Friday, February 28, 2020

Perkembangan Make Up di Kalangan Pelajar, Pantaskah?


Mengutip kata Gus Muwafiq di salah satu ceramah di Youtubenya bahwa wanita diciptakan tidak sempurna. Maka, lelakilah yang wajib menyempurnakan wanita dengan cara memberikan bedak dan gincu. Tentu saja, konteks kalimat gus Muwafiq ini ditujukan oleh sepasang suami istri.
Fashion dan make up memang erat kaitannya dengan wanita. Jadi sudah hal lumrah dan biasa jika mereka memperhatikan penampilan sedemikian. Tidak hanya menarik dikalangan orang dewasa, dua fashion dan make up juga menjadi daya tarik bagi sebagian kaum wanita. Bahkan dikalangan pelajar pun juga menanggapinya terlalu antusias.
Sayangnya, antusiasme para pelajar disikapi kurang tepat. Salah satu contoh kasus, ada beberapa pelajar yang ke sekolah menggunakan make up secara berlebihan ketika ke sekolah. Sampai-sampai, dikit-dikit membenahi dandanannya ditengah jam pelajaran berlangsung.
Melihat fenomena seperti itu, ternyata banyak tanggapan dan respons dari pelajar. Salah satunya pelajar asal SMK 2 Pengasih, Meylia Wahyuning Tyas merasakan penampilan pelajar sekarang sangat fashionable dan bisa dibilang banyak yang berpoles tebal dengan lipstick tebal.
“Menurut pandangan saya, mereka dandan bukan seperti dandanan anak sekolah pada umumnya” tegasnya siswa yang baru duduk di jurusan 11 Musik.
BACA JUGA : MELIRIK GAYA HIDUP KIDS JAMAN NOW
Senada dengan pelajar SMKN 2 Yogyakarta, Dea Nur Fadila yang tidak setuju dandan terlalu menor. Menurut pelajar yang tengah duduk di kelas 11 Pemasaran, khususnya seorang pelajar, dandan berlebihan tidak perlu. Cukup menggunakan liblam dan bedak sewajarnya saja.
Lantas, apa sih latarbekalang pelajar sekarang sangat mempedulikan penampilan secara berlebihan? Ternyata, mereka tampil cantik bukan tanpa alasan, seperti teman Dea, ada yang tampil cantik dengan make up karena ingin terlihat wah dihadapan cowok yang disukai.
Meskipun ada yang berpenampilan menonjol menggunakan make up, masih banyak pula anak-anak yang berpenampilan natural dan biasa-biasa saja. Salah satunya pelajar dari SMK Budhi Dharma Piyungan, Estina Eka Febianti, jika konteksnya make up ketika di sekolah, menurutnya itu tindakan yang berlebihan dan kurang pantas dilihat. Kecuali diluar sekolah, itu hal wajar.
BACA JUGA : KURANGI NGECEK PERBANYAK NGOCO
Ketika ditanya, Estina Eka Febianti mengaku di sekolah tidak ada pelajar yang bernampilan menor. Ketika ditanya alasannya, jawab siswa jurusan Akuntansi ini pun sederhana, karena banyak teman-temannya berasal dari desa dan jauh dari kota, sehingga lebih cenderung berpenampilan apa adannya. Sekalipun ada, hanya memakai lipblam saja. (Elisa, Aura Nilam)


