Benarkah GILA dan STRESS disebabkan Faktor Keturunan?
Tulisan ini saya buat untuk share.
Semoga ada masukan. APAKAH BENAR ORANG GILA, STRESS ITU KARENA MENURUN?
Seorang pelanggan datang,
pelanggan yang akrab sekali terutama dengan Aku.
“Gimana mbak kabarnya. Kok hancur
gitu kayaknya mukanya”,
“Ha…ha.. ha… (tertawa ngakak), iya
e, habis sakit banyak pikiran dan lelah kerja”.
“Makannya jangan di buat
berat-berat. Di buat slow dan happy”, kataku sambil meneruskan memfotocopy.
Toko sepi, hanya Aku dan Dewi. Kita
berdua bebas membicarakan topik ngak jelas.
“Eh Mbak… Mau tanya. Kamukan di
psikologi. Menurut anak psikologi bagaimana?”, tanya Dewi. Seseorang yang
merupakan guru muda di salah satu SD itu mumulai membicarakan topik. Aku masih
meneruskan mengambil plastik dan menulis di nota pembelian.
“Maksudnya mbak?, aku di suruh
komen soal topik apa iki?”, tanyaku serius.
“Sebelumnya maaf ya mbak, aku
hanya ingin share, berbagi. Kita mempunyai kesamaan yang sama. Kamu kan kakakmu
menderita depresi, dan sepupumu ada yang menderita gila. Aku pun juga demikian.
Pertanyaanku apakah penyakit gila itu sifatnya turun menurun?”.
Aku terdiam, menyeret kursi. Aku
duduk di kursi. Menerawang langit-langit. Masih berfikir, menganalisa.
“Kalo menurutku bisa karena
keturunan, bisa karena faktor lain”, jawabku.
“Kata dosennku orang gila, depresi
itu karena faktor keturunan. Aku langsung dwon ketika dosenku mengeluarkan
statement bahwa jika memilih pasangan itu harus melihat bibit, bebet dan bobot.
Karena itu penting sekali. Jika ada keturunannya ada yang gila, atau kelainan
lebih baik batalkan saja”, paparnya galau.
“Lalu masalahmu?. Pasti kepikiran
kalimat dosenmu wajahmu hancur gitu?”. Tanyaku menyelidik.
“Ngak selalu yo mbak. Lha po wis
payu mbak?. Kok jadi galau. Jangan ambil pusing kalimat dosenmu. Semua itu
tergantung dari kitanya kok”. Tambahku mencoba menguatkan.
“Tapi ada benarnya juga sih lis.
Soalnya di riwayat hidup mbahku ada yang
gila. Terus mbakku sekarang juga gila”, katanya.
“Woke sekarang gini, kalo benar
depresi, gila itu keturunan terus kita mau apa. Akan menghindari kenyataan.
Membuang kakakmu. Bagaimanapun kakakmu tetap keluargamu. Mau dibagaimanapun
tetap saja mereka satu kesatuan, darah daging dengan kita. Jika kita tidak
menganggapnya, siapa lagi yang mempedulikannya. Apa malah orang lain?. Memang
kita keluarga macam apaan?. Semua itu sudah tertulis. Terima saja”, kalimatku
mulai panjang.
“Jika persoalannya dirimu malu
dengan keluargamu lalu mau apa?. Kalo aku, ini kalau aku lho mbak. Kalo aku
leleh luweh. Masalah ada orang yang mau mendekati atau tidak ya sudah. Aku
mencari seseorang yang mencintaiku apa adannya. Ngak usah muluk-muluk. Soal
calon kita mau meninggalkanku gara-gara melihat keluargaku seperti ini, ya….
monggo. Silahkan mundur. Saya mencari cinta yang sederhana dan apa adannya. Justru
kelemahan inilah alat kelebihan kita untuk mengukur sebesar apa dan setulus apa
mereka mencintai kita”.
“Kalimatmu So sweet… Lalu soal
keturunan nanti bagaimana?”,
“Soal itu pikir belakangan,
pikirkankan yang sekarang di depan. Sebenarnya, bisa jadi kakakmu stres kan
bukan karena sejak lahir. Sebenarnya mbak dewi ini takut dengan pikiranmu
sendiri mbak. Kenyataan itu tidak selalu sama dengan apa yang kamu pikirkan.
Lagian stressnya kakakmu diakibatkan permasalahan dengan suaminya kan. Alias
stress tuwo, bukan gila gawan”.
“Tapi kata dosenku, faktor
keturunan. Bahkan orang-orang yang melakukan bunuh diri itu juga karena
keturunan”.
“Iya po?!!!”, Aku terbelalak.
