Mimpi-mimpi Anak Kampung



Malam ini ku bertandang ke rumah salah satu teman SMK, namanya Ratih. Dia salah satu temanku sekelas. Dia orang terpandai di kelas di bidang Akuntansi, kebalikan dari aku, aku lebih ke otak kanan. Dia orang yang cukup enak di ajak ngomong, supel tetapi dia cukup tertutup masalah pribadinya. Sosok teman yang membuatku menangis setiap kali mengingat jalan hidupnya.
Pernah suatu hari, ketika semua teman-teman sekelas memutuskan hijrah ke negara sebelah, Ratih dan teman-teman termasuk aku, memutuskan tetap tinggal di Jogja. Meneruskan cita masing-masing. Ratih, cita-citanya ingin menjadi seorang akuntan, setelah lulus ingin melanjutkan kuliah. Meskipun sadar, orangtua tidak memiliki biaya untuk tetap sekolah. Ia tak putus asa demi ilmu. Menggunakan sepeda ontel, Ratih dan ayahnya bersepda ontel berdua. Mendaftarkan ke Perguruan Tinggi ini dan itu, mulai dari UGM, UPN, YKPN hanya menggunakan sepeda ontel berdua.
Berceritalah Ayahnya malam ini, “Nekat mbak dulu. Di rumah hanya uang 300.000 tapi tetep saja nyoba mendaftarkan. Padahal uang gedungnya minimal 10 jutaan yang jurusan akuntansi mbak. Dulu nyepeda, banyak yang melihat, tatapan mengejek. Tapi ya itu mbak~ urip nek ra rekoso udu urip mbak,” paparnya.