Dipublikasikan di Tabloid BIAS edisi 1 | 2019

Wednesday, February 26, 2020

Pelajar Jogja Ikuti Tren Fashion Masa Kini


Seiring berkembangnya jaman, tentunya akan selalu memicu adanya tren-tren baru. Perkembangan ini bisa dari segala macam ide, dari teknologi hingga cara berpenampilan. Dari setiap perkembangan tersebut, tentunya akan ada rasa ketertarikan tersendiri yang tentunya dianggap keren apabila mengikuti alur perkembangan tersebut. Maka dari itu, tak sedikit pelajar di Yogyakarta yang juga mengikuti perkembangan tren tersebut.
Add caption
Maria Angelita Dian Putri (15) dari SMA Tumbuh dan masih duduk di kelas 10 mengaku bahwa trend fashion yang ia ketahui saat ini adalah lebih banyak ke style-style yang beda dan lebih beragam.
Kalau cewek, style barat lebih mendominasi sama style korea gitu. Kalau cowok, tropical dan back to 90 atau 80’ s juga sekarang lagi banyak.” Terangnya.
Ia pun juga melihat perkembangan fashion saat ini sudah sangat bervariasi. Kayak banyak banget outfit yang sebenernya udah trend tahun 90/80, dan menariknya akhir-akhir ini juga menarik perhatian.
Terlepas dari semua perkembangan fashion yang sekarang merebak, bagi Lita penampilan yang pas untuk pelajar adalah yang sesuai selera.
BACA JUGA : BERGAYA DARI MENONTON
“Kalau berdandan jangan berlebihan, soalnya nanti kelihatan tua banget, dari segi kostum baju juga di-pas-in sesuai acara atau kondisinya,” ungkap Lita yang hobi menggambar. 
Tidak dapat dipungkiri bahwa gaya hidup, fashion dan tren adalah kiblat anak muda yang paling menarik untuk diikuti. Dari semuanya sebenarnya tidak ada yang salah atau benar, semua tergantung konteksnya apa dan dilihat dari sudut pandang dari mana. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah, pelajar salah dalam menempatkan. Nah, jika konteksnya adalah sekolah, kemudian berpenampilan fashionable dan keluar dari pakem aturan sekolah, maka itu bisa dibilang kurang tepat. Meskipun demikian, tidak semua yang seperti itu selalu salah.
BACA JUGA : TAKUT DIBILANG KUDET, REMAJA BERTINGKAH ALAI
Kenapa? Karena ada kasus tertentu. Seperti yang dipaparkan oleh Kepala Sekolah SMK Budhi Dharma, Pak Derman, sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa semua dilihat dulu dari sisi mana. Misal untuk SMK yang ada jurusan tata rias, ya wajar mereka dandan di sekolah, karena itu sesuai dengan jurusan dan pelajaran mereka. Misal, ada pelajar yang rambutnya dipirang atau dimacem-macem, kita lihat dulu juga, sekolahnya dimana dan jurusan apa saja. Jika ternyata memang sekolah di jurusan tata rambut, ya wajar juga gayanya seperti itu.
“Jadi intinya pantas dan tidaknya tetap dilihat dulu asal sekolahnya. Apakah dari kejuruan atau dari SMA. Jika dari kejuruan lihat dulu jurusan apa,” Pungkasnya. (Irukawa Elisa, Linda)

Dipublikasikan di Tabloid Bias Edisi 1 | 2019

Monday, February 24, 2020

Fashion yang Tepat bagi Remaja SMA

Berbicara soal fashion yang akhir-akhir ini sudah sangat familiar di telinga.  Apalagi sekarang di zaman industri 4.0 (dimana segala aktifitas bisa dilakukan dengan cepat menggunakan teknologi serba canggih. Tidak dipungkiri lagi dengan mudah seseorang bisa mengikuti gaya serta fashion seorang artis, selebriti dari tanah air maupun luar negri. Dapat dikatakan Fashion adalah gaya berpakaian yang digunakan setiap hari oleh seseorang, baik itu dalam kehidupan sehari-harinya ataupun pada saat acara tertentu dengan tujuan untuk menunjang penampilan.

