Cebol Ngayuh Lintang



Malam selalu datang, selalu berharap, seperti cebol yang ingin meraih bintang. Gadis itu memang benar-bemar keras kepala. Entah sampai kapan kepala batunya akan remuk. Semakin lama kasihan aku memandanginya. Setiap bermain berdua, sering sekali ia memandangi ponselnya. Sesekali membuka pesan itu, sejurus kemudian kembali menutup ponselnya lagi. Wajahnya pucat, menyebalkan dan serba tidak enak dipandang. Lebih suka berdiam, sejak itu ia kembali menjadi orang pendiam. 8 tahun yang lalu ia lebih ceria dan ramai. Semakin kesini semakin perlahan berubah menjdi seorang yang lebih banyak diam.
Setiap kali ia dihantam dan tersakiti, ia selalu berubah. Ah, nampaknya gadis itu mulai lelah dan putus asa. Mungkin juga gadis udik itu tengah berfikir. Memikirkan nasibnya, atau sekedar menata hati. Atau bisa jadi gadis ini mendramatisir hidupnya.
Kasihan teman kecilku satu itu. Ia seperti anjing bodoh yang terbuang. Meskipun cukup pintar, dia tidak tahu jalan pulang. Sejak dahulu memang keras kepala, justru sikapnya yang keras kepala itulah, dia terlalu baik untuk orang yang telah menyakitinya. Lihat saja mereka yang telah menikamnya dari belakamg hingga remuk redam, akhirnya di maafkan juga tanpa syarat.
Kemudian si Alif, lelaki cap playboy kakap juga pemberian maaf tanpa syarat diberikannya. Dengan sok keren, si bocah udik tetap menghadiri pernikahan si playboy kelas buaya itu. Seolah tidak tidak pernah disakitinya. Entah hatinya terbuat apa, sehingga begitu mudah mengalah demi dalih "agar kau bahagia". Sinting memang gadis berambut pirang satu ini. Sdh tahu disakiti, masih berani jatuh cinta lagi pada lelaki yang jual mahal dan memiliki gengsi super tinggi, jatuh hati pada teman satu kampus beda jurusan. Seperti yang sebelum-belumnya, berujung pada kekecewaan lagi. Beda kali ini, si sinting temen kacilku kali ini lebih ikhlas dari pengalaman yang lalu.
Ku rasa perjalanan hidupnya berakhir bahagia pada waktu itu. Waktu ketika datang sosok istimewa menghampirinya. Ku lihat kembali rona wajah yang cerah ceria dan bergembira. Meski tidak bercerita banyak, setidaknya rona itu terlihat jelas. Aku ikut merasakan bahagia. Akhirnya si bocah merasakan bagaimana ada seseorang yang mencintainya. Aku mengenal baik karakternya, ia tidak akan menelantarkan seseorang yang telah mmberinya cinta. Hingga akhirnya, ia kembali merasa dipermainkan. Tak bisaku bayangkan, masalalunya pasti kembali menghantuinya. Ah, aq ingin memeluk erat sahabat kecilku pada waktu itu.

Ia tetap melanjutkan hidupnya. Tersenyum dam tertawa bersamaku dan bersama kedua temanku. Kami tahu dirinya, senyumnya terpaksa dan kami tahu itu caranya menutupi sakit, gelisah dan kecambuk yang tidak kami ketahui.
Hingga tibalah hadir sosok teman baru. Entah bagaimana ceritanya, lagi-lagi si gadis udik merasa kecewa. Ia tidak ingin mengulang masa lalu dan tidak ingin MEMAHAT SAKIT LEBIH DALAM. Dasar gadis malang, akhirnya memutuskan berhanti dititik ini. Ia mulai belajar tegas pada dirinya sendiri, sekalipun harus menyiksa dirinya sendiri. Pernah suatu ketika terlibat percakapan "apakah kau mencintainya?",
"Masih. Tapi aku tdk ingin melanjutkan cinta yang bertepuk sebelah tangan". Jawabnya sekenanya.
"Apa yg mmbuatmu suka padanya?"
"Karena dia lebih memprioritaskan tuhan".
Dia teman tertulul yang pernah aq temui. Ia rela nampak bodoh meskipun dia tidam terlalu bidoh. Terlalu bodohnya, dia selalu berharap dam berharap meskipun yang di harapkannya jelas tidak bisa memberikan harapan lagi padanya. Sintingnya lagi, dia masih mengemis kepada Tuhan. Ah, saya bosan menasehatinya.
Ah, dia terlalu setia untuk ukuran orang normal. Entahlah apa yang ada di dalam otak si gadis kelahiran bandung ini. Ia selalu mengecek ponsel, meski ia sadar, mustahil dia menghubunginya. Ah, harapan terlalu tinggi itu memang menyakitkan. Anehnya, sudah tahu dan menyadarinya masih saja di lakukan. Atau ketika kita sengaja berlibur, ia selalu berceletuk "di tempat ini kita bertemu", dgn suara berat tertahan. Saatku menoleh kepadanya, ia berusaha tersenyum. Meskipun ilmu sok tahuku dia meritih.
Memecah dramatisasi "dia sudah pergi, tdk akan mungkin kembali. Kau yg mngusirnya sendiri. Seandainya yang itu mulai mendekatimu lagi bagaimana?"
"Aq tidak yakin, dulu aku pernah mencintainya. Karen keegoannya dan pernyataannya aq mundur & tidak ingin lagi melukai diri sendiri. Entahlah". Jawabnya bimbang.
"Dia melihat kau sendiri terlihat senang. Dia mulai mendekatimu lagi nampaknya!"
"Toh yg saat ini sudah benar-benar pergi, selamanya akan di anggap teman. Siapun yang mendketkku sekarang harusnya ini kabar baik". Bisiknya degan kepala menunduk, nampak tak semangat. Dan lagi-lagi ia kembali meliht ponselnya.
Terkadang sebagai teman kecilnua merasa tulul sekali dirinya. Bnyk potensi dan kesempatan. Bahkan berapa orang yg tertarik padanya mundur duluan karena dipandang tak sebanding. Bnyk laki2 yg kalah terlebih dahulu mlihat potensi dan kemampuannya. Tetapi dia selalu saja merasa orang yg tergagal dan terburuk.
Ah, entah siapa selanjutnya yang bisa membuat sahabatku kembali hidup. Semoga di akhir cerita, dia di dapatkan oleh laki-laki yang memang mencintainya. Agar luka yang tergores dimana-mana sembuh total. Agar luka lama tidak lagi kembali. Kau adalah teman terbaik, ada saat kau senang dan sedih. Jika sekarang belum ada yang bersedia menyembuhkan lukamu, akulah yang akan menjaga sementara waktu sampai pulih dan kan ditemukan. Ketika air mata menetes, aku yg akan menyekanya. Pernyataan frontalku, itu hanya demi kau sadar dan terbangun dalam pengharapanmu yang tidak tersampaikan. Dari sahabat, teman satu jiwa dan ragamu, sang sahabat yg mnguasai tubuhmu.

Cebol Ngayuh Lintang Cebol Ngayuh Lintang Reviewed by elisa on Wednesday, September 24, 2014 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.