Harusnya Berterimakasih Kepada Istri



Pernikahan tidak selalu berakhir bahagia. Sebagian besar kawula muda beranggapan bahwa setelah menikah, hidupnya menjadi bahagia. Eit,, tunggu dulu. Jangan mengambil kesimpulan seperti itu. Justru setelah menikah muncul masalah baru dan banyak faktor yang  menyebabkan seseorang itu tetap “galau”. Jadi anggapan bahwa galau tidak tidak akan datang setelah menikah itu salah!.
Sebut saja si A dan si B adalah sepasang suami istri. Mereka menikah dan dirayakan begitu meriah dan megah (megah untuk ukuran masyarakat sekitar). Sebenarnya ada dua sampel yang aku amati untuk diambil hikmah dan belajaran hidup kita. Keduanya masalahnya sama, dan saya rangkum dalam catatan ini. Singkat cerita, dikaruniakanlah sang istri embrio yang tumbuh di dalam rahimnya. Bahagia? Sudah pasti seorang calon ayah dan ibu pasti bahagia.
Suatu ketika, pihak si A (istri) merasa sedih, gelisah dan beban pikiran gegara sang B (suami) bermain hati. Ketika sedih, gelisah dan beban pikiran itu terakumulasi secara terus menerus di dalam pikiran akan menyebabkan yang namannya stress dan depresi. Stress ada dua, stress ringan dan stress berat. Dampak dari stresspun cukup berbahaya untuk perkembangan janin dan ibu. Sementara kita abaikan dampak stress terhadap janin. Memfokuskan kepada pasutri (pasangan suami istri tersebut).
Berawal dari cerita di atas, dan bukannya bermaksud untuk menyalahkan pihak laki-laki, BUKAN. Bukan bermaksud demikian, aku tahu diluar sana banyak laki-laki yang baik hatinya dan tampan hatinya. Merunut kasus di atas, seharusnya pihak si B bersyukur dan berterimakasih kepada sang istri. Dialah satu-satunya perempuan yang mau  menerima, bersedia melayani segala keperluannya, padahal tidak sempurna dan diluar sana banyak laki-laki baik yang bersedia menikahinya. Hanya si A yang mau menerima, belum tentu perempuan diluar sana bersedia dengan si B. Itulah kesabaran seorang istri, padahal tahu betapa tidak sempurnannya sosok si B tersebut.
Harusnya Bersyukur memiliki istri yang rela menahan dan tidak menunjukkan stress gegara perlakuan dan sikap suaminya. Ia tetap bersabar dan selalu mendoakan sang suami agar kembali dijalan yang benar. Harusnya bersyukur, istri berbesar hati memaklumi perilaku dan tingkah suami yang lebih perhatian kepada oranglain, padahal yang seharusnya memperoleh perhatian lebih adalah sang istri dan sang janin, BUKAN ORANG LAIN, tetapi ia tetap sabar. Harusnya bersyukur, ketika tak ada seorangpun mendoakan sang suami, sang istri selepas sholat selalu mendoakan penuh khusuk dan airmata. Tidakkah kau tau hati istrimu? (kenapa aku jadi emosi ya? Kebawa :D . Ada banyak faktor yang menyebabkan kenapa terjadi permasalahan seperti ini. Kita bedah satu persatu di bawah ini :


Menikah Bukan Karena Cinta
Di jaman sekarang ini ada loh yang melakukan pernikahan tanpa cinta. Bisa juga orang-orang terdekat kita salah satunya. “Bagaimana bisa? tidak cinta tapi tetap saja nekat menikah? kan bisa menikah dengan orang yang benar-benar dicintai!”. Tunggu dulu, dunia ini penuh kepura-puraan, dunia ini hanya bermain peran, dan penyebabnya ada jutaan alasan. Diantarannya menikah karena keterpaksaan, karena nafsu dan karena status yang disandang di masyarakat. Bagi beberapa orang yang sudah berusia tua (misalnya), mereka cenderung akan menikahi seorang wanita yang lebih bersedia diajak menikah, dan mengesampingkan rasa sesungguhnya di hatinya. Bisa saja dia sebenarnya menyukai wanita lain yang begitu berharga, tetapi si wanita belum siap menikah. Karena pandangan masyarakat, memaksa secara halus agar si orang tersebut segera menikah. tentu saja memilih yang bersedia. Sebagai pembalaan, sebagian dari mereka akan menjawab seperti ini “tresno jalaran seko kulino”.
Menikah karena nafsu, ini yang paling berbahaya. Dijamin rumah tangga tidak akan seindah taman tulip bermekaran. Apapun yang diawali dengan nafsu selalu tidak bertahan lama. Terakhir adalah menikah karena keterpaksaan. “Terpaksa tidak ada yang mau”, “terpaksa tidak punya pilihan”, “terpaksa karena disuruh orangtua”, “terpaksa karena orangnya kaya” dan “terpaksa meniinggalkan orang yang dicintainya karena dia miskin”. Duh duh, kalo sudah kayak gini WADUUUUUHHH!!!.