Saat ini fashion sangat erat hubungannya dengan gaya hidup. Gaya hidup seorang individu dapat dinilai dari bagaimana dia berpakaian. Seiring berjalannya waktu gaya hidup pun ikut menunjukan dan menentukan status sosial dan pekerjaan dari seorang individu. Fashion tidak hanya berkaitan dengan gaya dalam berpakaian saja, akan tetapi berhubungan juga dengan gaya aksesoris, kosmetik, gaya rambut dan lain-lain yang dapat menunjang penampilan seseorang.
Lantas, apa pendapat Siswa MAN 2 Yogyakarta, Handarayu Maya melihat perkembangan fashion saat ini, khususnya dikalangan pelajar? Bisa dibilang Handarayu Maya tipe orang senang melihat teman-temannya menggunakan make up sewajarnya saja. Jika memang tertarik dengan dunia make up, alangkah lebih baik mengikuti kegiatan fashion show agar bakat yang terpendam dapat tersalurkan dengan maksimal, jadi tidak disalurkan ketika sekolah.
Baca Juga "BUDAYA RIAS WAJAH"
Lain cerita lagi dengan pendapat Siswa SMK Budhi Dharma Piyungan, Pratama Bekti Saputra. Menurut pelajar jurusan 12 Akuntansi ini menilai dandan dikelas itu nggak wajar jika berlebihan.
“Ya, kan di sekolah ada peraturan penggunaan make up di sekolah tidak dibolehkan. Sejujurnya saya tidak nyaman dan risi bentar-bentar lihat kaca saat dikelas,” ceritanya. Ketika ditanya, apakah dikelasnya ada yang suka dandan? Jawabnya ada, tapi standar.
 Detik ini orang dewasa, remaja serta anak balita pun sudah mengenal dunia fashion dan kosmetik. Fenomena semacam ini pun seolah sudah hal lumrah bagi pelajar bersolek di kelas. Tidak jarang pula ada yang rela melakukan perawatan rutin ke klinik sampai ada upaya memutihkan kulit dengan suntik vitamin C. Terkadang remaja SMA yang lagi tergila-gila dengan make up, ke sekolahpun mereka memakai make up bahkan lebih extream lagi mereka sampai membawa alat make up. Kemudian mereka di jam istirahat membuat tutorial make up bersama teman-temannya.
BACA JUGA : BAHAYA FANATIK TERHADAP IDOLA
Menanggapi hal semacam itu, Rica Nurvitasari, salah satu siswi di SMK Budhi Dharma yang suka berdandan. Meskipun senang berdandan, Ia mengaku tidak sampai melakukan perawatan, melakukan tutorial atau dibelain suntik putih.
“Kalo saya lebih suka yang alami,” tegasnya.
Ia pun hanya bermodal perawatan menggunakan bahan-bahan yang mudah di dapatkan dilingkungan rumah. Misal, menggunakan lidah buaya, jeruk atau menggunakan tepung beras. Menurutnya, cara itu lebih alami, minim risiko yang ditimbulkan. Untungnya lagi dari segi harga, sangat murah dan simpel. (Irukawa Elisa, Hanifa Noor)

Saturday, February 22, 2020

Budaya Rias Wajah yang Mulai Marak Dikalangan SMA/SMK, Mulai Dari Ingin Tampil Cantik Hingga Kebutuhan Sehari-Hari