“Oke sekarang biar gampang gini
saja. Pak Dhe ku yang pertama juga stress, kata ibuku stresnya karena dulu saat
jaman penjajahan Ibu dan Bapak meninggal, kemudian Pak Dheku yang pertama (saat
itu masi kecil) harus menanggung saudara 5 adik-adik yang kecil. Terus Pak
Dheku yang nomer dua mempunyai anak yang Stress juga, stressnya ini disebabkan
karena jatuh dari pohon yang tinggi. Sekarang, setelah gempa kakakku juga
menderita Stress, kalo kakakku stressnya karena tertimpa gempa dan takut, serta
(hipotesisku) mengatasi problem solfingnya rendah”, ceritaku.
“Persoalannya dari runtutan
kronologi keluargaku ini kasus mereka stressnya datang ketika usianya dewasa,
tidak disebabkan karena keturunan sejak kecil. Jika itu benar karena keturunan,
saya rasa bukan itu. Ini karena kebetulan saja. Jika itu dipengaruhi oleh
lingkungan. Misalnya, keluarga itu bisa jadi”. Aku kembali meneruskan.
Aku diam sejenak, Dewi mulai
mengangguk-angguk mendengarku.
“Maksudnya pengaruh dari keluarga
lis?”, tanyanya antusias.
“Ya… gampangnya begini. Misal
dalam satu keluarga mempunyai pola berfikir yang pendek, mudah melankolis. Aku
rasa itu tergantung dari orang tua memberi attatchment kepada mereka. Misal
orang tuanya berfikiran pendek, maka secara tidak langsung anaknya berlaku
tidak jauh dari didikan orang tuanya. Jadi ya…. Itu tadi. Tidak murni
disebabkan karena keturunan. Bisa jadi Depresi itu terjadi karena proses
berfikir mereka terkotak-kotak dalam menghadapi suatu masalah. Mereka tidak
mencoba keluar dari kotak untuk melihat masalah itu sendiri, dan bangkit.
Akibatnya ya stress itu terjadi”.
“Hem bisa juga lis”, timpalnya
pendek.
“Nah… tumben je obrolan yang kamu
angkat berat mbak. Mesti ada something yo?”.
“Kalo masalah konflik batin, kamu
jangan pikirkan soal negatifnya. Nanti membuatmu minder. Bisa-bisa semua
laki-laki kamu tolak semua gara-gara ini. Slow ae. Yang namanya cinta itu
bagaimanapun bentuk fisik, keluarga, atau yang lainnya tidak menjadi persoalan.
Cinta itu tidak memandang dari satu
sudut. Kalo cinta itu memandang satu sudut saja, itu bukan cinta yang tulus.
Koyo aku ngene ki lho, nguyu terus. Pingin iso nyuyu po. Tak itik-itik mbak”,
Kami berdua tertawa.
Sebenarnya percakapan masih panjang, debat kusir sempat kita lakukan.
Tetapi intinya seperti. Kalo ada masukan atau Pengetahuan baru soal ini
silahkan di share. Siapa tahu ada faktor lain penyebab stres, gila ini terjadi.
Benarkah GILA dan STRESS disebabkan Faktor Keturunan?
Reviewed by elisa
on
Sunday, April 29, 2012
Rating:
Cintaku tidak di restui hanya karna ada keluarga pasangan saya yang gila tpi yang gila itu pakdenya, saya ngak tau harus bagaimana mbak ... :'(
ReplyDeletetolong kasih saran ....
makasih ..
selamat malam mas/mbak Samsul Huda ^_^, terimakasih sudah berkunjung di blog saya. saya tahu tahu permasalahan yang Saudara hadapi dan bagaimana rasannya. tetapi seorang keluarga menentang karena ada alasannya, salah satu alasannya karena latar belakang keluarga yang "gila" seperti yang saudara katakan :)
Deletecoba mas/mbak jelaskan kepada orang tua bahwa yang gila itu pak denya, bukan pacar saudara. orang tua menentang seperti itu karena ketidak tahuan mereka, dan butuh waktu untuk orang tua bisa menerimanya. percaya deh, orang tua itu niatnya baik dan ingin anaknya mendapatkan yang terbaik. jika alasan satu2nya karena faktor pak de nya gla, saudara bisa menjelaskannya dengan lembut dan tatap muka berdua bersama ortu :)
Kalau ada yang gila dari dua keluarga nya gimana, Mbak?
