosari, Isnain Kolifah (17), Pancasila sebagai ideology bangsa, mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
“Maka dari itu sebagai warnga masyarakat yang baik, hendaknya tetap mengamalkan buah pikiran dari 5 sila tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena sudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat Indonesia”, Terangnya.
Baca Juga: Wisata Alam Sekaligus Wisata Kuliner: Joglo Pari Sewu 
Isnain Kolifah berfikir bahwa era dan masa modernisasi saat ini kental sekali arus perkembangan dari berbagai arah. Baik itu pengaruh budaya barat, ketimur-timuran. Sebagai bangsa yang berdikari dan merdeka, tentu saja memiliki ideology sendiri. Inilah tantangan bangsa menghadapi arus yang masuk. Oleh karena itu, Pancasila sangat perlu diperkenalkan dan dijadikan pedoman remaja agar tidak tergerus arus negatif, dan tidak menyebarkan efeksamping yang meresahkan.
Berbeda dengan temanya, Ragil Saputra (16) Pancasila sangat penting dikenalkan kembali karena sifat dasar remaja adalah memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan aktif. Namun sebenarnya mereka masih mudah terpengaruh,” tegasnya.
Baca Juga: Pameran Visual Hip Hip Hura Olah Sampah Jadi Karya Visual yang Bernilai


Apalagi saat ini sudah masuk di Industri 4.0 teknologi semakin pesat. Penggunaan teknologi pun juga banyak anak muda yang mengoperasikan. Jika ditangan orang yang baik, tentu ini akan menjadi persaingan yang kompetitif dan meningkatkan dibanyak bidang, mulai dibidang ekonomi, pendidikan maupun meningkatkan kesejahtaraan masyarakat. (A. Agzan, Irukawa Elisa)


Dipublikasikan di Tabloid BIAS edisi 2 | 2019

Tuesday, May 5, 2020

Transformasi Cara Menghormati Guru Era 4.0 Di Kalangan Pelajar


Sikap dan kepatuhan terhadap guru memang tidak seperti kakak kita 15 tahun yang lalu. Tepatnya 20 tahun yang lalu, moral siswa terhadap guru sangat terasa. Ketika guru datang mengendarai sepeda ontel, anak-anak dari pintu gerbang sudah berebut menyambut sang guru. Sambil bersorak sorai “Pak Guru Sudah Datang, Pak Guru Sudah Datang,” begitu berkali-kali dan beramai-ramai. 

Sambil bersorak ramai, ada yang membawakan tas Guru ke dalam kantor, ada sebagian anak lagi yang menuntun sepeda ke parkiran. Sebagian besar lain yang berkerumun, menyalami tangan guru dan mencium tangan guru. Kurang lebih seperti yang Saya ingat ketika saya masih kelas 1 SD.
Seiring waktu berjalan, kebiasaan semacam ini mulai luntur. Bahkan tidak ada sekolah yang melakukan sikap semacam ini. Bukan berarti tidak ada sekolah yang seperti ini, karena tetap masih ada sekolah yang menjungjung sopan santun dan menerapkan pendidikan karakter agar bermoral disekolahnya.
Baca Juga : Menerapkan Skill Sejak Di Bangku Sekolah Menengah Atas 
Seperti pengakuan pelajar SMK Budhi Dharma, Nanda Deviana, siswa yang duduk di kelas 12 jurusan pemasaran ini mengaku tidak ada sapaan atau sambutan pelajar ke setiap guru yang datang. Nanda pun juga menyampaikan bahwa semua biasa saja. Bahkan, dirinya tidak pernah menemukan aktivitas seperti paragraph awal.
“Kalo aku tipe menghormati guru dengan cara menyapa guru ketika berpapasan di jalan,” terangnya. Meskipun Nanda tidak menyambut atau membawakan tas atau sepeda motor ke parkiran, Nanda memperlihatkan hormat kepada guru dengan cara lain. Misalnya mendengarkan guru, tidak bolos sekolah.
Nanda juga menyadari betul bahwa menjadi seorang guru pun bukanlah hal yang mudah. Oleh karenanya, Ia pun juga sangat menghormati guru, sebagaimana menghormati kedua orangtuanya.
Baca Juga: Kristal di Ujung Jalan
“Ya kita tahu ya mbak, tanpa guru kita akan jadi apa? Jasa mereka itu sangatlah besar sebenarnya,” tegasnya.
Berbeda dengan pendapat Rifki Lia Ramadhani, siswi kelas 11 jurusan Akuntansi di SMK Budhi Dharma menceritakan bahwa teman seangkatannya ada yang moralnya tidak baik terhadap gurunya. Melihat teman seperti itu, ia mengaku sikap negative kepada guru seperti itu tidaklah pantas.
“Jadi mereka itu selain menganggu suasana kelas, juga mencoreng nama sekolah. Jadi orang luar yang belum kenal, bisa menilai negatif sekolah, hanya beberapa orang saja,” paparnya. Ketika ditanya, bentuk kenakalan seperti apa, adalah tindakan bolos saat jam pelajaran, pergi tanpa ijin dan menggunakan motor sendiri sampai berani menentang guru dan tidak sopan kepada guru. Meskipun demikian, Lia Ramadhani tidak pernah melihat murid sampai memukul gurunya.
Bagi Ramadhani, seorang murid memiliki moral yang baik itu memang penting. Terutama moral terhadap guru. Alasannya tidak jauh beda dengan kakak kelasnya, Nanda, yaitu guru sebagai pembimbing, yang mengarahkan dan mengajarinya dari yang tidak bisa dan tidak tahu menjadi bisa dan menguasai.  (Irukawa Elisa)


Dipublikasikan di Tabloid BIAS edisi 1 | 2019