SKEMA



Beberpa teman lama yang diajak chat bermain Jendela Johari. Dia masih sama seperti dulu. Dia orang yang baik, saat aku butuh bantuan, dia selalu membantuku. Pernah juga kita melakukan sesuatu konyol, misalnya menjadi pacar pacar pura-pura. Saat aku ingat itu, aku ingin tertawa. Hal terkonyol yang pernah aku lakukan, herannya dia membantuku tanpa pamrih. Kita sama-sama berasal dari desa, bocah udik yang masih polos, bahkan senyum kita benar-benar polos. Setiap kali liputan, kita berjalan berdua, dan masih menggunakan seragam sekolah. sebenarnya banyak pertolongan kecil, tetapi itu ternyata aku rasakan sangat berkesan. Dia adalah teman sekaligus rekan kerja disalah satu lembaga di Media Massa. Lebih tepatnya, setelah dia tidak lagi tergabung, perlahan komunikasi kita mulai berkurang, karena kesibukan kita masing-masing.
Ada satu lagi, orang yang aku kenal lewat duniia maya. Dia adalah rekan kerja di salah satu perusahaan penulisan dari Bandung. Katannya dia suka denganku, dan pernah mengatakan itu langsung di depanku, sebenarnya aku takut. Karena berasal dari kota yang sama, kita pun hanya berteman seperti teman biasa (disamping itu dia masih tetep dengan rasa ketertarikannya padaku : aku persetan dengan hal itu, tidak aku pedulikan-rasa takut aku terpaut padanya sempat ada). Yah, mungkin aku seperti dia. Terjebak dari kata pertemanan. Masalah yang berawal dari pertemanan.
Ku turuni tangga, berlari kecil, terlihat enerjik itulah aku, lincah, slengekkan itulah aku. Aku menuruni tangga, menggejar salah satu teman.
“Mas Agus…” teriakku “Wait me, I wil tell you. I have ask for you,” kataku sambil sok inggris-inggris.
Aku menghampiri mas Agus yang sibuk dengan laptopnya, aku duduk agak jauh darinya. Diskusi pun membuatku gerah. Tetapi cukup rasional, dan menyadarkanku. Di sisi lain, hatiku berbisik segala kemungkinan, pratanda aku tidak boleh menelan semua hasil diskusi ini. Yah, inilah mas Agus, sosok orang yang asyik di ajak ngobrol. Sukanya ngombali cewek, dan dia tidak terlalu buruk untuk dimintai solusi dan sudut pandang.
“Perhatikan skema gambar ini, ketika kamu di posisi ini, ada beberapa kemungkinan. Jika kemungkinan itu condong ke atas, kamu tidak perlu mencemaskannya. Nah, jika kemungkinan itu condong ke bawah, maka di sini ada banyak cabang, cabang inilah yang benar-benar harus kamu pahami, kamu di cabang yang mana,” paparnya. Aku mengikuti pergerakan garis tangan Mas Agus, seperti biasa, aku antusias dan diam. Mengamati dan melihat, mencermati skema.
“Paham?!” tanyanya mengagetkan renunganku.
“Oke, jika kamu aku posisikan di posisi bawah, kenapa kamu memutuskan seperti itu? Apa karena faktor yang di skema atas ini? terus mengapa saat aku putar skema di sudut itu (menunjuk skema lain), bagan utama skema yang ini juga lepas?. Harusnya kalo skema ini mengarah ke atas, tidak akan cacat saat aku mengoreksi teori skema Edwart Le Thordike ini mas!” tanyaku mencoba menelisik lebih jauh, menguras sedalam-dalamnya.
Kita terlihat serius, bahkan dua teman pun tertarik bergabung membahas skema. Yah, dialah mas Agus. Sosok teman yang paling enak di ajak bertanya. dan sejenak aku berfikir, jangan-jangan aku hanya seperti mas Agus. Satu poin penting untuk dicatat sebagai kamus dokter cinta, seseorang nyaman dengan kita karena kenyamanan diajak berdiskusi, sekedar itu. Setelah panjang kali lebar, akirnya kita pun berpisah meneruskan aktifitas kita.
Sebelum berdikusi dengan orang dari sudut pandang laki-laki, tentu saja sahabatku adalah orang pertama. Kata orang-orang, orang yang ekstrovert memiliki banyak sahabat. Kalo bagiku, lebih tepatnya banyak teman, tetapi sedikit sahabat. Lebih tepatnya lagi, di anggap sahabat oleh orang lain, tetapi dari sisi akunya menganggapnya teman. Sebagai teman yang selalu menolong teman yang membantuhkan, setelah itu bertekat pada diri sendiri untuk meminimalisasi meminta bantuan kepada teman.
“Oke sekarang permasalahnnya skemamu yang salah. Kamu salah dan temanmu sudah salah membuat skemanya. Harusnya skemanya kamu buat lurus sejak awal, tetapi kalian yang membuat skema melengkung, terlalu banyak lingkarang. Ketika kamu ingin menghapus dan ingin merubah garis lurus, kalian terlanjur mengambar menggunakan bolpoint, dan tidak bisa dihapus pakai penghapus pensil,” papar sahabatku, aku masih mendengarkan, dan mencoba menerapkan  pembuatan skema yang benar. Aku mengakui kesalahanku aku membuat garis melengkung, tidak mempertimbangkan.
Dari dua kepala gender yang berbeda, solusi juga beda. Wanita lebih emosional, dan laki-laki lebih rasionalis dan terkesan kalem. Setelah itu, mancing topik ngobrol sama salah satu Dosen. mengangkat topik yang hampir sama. Setelah melakukan banyak pendekatan dan sudut pandang, terakhir adalah merenungkan. Mnyaring antara kata hati dan pikiran, di sini harus berhati-hati. Karena bisikan hati dan pikiran itu sangat sangat lembut dan sensitif. Jika di putuskan secara emosional, maka hasilnya akan menciderai jalan tengah.

Teringat kata Leaderku, “maksudnya ini apa? Saya tidak paham, tolong jelaskan, yang bisa menjelaskan ini hanya kamu, karena kamu yang membuatnya, dan kamu harus bisa mempertahankan argumenmu di depan para penguji,” kalimat yang keras bagiku, teteapi kalimat ini jika diterapkan dalam kesalahanku membuat skema memiliki kesamaan. Dalam hal ini, aku paling sulit untuk melakukan. Dan akirnya, aku masih binggung. “ANDA PENASARAN? Sama, aku juga”
SKEMA SKEMA Reviewed by elisa on Wednesday, January 29, 2014 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.