Si Kepala Batu



Malam selalu datang, selalu berharap, seperti cebol yang ingin meraih bintang. Gadis itu memang benar-bemar keras kepala. Entah sampai kapan kepala batunya akan remuk.
Semakin lama kasihan aku memandanginya. Setiap bermain berdua, sering sekali ia memandangi ponselnya. Sesekali membuka pesan itu, kemudian menutup ponsel sejurus kemudian. Wajahnya pucat, sepet dan serba tidak enak dipandang. Lebih suka berdiam, sejak itu ia kembali menjdi orang pendiam. 9 tahun yg lalu ia lebih norak dan sangat ramai. Semakin ke sini semakin perlahan berubah menjdi seorang pendiam.
Setiap kali ia dihantam dan tersakiti, ia selalu berubah. Ah, nampaknya gadis itu mulai lelah dan putus asa. Mungkin juga gadis udik itu tengah berfikir. Memikirkan nasibnya, atau sekedar menata hati.
Kasihanteman kecilku satu itu. Ia seperti anjing bodoh yang terbuang. Meskipun cukup pintar, dia tidak tahu jalan pulang. Sejak dahulu memang keras kepala, justru sikapnya yang keras kepala itulah, dia terlalu baik untuk orang yang telah menyakitinya. Lihat saja mereka yang telah menikamnya dari belakamg hingga remuk redam, akhirnya di maafkan juga tanpa syarat.
Kemudian si alif, lelaki cap playboy kakap. Entah hatinya terbuat apa, sehingga begitu mudah mengalah demi dalih "agar kau bahagia". Sinting memang gadis berambut pirang satu ini. Sudah tahu disakiti, masih berani jatuh cinta lagi pada lelaki yang jual mahal dan memiliki gengsi super tinggi. Beda dengan kali ini, si sinting temen kacilku kali ini lebih ikhlas, meski sakit jelas ada.

Ku rasa perjalanan hidupnya berakhir bahagia pada waktu itu. Waktu ketika datang sosok istimewa menghampirinya. Ku lihat kembali rona wajah yang cerah ceria dan bergembira. Meski tidak bercerita banyak, setidaknya rona itu terlihat jelas. Aku ikut merasakan bahagia. Akhirnya si bocah merasakan bagaimana ada seseorang yang mencintainya. Aku mengenal baik karakternya, ia tidak akan menelantarkan seseorang yang telah mmberinya cinta. Hingga akhirnya, ia kembali di tikam. Tak bisaku bayangkan, masalalunya pasti kembali menghantuinya. Ah, aq ingin memeluk erat sahabat kecilku pada waktu itu.
Ia tetap melanjutkan hidupnya. Tersenyum dan tertawa bersamaku. Kami tahu dirinya, senyumnya terpaksa dan kami tahu itu caranya menutupi sakit, gelisah dan kecambuk yang tidak kami ketahui.
Hingga tibalah hadir sosok teman baru. Entah bagaimana ceritanya, lagi-lagi si gadis udik merasa kecewa. Ia tidak ingin mengulang masa lalu dan tidak ingin MEMAHAT SAKIT LEBIH DALAM. Dasar gadis malang, akhirnya memutuskan berhanti dititik ini. Ia mulai belajar tegas pada dirinya sendiri, sekalipun harus menyiksa dirinya sendiri.
Pernah suatu ketika,
"apakah kau mencintainya?",
"masih. Tapi aq tdk ingin melanjutkan cinta yg bertepuk sebelah tangan". Jawabnya sekenanya.
"Apa yg mmbuatmu suka padanya?"
"Karena dia lebih memprioritaskan Tuhan".
Dia teman ter tulul yang pernah aq temui. Ia rela nampak bodoh meskipun dia tidak terlalu bodoh. Terlalu bodohnya, dia selalu berharap dan berharap meskipun yang di harapkannya jelas tidak bisa memberikan harapan lagi padanya. Sintingnya lagi, dia masih mengemis kepada Tuhan. Ah, saya bosan menasehatinya.
Ah, dia terlalu setia untuk ukuran orang normal. Entahlah apa yg ada di dalam otak si gadis kelahiran bandung ini. Ia selalu mengecek ponsel, meski ia sadar, mustahil dia menghubunginya. Ah, harapan terlalu tinggi itu memang menyakitkan. Anehnya, sudah tahu dan menyadarinya masih saja dilakukan. Atau ketika kita sengaja berlibur, ia selalu berceletuk "di tempat ini kita bertemu", dgn suara berat tertahan. Saatku menoleh kepadanya, ia berusaha tersenyum. Meskipun ilmu sok tahuku dia merintih.
Memecah dramatisasi "dia sudah pergi, tidak akan mungkin kembali. Kau yg mengusirnya sendiri. Seandainya yang itu mulai mndekatimu lagi bagaimana?"
"Aq tidak yakin, dulu aq pernah mencintainya. Karen keegoannya dan pernyataannya aku mundur & tidak ingin lagi melukai diri sendiri. Entahlah". Jawabnya bimbang.
"Dia melihatmu sendiri terlihat senang. Dia mulai mendekatimu lagi nampaknya!"
"Selamanya akan dianggap teman. Siapapun yg mendekatiku sekarang harusnya ini kabar baik". Bisiknya dgn kepala menunduk, nampak tak semangat. Dan lagi-lagi ia kembali melihat ponselnya.
Terkadang sebagai teman kecilnya merasa tulul sekali dirinya. Banyak potensi dan kesempatan. Bahkan berapa orang yang tertarik padanya mundur duluan karena dipandang tak sebanding. Banyak laki-laki yang kalah terlebih dahulu mlihat potensi dan kemampuannya. Tetapi dia selalu saja merasa orang yg tergagal dan terburuk.
Ah, entah siapa selanjutnya yang bisa membuat sahabatku kembali hidup. Semoga di akhir cerita, dia di dapatkan laki-laki yang memang mencintainya. Agar luka yang tergores dimana-mana sembuh total. Agar luka lama tidak lagi kembali, disaat kegagalan dan ketidakberpihakan terjadi dalam hidupnya. Jika sekarang blm ada yg bersedia menyembuhkan lukamu, akulah yang akan menjaga sementara waktu sampai pulih dan kan ditemukan. Ketika air mata menetes, aku yang akan menyekanya. Meski aku teman yang frontal, itu hanya demi kau sadar dan terbangun dalam pengharapanmu yang tidak tersampaikan. Dari sahabat, teman satu jiwa dan ragamu, sang sahabat yang menguasai tubuhmu
-@- "cebol ngayuh lintang", si bocah yang meminta pengharapan pada Tuhan.
November 2014,
Di tengah pergantian malam dan pagi

Si Kepala Batu Si Kepala Batu Reviewed by elisa on Friday, July 03, 2015 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.