Pacaran Terlalu Lama
Pacaran terlalu lama dapat menyebabkan kejenuhan dalam berumah tangga. Itulah beberapa orang berprinsip “pacaran setelah menikah” untuk mengantisipasi terjadi kejenuhan. Why? Dalam berpacaran, semua perhatian dan kasih sayang dan apalah itu namanya, sudah diberikan selama pacaran. Jadi setelah menikah, tidak ada yang spesial dan tidak ada yang berkesan. Bisa dibilang, tidak jauh beda antara setelah pacaran dan menikah.
Ada sebuah kasus menarik yang bisa dipetik. Aku memiliki salah satu kenalan di negeri entah berantah sana. Mereka sudah pacaran sudah tiga tahun lebih. Pihak laki-laki tidak kunjung menikahi wanita. Rasa bosan tentu ada, pacaran selama tiga tahun itu WOW banget loh. dan pacaran lebih dari 3 tahun probabilitas akan diputus lebih tinggi daripada dinikahi (ini masih hipotesis). Kenapa?, karena dalam hubungan intu jika dibuat kurva, di tahun pertama masih naik turun dan cenderung naik, tahun kedua masih naik turun tetapi grafik rasa suka masih bisa naik. Nah tahun ketiga, naik turun jelas dan disinilah terjadi titik kebosanan. Jika dilihat dalam grafik sudah di pucuk tertinggi dari kurva normal. setelah sampai pucuk tidak ada pilihan lain, yaitu melesat terjun bebas. Nah terjun bebas inilah biasannya laki-laki akan menarik perhatian kepada lawan jenis yang lebih menarik dari pasangannya. KECUALI, memang lelaki itu memang bertanggungjawab dan baik, baru bisa bertahan.
Kembali ke cerita awal, usut punya usut, justru pihak laki-laki bermain dibelakang. Katannya sih “selingkuh” boleh dalam berpacaran. “Selingkuh” adalah cara pacaran tetap langgeng. Selingkuh kepanjangan dari “SELINGan agar pacaran tetap kuKUH” (duh duh duh.. jaman edan). Alhasil, seiring berjalannya waktu, guyonan mereka terjawab sudah. Hubungan mereka sempat retak, dan memutuskan menikah. Setelah menikah terjadi PRAHARA (duh kayak kampanye aja) rumah tangga. Pihak laki-laki terlanjur jatuh cinta dengan selingkuhannya (si cewek selingkuhannya tidak tahu klo si cowok sudah punya calon istri). Sisi lain si laki-laki tidak tega dan tidak enak hati dengan si pacarnya yang lama dipacarinya. Usut diusut lagi, ternyata pihak lelaki tersebut menikahi si pacarnya karena tidak tega.
Nah looo… bagaimana kalo terjadi begitu. Itulah kenapa jangan sekali-kali bermain api, sebelum api menghabiskanmu. Dan alhasil, setelah pernikahan pihak si cowok masih saja menganggu si selingkuhan tersebut, padahal si istri sedang hamil tua tuh. Aduhh.. jadi, Jangan memutuskan menikah dengan alasan “KASIHAN” dan “TIDAK ENAK HATI”, mau kau dinikahi karena “kasihan”?? (tet tottt).

Pasangan Tidak Memberikan Perhatian
Ibarat kata “Kita menanam, berarti kelak kita akan menuai”. Tunggu dulu, jangan serta merta dan langsung menjastifikasi kenapa si B bersikap dan bertingkah laku seperti pleyboy/playgirl kelas ikan teri. Bisa jadi si B tidak mendapatkan perhatian dari sang istri, sehingga salah satu cara mendapatkan perhatian dengan cara mencari-cari perhatian ke orang lain. Nah, sialnya orang yang memberikan perhatian lebih justru wanita yang diluar sana. PRAHARA sudah jika begini yang terjadi. Jadi, seharusnya seorang istri juga melayani dan memberikan perhatian kepada sang suami.
Sebagai suami juga jangan asal lari begitu saja. Juga tengok kebelakang sebentar. Kenapa istri tidak perhatian? Bisa jadi si istri binggung dengan tingkah polah sang suami yang susah di mengerti. Atau istri juga bingggung dengan kemauan si suami. Si istri ingin berbuat ini salah, dan itu salah. Jadi, seharusnya dan sebaiknya dua-duanya saling komunikasi.
Itulah faktor yang mungkin terjadi. Satu hal yang penting disini. Catatan yang berharga dalam proses memilih pasangan. Khususnya bagi mereka yang baru mengenal seseorang. Kita selektif menurutku bagus, menandakan kualitas kita bukan eceng-eceng, daripada memilih gegabah? Nah loh. Dibilang jual mahal, biarin, anggap saja angin lalu. Selektif lebih baik daripada asal pilih. Satu lagi, jangan mudah mengatakan “ya saya bersedia menikah denganmu” ketika ada yang melamarmu. Khusus untuk seseorang yang baru dikenal, dan sebelumnya belum kenal sama sekali. Kalo sebelumnya sudah kenal dan latarbelakangnya jelas tidak apa-apa. Tapi jika itu adalah orang asing dan kenal tiga bulan langsung ngajak nikah, jangan asal ambil kesimpulan. Maksudnya baik, tapi curiga DIKIT boleh, daripada berakibat fatal (ini ngomong gini karena pengalaman beberapa teman, jadi manut wae).
Adapun diperbolehkan menerima lamaran orang yang baru dikenal dengan catatan “sejarah”nya jelas, rumah, orangtua dan apapun yang menyangkut latarbelakangnya. Sesekali menjadi detektif juga diperbolehkan, agar tidak terjadi penyesalan. Apalagi sekarang ada jejaring sosial, dan jejaring sosial menjadi salah satu cara alternatif untuk mengenali karakter seseorang.
Harusnya Berterimakasih Kepada Istri Harusnya Berterimakasih Kepada Istri Reviewed by elisa on Thursday, July 10, 2014 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.