Banyak Perguruan Tinggi yang sudah dimasukinya, ia tidak lolos kuliah. Pernah suatu ketika ia bercerita tentang keinginan kuliahnya yang selalu susah. Kemudian aku bercermin, harusnya aku bersyukur lulus SMK langsung bisa masuk kuliah tanpa kesulitan. Yah~ secara ekonomi kedua orangtua kita memang tidak mampu. TAPI KAMI MEMILIKI MIMPI, meskipun mimpi kita berbeda, aku seorang penulis Ratih seorang Akuntansi seperti Sri Mulyani. “Mungkin belum rejekinya Tih, kamu sudah berusaha maksimall, hasilnya belum bisa kuliah. Ada rencana lain, PASTI itu,” kataku mencoba menenangkan.
Pernah suatu ketika, ketika pengambilan rapot di sekolah. Ayah Ratih dari Rumah mengendarai Sepeda, pulang Ratih membonceng Ayahnya mengendarai Sepeda. Kusukai dari Ratih, tidak malu dengan Ayahnya yang buruh bangunan dan bangga menggunakan sepeda ontelnya. Awalnya biasa saja, setelah pengambilan rapot dan melihat langsung kondisi fisik Ayahnya, hatiku sakit. Badannya kecil, dan kering. Usut punya usut ternyata Ayahnya sakit Jantung.
Suatu ketika sepulang dari PKL, Aku dan ketiga kawanku duduk di Bus Wonosari hendak pulang. Dibalik Jendela, lagi-lagi berpapasan dengan satu kawanku ini. Sedang membonceng ayahnya. Jelas terlihat peluhnya menetes dipelipis mata, nafasnya terengah-engah. Badannya yang kecil nampak perkasa. Inilah sosok laki-laki yang perkasa kedua setelah Ayahku (mungkin akan tergeser ketika besok sudahku temukan pangeranku, orang perkasa nomer 2 jadi pangeranku… hahahah ).
Pernah suatu ketika, saat aku sengaja mengantarkannya kesuatu tempat. Kita saling mengobrol. Selama satu tahun tidak  bertemu, selama itu pulalah aku menyimpan rasa penasaranku yang belum pernah terjawab. Saat itu aku mengantarkannya ke daerah pingit belajar Bahasa Inggris. Kali ini aku ikut karena saat itu ayahnya tengah sakit. Disepanjang jalan, seperti biasa, pura-pura bloon, polos, dan bertanya mengorek banyak hal. Saat aku tanya, jawabannya membuatku terharu “Aku tidak akan pernah malu. Bagaimanapun juga dia juga ayahku. Baik buruk, miskin – kaya, ya aku seperti ini. Dia tetap Ayahku. Dan Aku bangga memiliki Ayahku,” jawabnya. Sejak pengambilan rapot 5 tahun yang lalu, aku sudah bangga memiliki teman seperti dia.
Pernah suatu ketika, ia pernah bercerita tentang kehidupannya di rumah. Ia tidak pernah dianggap oleh lingkungannya. Keluarganya sering diejek oleh lingkungannya. Ia disepelekan, ia juga sering digunjingkan, ia sering dicela karena kasta ekonomi dibawah. Katanya “cebol ngayuh lintang”. Waktu itu aku ikut emosi mendengar ceritanya. Namun, kini telah berbalik. Kelas ekonomi, dan pandangan masyarakat juga banyak yang berubah.
Berceritalah Ayahnya malam ini, Beliau berpesan banyak hal “Mbak, nyuwun ngampunten banget lo mbak iki, mbak sudah punya skiill, lanjutkan itu, kembangkan itu. Jangan berhenti hanya satu media itu mbak,” Aku mengganggukkan kepala, antusias mendengarkan ceritanya. Kemudian ia Bercerita lagi, “Tetangga dulu memandang remeh keluarga mbak. Tetangga yang mapan, anaknya kuliah, sering mengejek, apa jadinya? Tidak jadi apa-apa. Sekarang mereka malu mbak dengan keluarga ini. orang tuanya yang dulu menyombongkan anaknya kuliah di perguruan tinggi ternama juga malu. Lulusan PT sama lulusan SMK lebih bagus lulusan SMK. Dulu ngatain sampai nangis-nangis,” Aku manggut-manggut mendengarkannya, di kepalaku banyak ilmu yangku dapatkan.
Engle yang ingin aku sorot lebih kepada MIMPI. Satu kelas, hanya dua orang yang memiliki tujuan yang jelas sejak SMK. Salah satunya Ratih. Saat itu, ia bermimpi menjadi seorang Akuntan dan aku seorang penulis, saat itu hanya dianggap angin lalu. Konsistensi, kegigihan dan NEKAT mengantarkan kita mencapai hal itu. Meskipun belum sepenuhnya teraih, namun MIMPI adalah kekuatan kita melangkah. Peluru paling ampuh melawan deskriminasi, melawan IMPOSIBLE menjadi I’M POSIBLE!. Mimpi itu bukan memperlihatkan pada hasil, tetapi pada proses. Kesuksesan itu juga bukan pada hasilnya, tetapi di prosesnya. Orang yang kaya tidak selalu dari hasil, tetapi dari prosesnya.

Mimpi itu tidak memberikan hasil cepat, tetapi memberikan proses yang lama, tetapi dengan proses itulah yang mengkayakan kita (kaya dalam arti luas). Jika orang yang tidak memiliki mimpi, setelah lulus mencari cara bagaimana mendapatkan uang dengan gaji besar dan dengan kemampuan seadannya. Maka bagi orang yang memiliki mimpi, setelah lulus yang mereka pikirkan bagaimana mimpi yang tidak jelas (antara ada dan tiada) minimal menjadi ada di depan mata. Orang yang memiliki mimpi, tujuannya UTAMANYA BUKAN uang, tetapi kepuasan dan kekayaan (kekayaan dalam arti luas). Hanya orang yang memiliki mimpi yang dapat merasakan apa itu proses dan apa itu hasil. Bahkan banyak pula mereka yang memiliki mimpi tidak menunggu dia lulus.

Mimpi-mimpi Anak Kampung Mimpi-mimpi Anak Kampung Reviewed by elisa on Wednesday, February 26, 2014 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.