KADO DARI TUHAN
Bulan menunjukkan purnamanya dengan sempurna. Dedaunan beterbangan ke langit. Bintang yang berarakan perlahan tertutup awan, dan purnama sang bulan bersinar kabur berselimut dibalik awan.
Asih duduk di depan rumah dengan melipat kedua kakinya dibawah dagu, dan dagu di sandarkan diatas kedua lututnya.
***
Seperti bumi yang tertatih, terseok serta terjerembab oleh usia dan waktu. Semua bergulir tanpa henti. Burung pipit lunglai terlempar oleh angin gila. Dunia pun tersenyum getir mengerutkan lekuk tulang pipi yang kian keriput. Sedangkan cuaca terkekeh-kekeh memuntahkan nafas kegelisahan dan amarah.
Batin manusia tidak diciptakan sempurna. Kelu dan keram dalam hati seseorang selalu ada. Sekuat apapun manusia menyembunyikan luka, di ujung pembuluh nadi tetap membekaskan luka.
”Asih, kuatkan hatimu, tuhan bersamamu. Ku yakin kau mampu membesarkan hati. Asih relakanlah mas riyan, biarkan keindahan itu ada pada hidupnya. Asih, ayo kuatkan niatmu, jangan terpacing oleh cemburu. Hakikat cinta terletak pada keikhlasan kita untuk melepaskan seseorang yang ingin kita miliki”. Bisik Asih yang mencoba menguatkan batin sendiri ketika melihat Riyan dan Lika yang bermesraan di samping gedung Multimedia di kampusnya.
Buku yang dibawanya pun terjatuh. Seketika hati merana sayu, tercabik-cabik, laksana gelegar petir di pucuk gunung, dan membelah bukit menjadi berkeping-keping apalagi ketika Riyan menyadari Asih melihatnya, Kedua bola mata mas Riyan semakin tajam menghunjam batin Asih dengan semakin bertingkah mesra di depannya.
***
”Duhai kawan, Matamu dan senyum ceriamu tak mampu mengelabuhiku. Adakah satu jarum kalimat yang menencap di serpihan hatimu?”. Tanya Rifki seraya menghulurkan sapu tangan biru.
Selangkah Rifki memberikan sebuah kekuatan. Kini Asih mampu melangkah menjauhi tempat kejadian. Satu tatapan mata Rifki pun memberikan sejuta rasa untuk asih, gadis tinggi, berambut pendek dan kurus.
”Riyan”. Kata asih lirih di balai-balai bibir tipis pucatnya.
”Aku tidak akan berharap apa-apa lagi dari siapa pun. Meskipun kini aku berdiri di antara dua tebing yang curam, aku ingin memberikan kenangan terindah untuk orang yang berada di sekitarku. Aku tak ingin memahat luka di hati mereka yang aku sayang”. Ujar asih panjang lebar.
Rifki melihat dengan jelas ekspresi asih ketika berujar. Bibirnya pucat, matanya sayu, dan tubuhnya lemah.
”Ku antar pulang, nampaknya kau tak sehat. Jangan banyak berfikir dulu”. Saran Rifki sambil membantu asih berdiri dan beranjak dari tempat duduk.
”Antar aku ke kelas saja. Biarkan aku menikmati kebersamaanku bersama teman-teman dan dosen. Kemudian temanilah aku melihat senyum mas Riyan walau dari jarak jauh, dan bantulah aku agar aku dapat memelukknya sebentar saja”. Ujar Asih lagi.
Memang gadis yang tegar, meskipun hati dipermainkan, perasaan terhadap riyan tetap sama. Ketulusan Asih itulah yang membuat Rifki terpaut akan kepribadiannya.
”Tapi kau harus pulang, keadaanmu tidak memungkinkan”. Bantah Rifki
”Rif, Aku tak mampu membalas seluruh perhatinamu itu. Selama ini kau selalu menjadi sandaranku. Kau selalu ada walaupun kondisi tubuhku seperti ini, dan kau selalu ada saat aku benar-benar butuh”. isak asih memandang wajah rifki dengan seksama.
”Maaf, aku tidak bisa membalas semua kasihmu terhadapku. Meskipun ilmu manusia memastikan waktuku tak kan lama, mungkin itulah hadiah terbaik dari tuhan.
Setidaknya aku masih diberikan kesempatan akan sisa hidupku yang membuatku menjadi lebih baik. Seharusnya aku bersyukur, banyak orang yang tidak tau akan kematian. Sedangkan aku, diberi kado terindah dari tuhan akan sisa waktuku, sehingga aku diberi keistimewaan di sisa hidupku. Rif, Sekali lagi maafkan aku, aku tidak bisa membalas kebaikanmu”. Jelas asih panjang kepada rifki.
Seketika rifki memeluk erat tubuh Asih yang lemah. ”Jika aku dapat bersua kepada tuhan. Aku ingin katakan kepada-Nya sebuah kalimat untukmu, Tuhan berikanlah sisa waktu asih menjadi kenangan terindah. Jangan ijinkan hatinya tersakiti dan dikhianati seperti ini. Aku rela selalu menjadi penghapus air matamu setiap kau perlu, karena sejak dahulu aku tulus mencintaimu, sama seperti ketulusan cintamu kepada riyan”.
Rifki enggan melepaskan pelukan itu. Sebuah pelukan perpisahan yang membuat Asih terperanjat, seseorang yang selama ini menyeka air matanya adalah rifki. Sebuah kado terindah dari tuhan di setiap doa-doanya, yaitu ketulusan cinta. Seperti itulah, kita berlari mencari cinta di tempat yang jauh. Padahal di samping kita cinta itu ada untuk kita.
di tulis oleh Elisa
di terbitkan oleh Minggu Pagi,
minggu ke tiga Januari 2010
Asih duduk di depan rumah dengan melipat kedua kakinya dibawah dagu, dan dagu di sandarkan diatas kedua lututnya.
