Komunitas Kandang Kebo : Blusukan guna Melestarikan Cagar Budaya


Sebuah rumah di pinggir jalan kawasan Ngalian, Widodomartani, Ngemplak, Sleman bertuliskan kalimat berbunyi “Komunitas Kandang Kebo” memaksa orang yang melihatnya mengerutkan dahi. Komunitas apa ini? Seperti yang kita ketahui, kebo atau kerbau sering dianggap sebagai binatang bodoh. Di sisi lain, kerbau juga binatang yang disiplin. Ketika menggembala kerbau jika sudah waktunya pulang maka kerbau itu akan pulang sendiri. Tidak seperti sapi yang harus digiring untuk pulang. Zaman Majapahit dulu, kebo atau kerbau ini digunakan sebagai nama kebanggaan yang disematkan di depan nama orang. Kebo Iwa, Kebo Marcuet, Kebo Anabrang, Kebo Kenanga semua berada dalam catatan sejarah.
Foto: Indah
Banyak situs kebudayaan yang tidak terawat dan belum terdaftarkan dalam Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB). Hal itu menjadi salah satu tujuan didirikannya komunitas ini. “Mulanya berasal dari grup Facebook yang memiliki kesamaan hobi yaitu pecinta cagar budaya. Dulu grup kami bernama The Lost History of Kandang Kebo kemudian kami menyebutnya Komunitas Kandang Kebo,” Dr. Maria Tri Widayati, SS, M.Pd selaku koordinator  pelaksana mengungkap cikal bakal terbentuknya Komunitas Kandang Kebo.
Maria, Dosen Politeknik Akademi Pariwisata Indonesia ini menuturkan lebih jauh jika Komunitas Kandang Kebo mulai digagas tahun 2014 dan mulai aktif pada tahun 2015. Memiliki anggota dari berbagai kalangan. Komunitas ini bersifat nonformal. Siapapun bisa bergabung dan ikut berpartisipasi dalam kegiatannya. Bukan hanya kalangan tua saja, namun remaja maupun mahasiswa menjadi partisipan.
Seorang arkeolog dari UGM ini menuturkan jika tujuan kegiatan Komunitas Kandang Kebo ialah blusukan mencari benda peninggalan sejarah yang tidak terurus kemudian melaporkannya pada BPCB. “Blusukan bersama dilakukan minimal sekali dalam sebulan di wilayah DIY. Secara pribadi teman-teman blusukan sendiri di sela-sela kegiatannya kemudian hasilnya didiskusikan bersama. Pokoknya senang, tidak peduli biaya. Karena kami mencintai dan peduli pada peninggalan leluhur,” tambah Maria didampingi suami ketika ditemui di kediaman yang mana juga menjadi basecamp Komunitas Kandang Kebo.
Foto: Indah
Ibu dari dua putra ini menyampaikan bahwa kadang masyarakat bingung kalau menemukan situs peninggalan, bingung mencari solusi sehingga tidak ada tindak lanjut. “Kami memiliki program untuk memberikan edukasi pada masyarakat berkaitan dengan cagar budaya. Memberi pengertian agar tidak merusak dan mengambil serta mengkomunikasikan pada Balai Pelestarian Cagar Budaya pada situs yang ditemukan,”
Salah seorang partisipan yang baru pertama kali meramaikan kegiatan ini mengatakan bahwa dirinya bisa menambah wawasan dan pengalaman. “Selain untuk menambah pengetahuan, kegiatan ini juga memiliki nilai sosial yang tinggi. Kita diharuskan menjaga peninggalan leluhur sebagaimana mestinya,” tandas Ivone ibu rumah tangga yang ikut berpartisipasi.
Saat BIAS berkunjung, Komunitas Kandang Kebo sedang mengadakan acara sarasehan. Sarasehan kali ini membahas sikap yang harus masyarakat ambil setelah menemukan situs peninggalan. Dalam sarasehan itu menghadirkan Marsis Sutopo, Msi (mantan Kepala Balai Konservas Borobudur), Antar Nugroho (Bagian Pemugaran BPCB DIY), dan Wahyu Kristanto, SS (dari BPCB Jawa Tengah). Acara ini juga dihadiri oleh beberapa komunitas lain tetapi memiliki tujuan yang sama. Mereka berasal dari DIY dan luar wilayah DIY seperti, Pekalongan, Magelang, Kediri, Tulungagung, dan Semarang. Bersama-sama akan melakukan blusukan lagi esok hari. (Indah Anggraini)



Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 1, 2018

Komunitas Kandang Kebo : Blusukan guna Melestarikan Cagar Budaya Komunitas Kandang Kebo : Blusukan guna Melestarikan Cagar Budaya Reviewed by elisa on Thursday, April 25, 2019 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.