Budaya rias wajah - Perasaan ingin terlihat modis dan cantik tentu dimiliki setiap manusia. Maka untuk menunjang penampilan tersebut dibutuhkan berbagai cara salah satunya yakni dengan merias wajah. Riasan wajah alias makeup sudah merambah dunia pelajar. Ya, jika dulu makeup hanya digunakan saat acara tertentu, maka kini pelajar sudah mulai menggunakan makeup untuk ke sekolah. Hal ini diakui oleh Sang Ayu siswi kelas XII IPS SMA Negeri 11 Yogyakarta yang biasa menggunakan makeup ke sekolah namun tidak menor.
"Biasanya cuma pakai lip tin aja sih, itu pun juga nggak tebel-tebel," jelas Ayu. Tidak hanya bagian pipi saja, bahkan Ayu juga pernah menemui teman perempuannya yang menggunakan extention dan alis yang tebal.
Hal senada juga dikatakan oleh Fadhilla Rizka, siswi SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, yang juga mengiyakan bahwa tren makeup ada di sekolahnya. Meski begitu Dilla masih menggapnya wajar karena belum ada yang terlalu heboh. "Paling cuma pake Liptint aja. Nggak yang sampek makeup banget gitu," katanya.
Dari pengakuan dua siswi SMA ini didapati bahwa penggunaan bedak dan liptint pada siswi perempuan sudah menjadi hal biasa. Meski begitu dari pihak sekolah telah memberi peringatan agar tidak menggunakan makeup di sekolah. Namun lain halnya dengan pendapat Rizky Firmansyah, siswa SMA Negeri 11 Yogyakarta yang mengaku risih ketika melihat seorang murid menggunakan makeup tidak pada tempatnya. Bagi Rizki sekolah merupakan tempat menimba ilmu, bukan tempat untuk pamer fashion.
Hal yang sama diutarakan oleh Bintang Isti, kelas XI Jurusan Otomatisasi Tata Kelola Perkantoran SMK Negeri 7 Yogyakarta yang mengaku tidak suka memakai makeup ke sekolah. Dirinya lebih senang tampil biasa aja dengan dandanan ala anak sekolah pada umumnya. "Aku nggak makeup an, menggunakan bedak tabur biasa jadi nggak mencolok," ujar Bintang. Meski begitu di sekolahnya SMK Negeri 7 Yogyakarta, Bintang mengiyakan jika masih ada teman-temannya yang menggunakan rias wajah yang menor. "iya masih ada, pakai lipt tint, lip gloss, dan lipstik," jelasnya.
Meski begitu pihak SMK Negeri 7 Yogyakarta tidak tinggal diam. OSIS dan Majelis Penegak Kedisiplinan kerap mengadakan sidang dadakan terkait makeup. "Jadi setiap hari tertentu ada osis/mpk yg ngecek tas setiap siswa. Terus nanti kalo ada yg bawa makeup disita," terang Bintang.
Ayu pun mengiyakan jika tidak jarang siswi yang masih bandel tetap menggunakan riasan bibir yang menor. Dirinya pun mengaku kalau juga memakai rias bibir ke sekolah. Tujuannya supaya bibir tidak kering dan terlihat menarik. "Kalau ada guru yang galak, biasanya langsung dihapus lipstiknya," cerita Ayu. Ia pun menceritakan jika sehari-hari ke sekolah biasanya hanya menggunakan skincare, pelembap, dan liptint yang tipis. Berbeda dengan Dilla dan Bintang yang lebih memilih tidak menggunakan riasan apapun saat ke sekolah. Bagi mereka, sekolah adalah tempat untuk belajar bukan adu fashion.
Nur Afifah, salah satu guru pelajaran di SMK Muhammadiya 1 Imogiri pun mengiyakan bahwa ada budaya yang mulai berubah terkait penampilan. Baginya penampilan baik rias wajah atau fashion jika itu berlebihan tidaklah baik. "Nek sekedar bedak sm lipbalm monggo, tapi kalau sampai pakai maskara, eyeliner itu sudah berlebihan," jelasnya.
Menurutnya hal ini disebabkan oleh perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh beragam faktor, salah satunya media sosial. Tren media sosial khususnya para influencer berperan dalam pembentukan karakter anak-anak sekarang. Mereka melihat para influencer diusia mereka telah menggunakan rias wajah sehingga anak-anak cenderung meniru. Untuk itu perlu pendampingan khususnya orangtua dan guru dalam membimbing anak-anaknya supaya dapat membedakan mana riasan yang baik digunakan di sekolah. "Jangan sampai niatnya ke sekolah tapi malah kayak mau ke fashion show," tutup Nur. (Novia Intan)

Dipublikasikan Tabolid Bias Edisi 2 | 2019

Tuesday, February 4, 2020

Melek Dunia Maya, Harus Ditingkatkan!


Literasi digital menjadi kebutuhan mendesak bagi masyarakat saat ini. Sebab kemajuan teknologi yang tidak diimbangi oleh kecerdasan dalam menggunakan perangkat teknologi modern. Media literasi memiliki pengetahuan tentang bagaimana media bekerja, bagaimana media membangun makna-makna sosial dan bagaimana media berfungsi dalam kehidupan kita sehari-hari. Tujuan utamanya adalah untuk mendidik masyarakat agar mampu menggunakan media secara cerdas dan kritis.
Seorang yang melek media kemudian menjadi seseorang yang mampu untuk membaca, memahami, menyeleksi, mengevaluasi, dan mengkritik isi dari berbagai pesan media. Dulu orang disebut buta huruf apabila belum bisa membaca dan menulis. Tetapi kini istilah "buta huruf milenial" adalah kondisi gagap teknologi (gaptek) alias minus literasi digital.
Percepatan teknologi digital dalam platform media sosial telah menumbuhkan laju interaksi antar manusia. Namun, ada lubang hitam di balik terbukanya ruang komunikasi media sosial. Kemampuan literasi dunia digital pun sangat dibutuhkan. Teknologi baru ini membuka kesempatan baru yang sangat luas untuk meningkatkan kehidupan manusia dan terhubung secara global.

Manfaat Literasi Digital
Hemat waktu, melek digital bisa menghemat berjam-jam dalam setiap bulan untuk mengerjakan tugas yang dahulu hanya bisa dilakukan secara offline. Hemat uang, dalam hal untuk mendapatkan kode kupon, situs belanja harian, situs perbandingan tempat belanja, dan aplikasi mobile lebih mudah untuk mendapatkan produk terbaik dengan harga terbaik.
Selain itu dapat mencoba hal-hal baru dan beberapa hal lama tanpa takut. Dengan literasi digital kita akan tetap terhubung, karena teknologi memungkinkan untuk berkomunikasi dengan siapapun, kapanpun, sesuai keinginan. Bisa mempengaruhi dunia istilah lainnya seperti ribuan bayi lahir di dunia setiap hari dan kita tidak pernah tahu siapa yang akan menjadi pemimpin generasi berikutnya.
Bahaya Penggunaan Literasi Digital
Literasi digital itu kemampuan untuk memahami informasi yang ada. Kini banyak orang yang melek digital, namun kurang untuk dalam hal literasi. Bukan hanya sekedar membaca sebuah informasi, tapi juga harus bisa memahami apa arti dari informasi.  Namun, karena kurangnya pengetahuan terhadap literasi media dan digital, menyebabkan masyarakat cemderung memanfaatkan pengetahuan yang ia miliki ke hal-hal yang bersifat negatif. Apabila ada sebuah berita yang belum diketahui sumbernya dengan jelas, mereka tidak berusaha mencari kebenaran berita tersebut tetapi justru masyarakat menelannya dengan mentah-mentah dan menyebarkanluaskan berita tersebut.
Penggunaan literasi digital dapat berdampak buruk juga bagi orang-orang yang faktor memiliki keterbatasan untuk mencerna dan memproses suatu informasi, antara lain adanya perubahan sosial yang cenderung lebih mengarah pada individualisme yakni masyarakat jaman sekarang cenderung lebih aktif pada media sosial daripada berinteraksi langsung.
Mulai terjadi pengikisan terhadap nilai-nilai warisan budaya yaitu dengan adanya pengaruh globalisasi membuat masyarakat lebih menyukai budaya baru yang muncul daripada warisan Indonesia. Terjadi kesulitan dalam melakukan kontrol terhadap pola perkembangan anak. Memungkinkan terjadinya plagiat atau penjiplakan terhadap hasil karya orang lain, semakin luasnya informasi di internet yang membuat orang ketika mengerjakan tugas enggan untuk berfikir dan memilih untuk copy paste. Mudah mempercayai berita hoax dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang literasi digital membuat seseorang dengan gampang menelan mentah-mentah berita yang sumber dan kebenarannya masih dipertanyakan.
Maka diperlukan adanya pendekatan multi dimensi dalam proses pembelajaran masyarakat agar terdidik secara digital, melek teknologi sekaligus cerdas, kreatif dan berbudaya. Di tengah banyaknya informasi di media digital, maka kemampuan literasi digital menjadi suatu hal yang strategis. Kemampuan mencari sumber informasi yang bisa dipertanggungjawabkan, menjadi krusial di tengah percepatan teknologi digital saat ini. Intinya mari kita kembali pada pendidikan yang berkualitas, kurikulum yang tepat di sekolah-sekolah serta edukasi menyeluruh yang harus dilakukan oleh segenap komponen bangsa untuk Indonesia yang lebih baik. (Linda) 

Di Publikasikan Tabloid BIAS, Eds 2 - 2019