Obrolan Siang Part 2 : Jangan Gantungkan Hidup Pada Suamimu



Jangan mengantungkan hidup seorang istri di tangan suami. Tidak ada yang tahu sampai kapan kematian akan datang. Mungkin bisa jadi istri lebih cepat dipanggil pulang, atau sebaliknya. Itulah yang ingin penulis soroti, jangan mengantungkan hidup pada penghasilan suami, menjadikan suami sebagai pencari dan penghasil uang untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Tidak ada salahnya seorang Istri membantu Suami mencari nafkah. Lebih bagusnya lagi, uang istri untuk kebutuhan orangtua dan mertua, terus yang penghasilan suami untuk kebutuhan sehari-hari (ini Cuma ide penulis sih :p )
Salah satu Dosen penulis, selalu menggadang-gadang untuk tidak menikah diusia dini. Karena akan menyumbang angka kemiskinan di Indonesia karena ketidakmatangan emosi dan ekonomi seseorang. Namun apa yang ditakutkan Dosenku nampaknya tidak bisa digeneralisasikan. Dilihat dulu konteksnya, karena pada dasarnya manusia itu dinamis, selalu berubah-ubah.
Apakah kamu sudah menikah? atau belum menikah?. Jika belum menikah, bagaimana pendapatmu setelah menikah? apakah kamu akan tetap bekerja dan berperan sebagai istri? Atau memutuskan total mengurus rumah dalam sehari-hari? Jawaban bisa bebas. Sedikit wacana, dan diskusi dengan kedua sahabat penulis saat makan siang. Bekerja setelah menikah memang hak setiap orang, memutuskan tidak bekerja setelah menikah juga hak setiap orang.
“Ibuku tidak suka setelah lulus langsung menikah, Ibu ingin melihatku bekerja terlebih dahulu sebelum menikah. Ibu ingin aku mendiri,” papar salah satu teman penulis. Memang pernyataan itu ada landasan. Kembali ke paragraf pertama, setiap orang tidak ada yang tahu garis kematian dari Tuhan. Banyak kasus yang kita lihat, banyak wanitia-wanita hebat yang berjuang membesarkan anak-anaknya yang masih kecil dengan keringatnya sendiri karena sang kepala rumah tangga harus pulang terlebih dahulu.
Ketika suami pergi dan dicabut sebagai “kepala rumah tangga” mau tidak mau hidup harus ditanggung oleh seorang wanita yang bernama “Ibu” (jika anak-anaknya masih kecil). Bukan bermaksud untuk lebih tinggi dari profesi suami atau merendahkan (bukan itu maksud disini), bagaimanapun juga Suami tetaplah memiliki kedudukan tertinggi dalam rumah tangga. Hanya saja, tidak selamanya hidup bergantung pada sosok Suami. Adakalanya suami tidak mampu berbuat apa-apa, adakalanya suami pulang terlebih dahulu, atau banyak juga kasus seorang kepala rumah tangga yang “Minggat” kita tidak ada yang tahu akhir dari kisah perjalanan hidup ini.
Itulah alasan kenapa diusia mudamu sekarang harus dimaksimalkan dan dimanfaatkan sebaik mungkin. Memiliki ketrampilan tentu poin ples, jika belum memiliki ketrampilan, masih ada waktu untuk mencari apa kesukaan kita. Jika ketrampilan tidak dimiliki, bisa melakukan kegiatan yang disukai dan totallah di dalamnya, siapa tahu itu awal dan bisa dikreasikan menjadi hobi yang berpenghasilan. Bukankah wanita diberi keistimewaan untuk menjalan pikiran dan hati, sehingga lebih tajam dalam melihat sesuatu dibandingkan suami? (why you don’t try it!). Apa yang harus ditawarkan jika tidak memiliki pengalaman, kemampuan dan tidak pula memiliki jaringan? Itulah orang tua kita bekerja kasar dan apa adannya dengan gaji yang sangat-sangat tidak layak dari tenaga yang dikeluarkan. Jika permasalahannya Suami tidak mengijinkan tidak bekerja setelah menikah, banyak kegiatan dan cara untuk mengasah ketrampilan dan kemampuan yang dimiliki.

Istri dan Suami Jangan berlebihan Dalam Bekerja
Jangan berlebihan dalam bekerja, sehingga anak, suami tidak diperhatikan dan meninggalkan kewajiban seorang istri. Dampak secara psikologi untuk anak tentu sangat terasa, dampaknya tidak bisa dilihat secara instan, dampak akan terlihat setelah waktu yang lama. Ketika ingin diperbaiki, akan sulit, karena menyangkut secara psikologis (terutama psikologis anak).
Suami dan Istri jangan berlebihan dalam bekerja. Gila kerja memang tidak baik untuk keluarga. Kembali bertanya pada diri sendiri, tujuan bekerja untuk siapa? Keluarga bukan? Agar keluarga bahagia dan berkecukupan bukan?. Dan ketika gila kerja menjadi kebiasaan, maka tunggu tanggal mainnya. Tanggal pertengkaran kecil yang semakin membesar dan bisa menjadikan akar permasalahan terjadinya perceraian. Tidak heran jika banyak kasus mereka yang gila kerja lebih berpotensi melakukan serong kanan dan serong kiri. Dunia kerja memungkin banyak hal bisa terjadi, seperti perselingkuhan. Ujung-ujungnya, tujuan awalnya terlupakan dan terlanjur menikmati kepuasan yang tidak didapatkan di dalam rumah.
Jadi, bekerjalah secara proporsional. Jangan memforsir demi mengejar uang agar keluarga bahagia. Uang memang penting, tetapi uang bukan tujuan. Uang hanya salah satu diantara banyak hal yang menentukan kebahagiaan. Jika yang dikejar adalah kebahagiaan, maka kebagiaan bersama keluargalah yang lebih penting dan lebih berharga dari sekedar uang. Kebersamaan adalah kunci kebahagiaan, Kebahagiaan ada di dalam hatimu, bukan ada di uang, jabatan, pekerjaan, maupun dipandangan orang lain.

Obrolan Siang Part 2 : Jangan Gantungkan Hidup Pada Suamimu Obrolan Siang Part 2 : Jangan Gantungkan Hidup Pada Suamimu Reviewed by elisa on Monday, April 28, 2014 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.