***
Seperti bumi yang tertatih, terseok serta terjerembab oleh usia dan waktu. Semua bergulir tanpa henti. Burung pipit lunglai terlempar oleh angin gila. Dunia pun tersenyum getir mengerutkan lekuk tulang pipi yang kian keriput. Sedangkan cuaca terkekeh-kekeh memuntahkan nafas kegelisahan dan amarah.
Batin manusia tidak diciptakan sempurna. Kelu dan keram dalam hati seseorang selalu ada. Sekuat apapun manusia menyembunyikan luka, di ujung pembuluh nadi tetap membekaskan luka.
”Asih, kuatkan hatimu, tuhan bersamamu. Ku yakin kau mampu membesarkan hati. Asih relakanlah mas riyan, biarkan keindahan itu ada pada hidupnya. Asih, ayo kuatkan niatmu, jangan terpacing oleh cemburu. Hakikat cinta terletak pada keikhlasan kita untuk melepaskan seseorang yang ingin kita miliki”. Bisik Asih yang mencoba menguatkan batin sendiri ketika melihat Riyan dan Lika yang bermesraan di samping gedung Multimedia di kampusnya.
Buku yang dibawanya pun terjatuh. Seketika hati merana sayu, tercabik-cabik, laksana gelegar petir di pucuk gunung, dan membelah bukit menjadi berkeping-keping apalagi ketika Riyan menyadari Asih melihatnya, Kedua bola mata mas Riyan semakin tajam menghunjam batin Asih dengan semakin bertingkah mesra di depannya.
***
”Duhai kawan, Matamu dan senyum ceriamu tak mampu mengelabuhiku. Adakah satu jarum kalimat yang menencap di serpihan hatimu?”. Tanya Rifki seraya menghulurkan sapu tangan biru.
Selangkah Rifki memberikan sebuah kekuatan. Kini Asih mampu melangkah menjauhi tempat kejadian. Satu tatapan mata Rifki pun memberikan sejuta rasa untuk asih, gadis tinggi, berambut pendek dan kurus.
”Riyan”. Kata asih lirih di balai-balai bibir tipis pucatnya.
”Aku tidak akan berharap apa-apa lagi dari siapa pun. Meskipun kini aku berdiri di antara dua tebing yang curam, aku ingin memberikan kenangan terindah untuk orang yang berada di sekitarku. Aku tak ingin memahat luka di hati mereka yang aku sayang”. Ujar asih panjang lebar.
Rifki melihat dengan jelas ekspresi asih ketika berujar. Bibirnya pucat, matanya sayu, dan tubuhnya lemah.
”Ku antar pulang, nampaknya kau tak sehat. Jangan banyak berfikir dulu”. Saran Rifki sambil membantu asih berdiri dan beranjak dari tempat duduk.
”Antar aku ke kelas saja. Biarkan aku menikmati kebersamaanku bersama teman-teman dan dosen. Kemudian temanilah aku melihat senyum mas Riyan walau dari jarak jauh, dan bantulah aku agar aku dapat memelukknya sebentar saja”. Ujar Asih lagi.
Memang gadis yang tegar, meskipun hati dipermainkan, perasaan terhadap riyan tetap sama. Ketulusan Asih itulah yang membuat Rifki terpaut akan kepribadiannya.
”Tapi kau harus pulang, keadaanmu tidak memungkinkan”. Bantah Rifki
”Rif, Aku tak mampu membalas seluruh perhatinamu itu. Selama ini kau selalu menjadi sandaranku. Kau selalu ada walaupun kondisi tubuhku seperti ini, dan kau selalu ada saat aku benar-benar butuh”. isak asih memandang wajah rifki dengan seksama.
”Maaf, aku tidak bisa membalas semua kasihmu terhadapku. Meskipun ilmu manusia memastikan waktuku tak kan lama, mungkin itulah hadiah terbaik dari tuhan.
Setidaknya aku masih diberikan kesempatan akan sisa hidupku yang membuatku menjadi lebih baik. Seharusnya aku bersyukur, banyak orang yang tidak tau akan kematian. Sedangkan aku, diberi kado terindah dari tuhan akan sisa waktuku, sehingga aku diberi keistimewaan di sisa hidupku. Rif, Sekali lagi maafkan aku, aku tidak bisa membalas kebaikanmu”. Jelas asih panjang kepada rifki.
Seketika rifki memeluk erat tubuh Asih yang lemah. ”Jika aku dapat bersua kepada tuhan. Aku ingin katakan kepada-Nya sebuah kalimat untukmu, Tuhan berikanlah sisa waktu asih menjadi kenangan terindah. Jangan ijinkan hatinya tersakiti dan dikhianati seperti ini. Aku rela selalu menjadi penghapus air matamu setiap kau perlu, karena sejak dahulu aku tulus mencintaimu, sama seperti ketulusan cintamu kepada riyan”.
Rifki enggan melepaskan pelukan itu. Sebuah pelukan perpisahan yang membuat Asih terperanjat, seseorang yang selama ini menyeka air matanya adalah rifki. Sebuah kado terindah dari tuhan di setiap doa-doanya, yaitu ketulusan cinta. Seperti itulah, kita berlari mencari cinta di tempat yang jauh. Padahal di samping kita cinta itu ada untuk kita.
di tulis oleh Elisa
di terbitkan oleh Minggu Pagi,
minggu ke tiga Januari 2010
KADO DARI TUHAN
Reviewed by elisa
on
Wednesday, January 27, 2010
Rating:
No comments: