MENUNTUT ILMU DENGAN SEGENGGAM UANG RECEH


(Foto : Elisa)
Rima kini tengah duduk di Bangku SMA Negeri bertaraf Internasional. Gadis berambut panjang ini memiliki prestasi yang gemilang, sejak kelas satu mendapatkan ranking pertama. akirnya kini dia mampu masuk jurusan ipa kelas XI A. Setiap pagi hari selalu diantarkan lengkap kedua ayah dan ibunya. Tidak ada kekurangan satu hal apapun di dalam hidupnya. Secara materi dan psikologis telah terpenuhi sudah.
Akhir pekan 2012 bulan November sore hari telah merubah seluruh kehidupan Rima. Terjadi kecelakaan maut yang menimpa ayah, ibu dan kakak laki-lakinya ketika perjalanan pulang dari Bandung. Detik itu juga ayah dan ibu meninggal dunia, sedangkan kakak laki-laki bernama Chepi mengalami patah tulang belakang dan kedua kakinya harus di amputasi. Selang dua bulan setelah berkabung datanglah pihak Bank yang menyita semua harta yang telah dimilikinya. Termasuk mobil, rumah mewah dan semua kekayaan peninggalan ayah dan ibunya.
Mbok Iyah, itulah pembantu yang bekerja dirumahnya selama 20 tahun memberikan tawaran tumpangan rumah tinggal. Rima dan Chepi pun tinggal bersama Mbok Iyah. Mbok Iyah tidak menjadikan itu beban baginya. Karena sudah dianggapnya sebagai anaknya sendiri. Semua kehidupan mewah dan serba enak pun berubah dengan begitu saja.
***
Setabah secicip rejeki, buat bekalan rindu yang menanti. Ini kesekian kalinya RIma menawarkan Koran yang dijualnya di perempatan Ringroad, hanya dua lembar surat kabar yang berhasil terjual siang hari ini. Setiap pulang sekolah dirinya selalu turun dijalan sebagai penjual koran jalanan. Keberlangsungan hidupnya ditopang oleh pekerjaan yang dilakukannya setiap siang hingga sore hari.

Musim hujan bukan alasan bagi Rima untuk berhenti. Prinsipnya mengais rejeki dengan cara yang halal. Pantang baginya untuk mengemis kepada orang-orang. Cemoohan teman-teman SMA nya pun sering berdatangan, nampaknya telinganya sudah kebal dengan cemoohan itu. Ketika hujan, Koran yang dijualnya pun banyak yang luntur akibat rintik hujan. Bahkan seharian bisa tidak terjual sama sekali. Dari uang yang terkumpul inilah Rima dapat mempertahankan hidupnya untuk bekal di sekolahnya.
Hari ini Rima sengaja pulang lebih larut, karena tidak ada satupun Koran yang terjual akibat gerimis. Rima tidak ingin merepotkan Mbok Iyah, membantu membayar biaya sekolahnya dan memberi uang saku kepadanya. Menjual Koran seperti itu cukup untuk rima mengumpulkan uang untuk biaya sekolahnya.
Matahari sudah berselimut di ufuk barat, rembulan mulai terbangun dan kerlip bintang menghiasi altar langit yang redup kembali cerah. Koran ditangannya hampir habis. Kendaraan pun mulai berhenti, pertanda lampu hijau tengah beristirahat. Waktunya Rima beraksi menawarkan dagangan Koran ke sekian kalinya.
“Pak, Mbak, Koran. Mari mari,” katanya
Nissan silver membukakan kaca jendela perlahan, tampak seorang perempuan yang tidak asing lagi bagi Rima. Indah Pertiwi, itulah nama lengkap sosok perempuan di balik mobil silver. Mantan Ketua OSIS di SMA Negeri Muda Semangat. Baru tahun lalu ia lulus dengan peringkat tertinggi. “Rima ya?,” tanyanya ragu.
Mobil Nissan tersebut menepi dan ngobrol lah mereka disalah satu toko yang sering mereka kunjungi. Nampaknya kakak kelas satu ini satu-satunya orang yang tulus berteman dan dekat kepada Rima bukan karena embel-embel apapun. Tumpahlah semua beban yang ada di pundak Rima kepada kekak kelas ini.
***
Pukul 20.30 WIB Rima pulang diantarkan ke rumah Mbok Iyah. Satu porsi mie ramen dan satu porsi sate ayam sengaja diberikan Chepi dan Mbok Iyah. Mie Ramen adalah makanan kesukaan Chepi, dan sate ayam adalah kesukaan Mbok Iyah. Semenjak masalah yang melanda mereka tidak pernah membeli makanan kesukaan mereka. Sekedar untuk mempertahankan hidup pun susah.
Di meja makan sederhana, Rima menyiapkan segala sesuatu perlengkapan makan untuk kakak satu-satunya. Begitupun dengan mbok Iyah juga duduk di dekat mereka berdua. Mereka makan bersama-sama.
“Apa aku harus berhenti sekolah saja ya mbok?, Biaya sekolah Rima mahal mbok. Apalagi sebentar lagi Rima masuk kelas tiga,” bisik rima
Chepi yang masih tertidur di tempat tidur hanya diam, matanya menyiratkan rasa kasihan kepada adik tercintanya yang dulu begitu manja dan penuh dengan kasih sayang dan penuh gemuk sehat, kini berubah menjadi kurus dan kehitaman, bahkan rela terjun ke jalan mencari penghasilan.
“Jangan nduk!. Lanjutkan sampai sekolahmu selesai. Ingat kata Bapak dan Ibu dulu nduk!. Sekarang mereka tidak lagi bisa memberimu harta dan kekayaan. Tetapi mereka telah memberimu ilmu. Harta dapat di cari lewat ilmu. Pasti ada rejeki besok untuk biaya kedepannya nduk!” papar Mbok Iyah kepada Rima.
***
Hari demi hari berganti. Bekerja dan Sekolah tetap terus dijalankannya. Hingga pada suatu hari, berkat salah satu informasi pengumuman lomba kerya tulis di Surat kabar yang dijualnya, Rima mengikuti perlombaan bertaraf nasional tersebut. Dari ribuan pengirim naskah, diambillah tiga karya ilmiah terbaik. Nampaknya usaha Rima tidak sia-sia, dia mendapatkan juara 1 dan mendapatkan uang pembinaan 30 juta. Dari uang inilah Rima bisa melunasi semua biaya sekolah dan bisa mengobati kakanya hingga bisa duduk.
So! Tidak ada kebetulan dan keberuntungan. Keberuntungan bisa diciptakan.

Tulisan di muat di taloid BIAS
Edisi 2, 2013
MENUNTUT ILMU DENGAN SEGENGGAM UANG RECEH MENUNTUT ILMU DENGAN SEGENGGAM UANG RECEH Reviewed by elisa on Thursday, October 03, 2013 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.