ReplyDeleteSelamat malam mas/pak Irfan Bahiuddin. jika yang terjadi adalah dua keluarga ya tidak gimana-gimana. Orang Gila/stress itu bisa digolongkan menjadi beberapa
Delete1. karena Ia memiliki IQ yang Tinggi (sebelum stress/gila), Hampir orang-orang yang memiliki IQ yang Tinggi biasannya mereka memiliki kecenderungan mengalami stress, dari stress yang tidak segera ditangani akan menyebabkan depresi akut. ketika depresi dibiarkan saja larinya menjadi gila, gangguan syaraf otak kena
2. karena faktor keturunan. Gila karena faktor keturunan tentu saja harus dilihat terlebih dahulu riwayat keluarga. apakah gila bawaan atau yang dari awalnya normal kemudian depresi akut/gila~ jika penyebabnya adalah gila sejak kecil atau bahkan sejak lahir, bisa jadi itu pengaruh dari Gen. jika yang terjadi setelah dewasa, bisa jadi karena disebabkan oleh faktor eksternal atau internal
Saran :
apabila ada keluarga yang memiliki riwayat gila, SAlah satu mengantisipasinya adalah dengan membuka diri dengan orang yang tepat. misalnya jika ada masalah, sesegera mungkin diselesaikan. misalnya dengna curhat dengan teman dekat, keluarga atau yang lain. salah satu pemicu depresi a. tidak segera dikatarsiskan b. dibiarkan menumpuk. padahal manusia itu hakikatnya tidak mampu menyimpan apapun. analoginya, kita makan kemudian kita keluarkan. sama dengan rohani kita. penyakit itu harus dikeluarkan dengan katarsis, bercerita, menulis, dan lain sebagainya. dengan seperti itu maka akan timbal balik dari pihak eksnternal yang mempermudah membantu dan menyelesaikan jalan keluarnya. semoga membantu dan bermanfaat ^_^
Sebelumnya aku bertanya, apa mungkin "gila/gangguan jiwa" adalah penyakit turunan ? begini saya bimbang saat ini, kakak dari pacar saya mengalami gila, dan ternyata tidak hanya kakak nya saja, ada saudara nya dari anak bude nya ( kakak ibu nya ) yang juga mengalami hal serupa namun, sembuh tapi jadi keterbelakangan mental, yaitu bisa di bilang idiot. Ada juga saudara jauhnya , yang juga sama mengidap gangguan jiwa. aku bingung dan merasakan ketakutan. apa yang harus dilakukan , ??
ReplyDeleteSelamat pagi saudara Rafika Yuwanita, memang ada dua sebab. Bisa karena keturunan dan bisa saja karena cidera. Solusinya, jika melihat riwayat keluarga yang seperti itu. Solusinya sebagai saudara, pacar, dan orang terdekat mereka adalah, jangan biarkan mereka terlalu stress secara berlebihan. JIka ada masalah atau memiliki masalah segera di komunikasikan. Karena orang yang memiliki riwayat seperti itu, kecenderungan orang tersebut streess dan depressi lebih besar. Ini yang saya tahu. semoga membantu :)
DeleteAku juga ngga direstui karena ada dari keluarganya yang gila bahkan sampai ada yang meninggal. Padahal sayang buanget aku.
ReplyDeleteAku lebih menyayangkan karena akhirnya Anda tidak memperjuangkannya dan memilih dengan yang lain, jika memang benar Anda sangat menyayanginya.
Deleteemng stres sm gila apa bedanya?trus klo orng kena skrizofenia apa bisa gila?dikampung sy bnyk bgt orng gila...sy cuman bisa mengasihani mereka soalnya pemerintah sendiri ga mau peduli
ReplyDeleteSchizophrenia sama gila sebenarnya sama aja gila. Jadi ada dua tipe jenis orang gila, gila manis depresif dan Schizophrenia. Kalo stress belum sampai gila, masih dalam taraf sadar, logika dan akal sehat masih bisa dijalankan. Sedangkan orang gila sudah tidak memiliki logika dan akal sehat. Berbicara soal gila, bisa juga orang gila disebabkan karena ada pusaka (alam gaib) yang masuk di otak, dan bisa juga disebabkan karena gangguan Jin
DeleteBapak dari calonku stres karena ilmu hitam. Aq takut nanti keturanku ada yg stres juga . Apa penyakit stress bisa menurun ?
ReplyDeleteBapak dari calonku stres karena ilmu hitam. Aq takut nanti keturanku ada yg stres juga . Apa penyakit stress bisa menurun ?
ReplyDeleteKalo stress karena ilmu hitam, itu beda lagi mbak Wulan wawan. Biasannya stress akibat ilmu gitu, karena mentalnya tidak kuat dengan ilmu tersebut. Semoga jawabannya membantu..
ReplyDeleteIni yg Saya alami...Orangnya baik...Muslimah...Santun...Bersedia Saya pinang...Rasa sedihnya sampai sekarang soalnya Saya sudah berniat mengkhitbahnya...
ReplyDeleteKeponakan Ibunya calon Saya ada yang gila. Awalnya ortu Saya setuju tapi setelah mendengar kabar soal keluarganya ada yang gila, akhirnya ya gagal...
Referensi dari al Qur'an soal kasus ini ternyata ada. Kebetulan Saya bertanya langsung ke Pak Kyai...Ditambah memang kita berhak memilih
Lidiiniha...(Agama)
Linasaabiha...(Keturunan)
Limaaliha...(Kekayaan)
Lijamaaliha...(Ganteng/Cantik)
Mungkin dia bukan jodoh Saya...Yang jelas saya yakin kalau orang tua tidak ridlo ya jangan harap hidup kita bisa BAROKAH.