Kedai Wedangan : Berbagi Dengan Sederhana

Kedai Wedangan berbagi buku sambil menikmati panorama pantai Selatan dari atas bukit Watu Lumbung. Lokasinya berada di bukit Watu lumbung, Parangtritis, Kretek, Bantul. Tempat ini semacam lesehan tempat makan out door yang menawarkan menu makanan saja, tetapi menawarkan segudang edukasi positif. Milyarto Suryo Nagoro, atau biasa disapa Iyok, Owner Kedai Wedangan memulai usaha ini sejak 26 Januari 2015 yang lalu.
Iyok foto bersama di depan Kedai Wedangan
Dari luar, Kedai ini terlihat biasa, tidak ada sisi kemewahan. Setelah masuk ke dalam, dijamin, betah berlama-lama ditempat ini. Di bawah pohon Talok mas Iyok dan saya duduk di atas kursi yang terbuat dari potongan kayu yang anyam. Di depan kita, terdapat akar besar yang dimanfaatkan sebagai meja pun sudah tersaji dua es jeruk, dan secangkir kopi panas. Di sisi Barat saya, terdapat dua ayunan kayu bertalikan dadung. Terlihat juga meja yang hanya terbuat dari belahan kayu tidak diplitur ditantung di cagak kayu pula. Terlihat pengunjung yang asyik sambil membaca buku, duduk menikmati hamparan pantai selatan membelah langit, seolah menyatu dengan langit. Terlihat petak sawah yang menghijau dari kejauhan. Angin sepoi-sepoi, terdengar sesekali angsa berkoak dan suara anak ayam yang saling berebut makan. Nuansa pedesaan yang sarat keasrian dan kesederhana benar-benar menonjol.
“Srupt,” Mas Iyok meneguk kopinya, duduk di samping saya, dan berceritalah Ia. Konsep yang diusung Kedai Wedangan adalah berbagi dengan cara sederhana, lewat apa saja yang bermanfaat bagi sesama dan bersifat mengedukasi. Ditempat ini terdapat perpustakaan sederhana, dibangun atas dasar swadaya masyarakat yang ikhlas menukar tiga bukunya dengan free menu di Kedai Wedangan. Pengunjung yang datang tidak hanya menikmati pemandangan dan menu saja, pengunjung juga sangat diperbolehkan membaca buku dari perpustakaan yang disediakan.
banyak program edukatif lain. Seperti program berbagi bahasa. Pengunjung yang datang dapat menyumbangkan puisi pendek dengan bahasa daerah masing-masing. Kemudian puisi tersebut dibacakan ditempat umum. Kedai Wedangan akan mengabadikan dalam bentuk  video, sedangkan karya cipta puisinya dikumpulkan dibukukan.
“Sebenarnya itu mengingatkan kembali daerah kita, melestarikan bahasa daerah, apalagi di Jogja ini banyak pelajar dan mahasiswa perantau, mereka bisa membuat puisi menggunakan bahasa daerah mereka,” tambah Iyok ketika ditanya alasan kenapa puisinya menggunakan bahasa daerah.
Program Kedai Wedangan tidak berhenti itu saja. Ada program lain, yaitu kelas berbagi. Di kelas berbagi inilah teman-teman dari segala lingkup dapat membuat program workshop. Baik itu workshop lingkup senirupa, pendidikan sampai cabang ilmu lain, yang intinya mendidik, membangun dan positif.

Konsep Kedai Wedangan yang dibangun Iyok, sebagai Owner memang diperuntukan untuk anak-anak muda Yogyakarta. Karena remaja masih memiliki semangat dan rasa ingin tahu yang besar. Ia ingin mengajak energi positif itu untuk hal positif. Begitupun dengannya yang masih tergolong masih muda, Ia juga mengkonsep kedainya sedemikian rupa. Sederhana namun pesan yang ingin disampaikan begitu mulia.
Di pintu masuk terdapat Gong berwarna kuning. Saat ditanya arti dari Gong tersebut, Iyok pun memaparkan bahwa Gong sebagai alat musik tradisional, mengingatkan agar Kedai Wedangan peduli dengan budaya yang sudah ada. Kemudian, ditempat pemesanan menu terbuat dari gedek yang digambar burung hantu. “Burung hantu itu melambangkan kebijaksanaan. Kemampuan burung hantu yang bisa memutar kepalanya 180 derajat, itu berarti kita peduli terhadap lingkungan sekitar. Mata kita, telingga kita dan hati kita peduli dengan lingkungan sekitar,” ceritanya. Adapun makna warna kuning dan coklat, juga memiliki arti sendiri. kuning warna cerah, ceria, segar identik dengan anak muda. Sedangkan warna coklat warna tanah, filosofinya bijaksana dan stabil.
Harpaan dan pesan yang ditonjolkan lewat filosofi yang ada itulah, Ia ingin menegaskan bahwa berbagi itu tidak selalu dengan materi berupa uang. Baginya, buku bekas yang ditukar dengan uang, atau pengunjung yang mau show up dengan membaca puisi dapat free menu tidak membuatnya merasa rugi. Secara materi memang rugi, tapi baginya cara-cara yang dia lakukan justru menguntungkan untuk beberapa tahun yang akan datang. begitupun dengan peralatan meja kursi dan lainnya yang sangat sederhana, Ia ingin menunjukan bahwa segala semua berangkat dari niat. “Apa yang kita punya, kita bagi. Jika ilmu dan pengalaman yang kita punya, ya itu yang kita bagikan. Berbagi dengan apa yang disanggupi dulu,” tutupnya.  (Elisa)


Diterbitkan, Tabloid Remaja BIAS, Edisi 2 | Th. XXI | 2016
Kedai Wedangan : Berbagi Dengan Sederhana Kedai Wedangan : Berbagi Dengan Sederhana Reviewed by elisa on Thursday, November 03, 2016 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.