Ada rahasia di lekukan Benteng Vendeberg

Foto : Elisa
Anak SMA yang luar biasa. Namanya adalah uzik. Beberapa perlombaan tinggat nasional telah berhasil di raihnya. Beberapa mendali emas dan perak pun juga di raih. Gadis bermata sipit, berambut panjang, kuning langsat.

Berdiri di pertigaan jalan, Uzik menatap bola mata kosong anak-anak yang berbaju kumal di sebrang jalan. Mereka menuntun sepeda renta yang di boncengi anak kecil. Rambut berponi dan keriwil sebahu. 

Memboncengkan adiknya berumur 4 tahun. Yah, selisihnya hanya dua tahun saja. Siang itu memang sedang panas, di tambah puluhan asap kendaraan yang selalu menjadi bahan dasar make up para kaum adam dan hawa dalam beraktivitas.

Cara berpakaian anak-anak yang hidup di perkotaan semacam itu membuat uzik terpaku. Tiba-tiba hati berdegub kencang. Bulu kuduk berdiri. Sejurus kemudian tangan kanannya meraih leher belakang yang merinding segera menghilang.

***

“Kali ini apa yang akan di katakan padaku. Baru seminggu datang ke rumah, sudah mengajak bertemu empat mata”. Bisik Uzik ketika melintasi trotoar.

Sore ini jalan malioboro ramai. Terbukti sepanjang jalan malioboro banyak parkir motor, di ruas jalan juga berjejalan laju kendaraan. Tetapi ribuan penggunjung tidak juga mengusik pikiran uzik yang diselimuti tandatanya besar. 

Beberapa Lampu tua telah di lewatinya. Orang-orang yang menjajakan sandang pangan berangsur-angsur berkurang. di bawah pohon beringin, terlihat ibu separuh baya dengan menggunakan baju biru duduk di bawah pohon ringin besar. Beliau tengah mengamati setiap jengkal benteng vendeberg. Sesekali melihat laju kendaran yang semakin beringas.

Uzik semakin mempercepat langkah. Menghampiri ibu itu dan duduk di dekatnya dengan beberapa sapaan hangat. Walau sebenarnya sulit uzik lakukan bersikap manis di hadapannya.

“Uzik sudah datang?”. Tanya Ibu Mariam

Uzik hanya menganggukan pelan dangan senyuman terpaksa.

Angin beralun sepoi-sepoi. Dedaunan bergesek. Menjatuhkan dedaunan. Terkapar di sepanjang jalan setapak, dan disekitar peristirahatan. Tidak ada yang memungut dan menyingkirkan daun itu. Semua orang acuh. 

***

Angin tiba-tiba berhenti. Petir mengoyak kilatan cahaya yang tengah dirundung mendung tebal. Uzik mematung. Tetap diam dalam duduknya. Seluruh rambutnya berdiri ke atas, siap mencakar tetes-tetes hujan lebat yang hendak turun. Wajahnya yang kuning langsat, seketika merah padam.

Sebenarnya ingin sekali uzik mengeluarkan kata-kata kepada ibu mariam. Banyak, bahkan lebih dari 10 kalimat yang ingin uzik tanyakan untuk memastikan jawaban. Entah mengapa Kata-katanya terborgol oleh liur. Lidah kaku membeku.

“…….. Begitulah cerita sebenarnya”. Jelas bu Mariam
Mariam melihat mata gadis yang sedang duduk di kelas tiga SMA itu. Mata ibu mariam menatap dengan seksama. Nampak jelas di kantung matanya menyimpan butiran air mata yang di tahan.
“Apakah Ini jawaban atas kegelisahanku sejak keberangkatanku ke sini. Haruskah aku mendengarkan semua cerita ini. Bagaimana dengan ayah dan ibu yang selama ini membesarkanku. Dia adalah pelita cinta, pelita yang senantiasa menyuguhkan bumbu-bumbu manis di setiap harapku”. Batin Uzik dalam kediamannya.
Entah nafas dari mana, Uzik mengatakan kalimat yang membuat Ibu mariam tidak mampu mengatakan satupan kalimat untuk membujuk Uzik memihak alasannya.

***
“Duhai ibu. Ceritakan apa yang terjadi selama ini. sungguh aku tidak rela jika aku harus ikut dengan ibu mariam. Benarkah bibi mariam dari jakarta itu benar ibuku?”. Tanya uzik.

Ibu hanya mengangguk pelan. Wajahnya muram menahan isak tangis air mata. Kata-kata yang ingin keluar dari bibir keriputnya hingga tak mampu untuk di gerakan menjelaskan suatu berita. 

“Duhai putriku sayang. Waktu dapat merubah segalanya. Dewasalah dalam rahmat dan kasih sayang sang pencipta. Inilah cara terbaik tuhan menguji kita. Terutama kamu. Jangan kau salahkan ibu kandungmu, terimalah dia tanpa amarah. Alasan yang di katakan ibumu hari ini memang benar apa adanya. Dulu kau adalah anak dari hubungan gelap dari lelaki kaya dan terpandang.”

Uzik hanya mampu menelan ludah dan membuang segala peluh yang bersarang. (Elisa)

diterbitkan oleh Tabloid BIAS,
edisi 3 2010
Ada rahasia di lekukan Benteng Vendeberg Ada rahasia di lekukan Benteng Vendeberg Reviewed by elisa on Thursday, September 02, 2010 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.