Elegi Hidup Yang Tetap Disyukuri


Sedih itu ketika kakak pertama saya keluar dari rumah. Ia keluar rumah bukan karena ada masalah dikeluarga terjadi pertengkaran konflik dan lain sebagainya. Tetapi karena gangguan kejiwaan yang dialami kakak pertama. Tepatnya setahun setelah gempa 2006 yang lalu, depresinya tengah parah-parahnya. Saat itu, tidak ada yang bisa diandalkan. Seisi rumah tidak tahu akan mencari kemana. Hampir seminggu belum pulang jua.
Ayah saat itu juga segera pergi menjemput ke Semarang, karena dikira pergi kesana. Hasilnya di sana hasilnya nihil. Hal yang paling menyedihkan ketika air mata ibu menetes  dan pikirannya kalut. Tentu saja, keluarga siapa yang anggota keluarganya keluar dari rumah karena gangguan jiwa. Uang tidak ada, sepanjang jalan dia makan apa? Hujan seperti ini juga berteduh dimana? Tidur dimana? Itulah yang menganggu pikiran sekeluarga.
Teringat pula pengalaman hidup ketika ke Jakarta bertemu dengan pak Josua, kalimat yang masih saya ingat betul “Saya juga punya anak seperti kalian, cewek juga. Aku menolong agar anakku juga memperoleh pertolongan dari Tuhan jika anakku tengah mengalami kesulitan, dan tidak ada orang satupun yang menolong”, itulah setiap kali melihat orang gila disepanjang jalan selalu berusaha memanusiakannya. Memang karena mereka juga seorang manusia yang sangat sangat pantas kita manusiakan, meskipun mereka tidak bisa membedakan ketika dia dimanusiakan atau sbaliknya.
Orang yang selalu kurang dan susah bersyukur banyak sebabnya. Mungkin orang tidak akan pernah paham bagaimana rasanya bahagia ketika mempedulikan oranglain, sedangkan orang yang dipedulikan tidak mempedulikannya. Berbuat baik, bukan berarti ia malaikat, tetapi bisa juga karena ia bisa merasakan atau pernah merasakan bagaimana perasaan orang yang disekitarnya. Lebih tepatnya rasa tidak tega hati. Orang gila di jalanan, bisa jadi juga dicari keluarga besarnya yang sama mencemaskan. Khawatir sudah makan atau tidak dan banyak hal lain.
Masalah penilaian orang lain itu urusan orang lain. Orang lain ingin membicarakan jelek atau baik itu juga urusan mereka. Urusan mereka bukan tanggung jawab saya. Karena jika meladeni urusan mereka, maka yang akan terjadi saya justru akan terpuruk, tidak berkembang dan lain sebagainya. Bloking mental itu bisa dimenajemen. Ketika saya mulai menyalahkan dan mencari-cari kesalahan orang lain, saya berusaha menyadarkan diri. kurang apakah saya? Orang terberuntung di dunia adalah saya, masih banyak orang diluar sana yang lebih menderita.
Elegi Hidup Yang Tetap Disyukuri Elegi Hidup Yang Tetap Disyukuri Reviewed by elisa on Tuesday, June 17, 2014 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.