Sebuah Kisah Nyata SANG AYAH MENANGIS KESAKITAN



-->
Sepasang suami istri mempunyai delapan anak. Kedelapan anak ini merantau di Negeri Orang. Hanya tinggalah di rumah seorang anak yang tetap tinggal bersama Ayah dan Ibunya. Profesi anak ini bekerja di bengkel montor kecil. Gajinya di bawah UMR. Gajinya habis hanya untuk biaya transport. Yah dia adalah tetangga penulis sendiri.
Ketujuah anak yang lain sudah berkeluarga. Di perantauan mereka hidup serba terbatas pula. Gaji mereka habis untuk keperluan rumah tangga mereka sendiri.
Pada suatu waktu, sang Ayah yang dahulu setahu penulis pintar berbahasa Inggris ini jatuh sakit untuk yang pertamanya. Waktu berjalan tak menghiraukan konsekwensi setiap umat. Sakit sang ayah ternyata tidak kunjung sembuh. Hipotesis sementara dari penulis penyebab sakit ini di sebabkan karena konsumsi obat-obatan yang berlebihan disertai dengan merokok yang banyak.
Akibatnya kini sang ayah sakit-sakittan. nyarisnya sang istri tidak segera mencoba memeriksakan secara tanggap untuk berobat. Sang istri melakukan ini karena terkendala dengan biaya.
Tengah malam setiap kali penulis susah tidur, penulis mendengar dari balik tembok. Tembok yang terpisahkan oleh gang sempit sekitar 1 meter ini terdengan suara parau. Semacam suara rintihan, kadang keluhan. Sesekali batuk memenuhi kesepian malam. Batuknya terkekeh-kekeh. Terdengar tersengal-senggal.
Sebulan yang lalu, penulis ingat betul saat itu baru pulang lembur di rentalan kakak sekitar 23.40 WIB. Ibu penulis menyampaikan kabar duka bahwa Sang Ayah tetangga di bawa kerumah sakit, dan di Opname.
Penulis diam dan berfikir di atas tempat tidur dan mendekap tas gendong. Berfikir dan bercabang pikirannya kemana-mana. Sedikit penulis jengkel dan nanar. Sebuah nanar yang disebabkan perasaan iba, namun tidak ada yang dapat penulis lakukan untuk menolong.
Bahkan sawah satu-satunya dijual untuk biaya opname. Dokter menyatakan bahwa penyakitnya segera di operasi. Persoalan lain yaitu ketahanan tubuh sang ayah tidak memungkinkan untuk tetap diteruskan operasi karena terlalu lemas.
Dokter memutuskan tidak di operasi, tetapi setiap aktivitas dalam tubuhnya di kontrol oleh selang. Sebelumnya maaf, seperti BAB dan BAK melalui saluran selang yang terpasang pada tubuhnya. Setiap 10-12 hari selalu kontrol.
Pernah ketika tiba waktunya kontrol, sang istri tidak membawa cek ke dokter, lebih tepatnya telat 3 hari akibat dana. Akibatnya BAK mengeluarkan darah. Pernah pula suatu malam ketika semua tertidur, dengan jelas jelas penulis mendngar tangisan lirih. Tangisan sakit yang tertahan. Malam itu tumpah ruah, dimana kala semua burung-burung berkicau, anak-anak kecil bermain di depan rumah penulis sang ayah menahan sakitnya, baik itu pagi, siang, sore.
Dalam diam malam itu penulis meletakkan HP yang sedang asyik FB an. Mata penulis menerawang dalam gelap kamar, menatap genting dan menangkap cahaya malam yang masuk ke dalam. Sesekali melihat dinding asbes yang sedikit bengkak. Pikiran menerawang. Hati kecilpun berceloteh banyak hal. Seandainya aku punya uang, ingin sekali membantu tetang. Ingin sekali tangis yang tertahan sang ayah berubah menjad sykur karena sembuh.
Kembali ke topik!!!!
Bercitalah sang Ibunda penulis ketika duduk mengamati Fafa (Seorang balita yang diasuh ibu) mendengar sang ayah dengan istrinya bercakap-cakap.
“Tolong coba masakkan makanan untukku”, kata sang ayah dengan menahan sakit
“Maunya juga begitu pak!. Tapi apa yang mau dimasak. Tidak ada yang dimasak”, jawab istri sedkit emosi.
BAYANGKAN, JAMAN SEKARANG MASIHKAH ANDA PERCAYA KEKURANGAN PANGAN??. Yah inilah lingkungan penulis dalam realitas.
Detik itu pula ibu penulis diam-diam menguping percakapan mereka. Ibu segera bangkit. Bergegas ke dapur. Saat itu ibu penulis bingung mencari makanan apa?. Yang ada di dapur juga tidak ada. Hanya ada beras cadangan untuk 2 hari yang akan datang. Ibu membagi beras itu menjadi dua, separuh diberikan tetangga yang sedang kesulitan itu.
Ibu penulis segera tergopoh gopoh lagi mencari “genter” (Tongkat panjang untuk memetik buah). Ibu memetik buah rambutan dan mangga yang ada di depan rumah. Yah… hanya beras dan buah ini yang kita punya. Ibu tidak peduli nasib keluarga penulis 2 hari yang akan datang seperti apa. Hanya yakin akan Tuhan saja modalnya. (Toh nyatanya penulis masih hidup, dan menuliskan cerita ini. itu berarti Tuhan melindungi keluarga penulis J).
Yah… inilah elegi hidup disekitar penulis. Seandainya aku diizinkan berteriak, maka ingin rasanya ku maki mereka yang tak sadar dengan amanat harta mereka, semacam harta yang di buang sia-sia. Harusnya ada rasa malu. (lho lho lho kok jadi terbawa emosi J. Pis… kembali ketopik!).
Ku tulis cerita ini bukan bermaksud mengumbar aib tetangga. Tetapi sebagai share, pembelajaran bersama. Juga sebagai masukan internal spriritual. Apapun keadaan yang sudah terjadi harus di syukuri. Sebelumnya penulis susah makan dan selalu pilih-pilih makanan. Dengan hadirnya kasus ini, penulis menyadari sesuatu hal pelajaran hidup yang besar. Keterbatasan bukan masalah. Asalkan sehat jasmani dan rohani semua menjadi barokah.
Sejak dulu penulis diharapkan pada roda kehidaupan yang melankolis, bahasa hancurnya “susah”. Mungkin maksud Tuhan agar apabila suatu saat penulis menjadi orang yang besar, penulis dapat memahami realitas yang seperti yang telah penulis lalui. Betul….????. Tuhan tidak akan main-main pada hambanya. Tinggal penulis dan Anda menyikapinya ;-).
Semoga tulisan ini memberikan hikmah bagi para pembaca. Ada kritik saran “monggo” (Silahkan) di utarakank. Masalah adalah pengantar seseorang dalam menuju pendewasaan yang bijak. Salam SEMANGAT dari Elisa.
Apa yang anda genggam, rasakan sekarang adalah anugrah dari Tuhan.
Baik itu buruk dan baik. Semua itu tetaplah yang terbaik bagi anda.
Jika anda sekarang tidak merasa tidak baik,
maka di waktu yang akan datang,
apa yang anda anggap tidak baik, akan membaikkan apa yang anda sangka tidak baik
(Elisa, 1 Desember 2011: 19.34WIB)
Sebuah Kisah Nyata SANG AYAH MENANGIS KESAKITAN Sebuah Kisah Nyata SANG AYAH MENANGIS KESAKITAN Reviewed by elisa on Thursday, December 01, 2011 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.