Penyebab Nikmat Kebahagiaan Sulit Ditemukan - Cara Sederhana Menemukan Kebahagiaan
Awan berarak pelan. Sementara pendar panas terik sangat terasa. Gerah. Laptop yang sedari tadi menyala dan bekerja mengumpulkan cuan, terpaksa kubunuh sesaat. Sebelum kutiapkan lagi ruh kehidupan, untuk membantuku mencari penghidupan.
Ditengah korsleting otak. Aku diamkan kepalaku sejenak. Sambil memandang buket bunga mawar yang aku panen di halaman rumah. Bunga mawar baby rose warna kuning yang menakjubkan.
Ku tatap lekat tajam. Hatiku tiba-tiba luruh, dan merasakan
kebahagiaan dan syukur yang tidak bisa aku rangkai dalam sebuah kalimat.
Buket bunga mawar yang membuatku merenung. Menstimulasi dendrit
otak yang belum padam menyala-nyala lagi untuk berpikir.
Melihat ke dalam diriku lebih dalam, dan melihat kanan kiriku
mencoba lebih dalam. Aku merasa bersyukur karena mudah sekali aku merasakan
bahagia dan syukur dengan cara-cara sederhana.
Sementara…
Banyak orang diluar sana yang tidak tahu bagaimana caranya
menemukan kebahagiaan. Berbagai cara dilakukan untuk menemukan titik “aku sudah
bahagia”.
Ada yang pergi ke luar negeri,
Ada yang membeli barang-barang seperti circle pertemanan mereka.
Tanpa memperdulikan harga dan caranya. Yang penting punya dan kelihatan keren.
Dan ada pula yang menggunakan topeng.
Aku pun bertanya lagi pada diri sendiri, lebih dalam. Merenung sambil
menatap kelopak mawar yang begitu indah.
Lantas , aku menemukan hikmah bahwasanya…
Kita ini terlalu sibuk mengejar kebutuhan. Belum lagi sibuk dengan
pergaulan. Sibuk dengan urusan orang lain yang entah kenapa kok menjadi urusan
kita dan penting bagi kita. Padahal, kita acuhkan pun mereka tidak terpengaruh
dan pastinya tidak menyusahkan diri sendiri.
Belum lagi sibuk memikirkan penilaian orang lain. Padahal, bisa
saja kita memutuskan untuk tidak peduli. Dan hidup sesuka hati kita, bebas dan
eksplore.
Kita terlalu sibuk dengan hal-hal yang jauh dari batas kemampuan
kita. Kita sibuk menjalani hidup dengan cara orang lain. Sibuk dengan standar
orang lain dll.
Sehingga tidak ada waktu untuk bertanya pada diri sendiri
tentang
Apa yang kucari? Apa tujuanku? Apakah aku sudah bahagia? Bagaimana
cara hidup bersyukur, hangat dan damai?
Kita hanya sibuk memikirkan dan takut dengan pikiran kita.
Sementara gusti sudah limpahkan rahmat-Nya yang tiada terkira.
Kita sibuk tidak bisa makan, sehingga berjuang keras untuk
mendapatkan kemapanan materi dan martabat dunia.
Kita disibukan memperbaiki reputasi, padahal yang ditanya saat
mati apakah kita menyadari hakikat hidup ini untuk apa, dan seberapa jauh
tingkat keikhlasan kita.
Ada pula yang disibukan mencari amal untuk bekal mati dengan
banyak amalan. Padahal masuknya surga dan neraka adalah hak prerogatif
ilahi.
Kita disibukan dengan segala alasan, dan logika terbaik versi
kita. Padahal, cara kerja alam semesta tidak seperti logika dan cara manusia.
Lagi-lagi terserah dari pemilik semesta.
Lantas kesimpulannya, apa yang kita cari?
Saatku lihat diri ini, seperti debu yang terbang tanpa arah dan
abstrak. Tidak memiliki kekuatan untuk melawan kehendaknya. Ingin memusatkan
pada satu titik yang kita inginkan, namun hasilnya terbang ke kanan, kiri, atas
dan bawah tanpa sesuai yang kukehendaki. Namun satu hal yang pasti, atas
kehendak nya kita akan berhenti, bersandar di tempat yang tepat baginya.
Saat debu menempel pada satu titik. Barulah otak akan berpikir
waras, bahwasanya sumber kebahagiaan itu terletak pada kerelaan hati untuk
melepas atribut dunia yang membuat kita merasa sibuk dan sesak. Saat kita
melakukan semuanya, akan lebih lapang dan banyak rahmat-Nya yang kecil dan
sederhana yang bisa kita syukuri tanpa bergantung pada manusia. (Renungan Irukawa Elisa, 17 desember 2022)
No comments: