Saturday, April 30, 2022

Senja

Cahaya terpancar merah diselimuti kuning

Hadirmu sesaat namun pasti

Hadirmu yang selalu dinanti

Hadirmu ada untuk pergi

           


Apakah kau datang sebagai bayang ?

            Bagai candu

Yang ingin ku lihat selalu

            Walau dari jauh aku menikmatimu

Ooohhh senja (Aura Nilam : MAN 2 Yogyakarta)


Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 1, 2019

Tuesday, April 26, 2022

Museum Gumuk Pasir Yogyakarta : Learning Center Kepesisiran Pantai Selatan

Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai terpanjang nomor 2 di dunia dengan Panjang 99.093 Km, di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri banyak memiliki pantai dengan keistimewaannya masing-masing, salah satunya adanya fenomena alam unik yaitu gumuk pasir parangtritis yang hanya ada dua didunia . Museum Gumuk Pasir, ada untuk memberikan edukasi seputar keberadaan gumuk pasir, kemaritiman, kepesisiran, dan geospasial di Indonesia khususnya kepesisiran pantai selatan.

Museum yang resmi didirikan pada tanggal 29 November 2015 dengan luas 2 hektar ini terletak di desa Kretek, Parangtritis, Bantul, cukup dekat dengan destinasi pantai parangtritis dan pantai depok. Dari TPU pantai depok tinggal lurus saja ke arah timur. Museum ini berada di sisi kiri/ utara, persis di pinggir jalan raya. Komplek museum ini dulu bernama Laboratorium Geospasial Parangtritis lalu berganti menjadi Parangtritis Geomaritime Sains Park.

‘’Pembangunan museum ini diprakarsai oleh 3 instansi yaitu Badan Informasi Geospasial, Fakultas Geografi UGM, dan Pemerintah kabupaten Bantul. Atas dasar diperlukannya tempat/learning center untuk mengedukasi masyarakat mengenai dinamika gumuk pasir, kemaritiman, kepesisiran, dan geospasial di Indonesia, instansi tersebut membangun museum ini. Pengelola dan biaya operasional ditanggung oleh pemerintah kabupaten Bantul,’’ jelas Uun Sani sebagai edukator Museum.

Museum ini terbagi menjadi 3 bagian bangunan. Menariknya, setiap bangunan memiliki filosofi mengenai dinamika pembentukan gumuk pasir itu sendiri. Seperti Menara kerucut sebagai gunung Merapi (sumber material pasir), Lorong pengetahuan sebagai sungai opak (pembawa material pasir sampai ke pantai selatan), dan Ruang display sebagai gambaran bagaimana gumuk pasir terbentuk.

Perlu diketahui bahwa untuk masuk ke museum ini pengunjung tidak dikenai biaya sepersenpun atau gratis. Pengelola juga tidak membatasi jumlah minimum pengunjung dan tetap melayani walaupun hanya rombongan kecil. Jumlah rata-rata pengunjung perbulan sekitar 500 sampai 2000 orang. Pertama pengunjung akan diarahkan untuk masuk ke Gedung kerucut.

Gedung kerucut terbagi menjadi 4 lantai, sejumlah koleksi yang berhubungan dengan kepesisiran, kemaritiman, dan geospasial ada didalamnya dan terawat rapi. Memasuki Gedung kerucut pengunjung akan memasuki ruangan teatrikal dan disuguhi film pendek mengenai kepesisiran pantai selatan. Kemudian, akan diajak educator mengelilingi lantai satu.

Salah satu tangga di museum gumuk pasir (Foto : Elisa)

Di lantai satu, ada beberapa zona. Beberapa yaitu zona bilik interaktif yang menampilkan hologram mengenai pembentukan gumuk pasir, zona bahari dan zona kekayaan maritim yang berisi potensi-potensi di pesisir pantai selatan DIY. Dilantai satu juga ada zona antara yang menampilkan miniature kapal selam yang menampilkan gambar seolah-olah pengunjung diajak untuk menjelajahi dunia bawah laut.

Naik ke lantai dua, dilantai ini berfokus pada geospasial karena terdapat dua zona, yaitu zona pemetaan dan zona penginderaan jauh. Berbagai koleksi mengenai geospasial ada disini. Tertata rapi dan berjejer, bahkan ada beberapa alat yang dapat dicoba oleh pengunjung, seperti steroskop alat yang mampu melihat peta 2 dimensi menjadi 3 dimensi. 

Dilantai ini juga ditampilkan poster-poster mengenai pemetaaan, dan sejarah mengenai pemetaan. Ada beberapa alat pemetaan dari masa lalu hingga yang modern seperti saat ini. Contohnya yaitu alat untuk membuat peta yang berukuran besar dari jaman dulu. Ada juga layar interaktif yang dapat menampilkan google earth dan pengunjung dapat dapat memindah-mindah citra yang ditampilkan.

Kemudian di lantai 3 ada zona gumuk pasir dan zona batu-batuan. Dilantai ini terdapat banyak tulisan mengenai gambaran umum dan pembentukan gumuk pasir. Menjelaskan juga bahwa gumuk pasir memiliki banyak manfaat bagi masyarakat sekitar, seperti gumuk pasir adalah media paling efektif untuk menyimpan cadangan air tawar yang banyak, gumuk pasir juga dapat sebagai tembok alami saat tsunami datang karena tinggi gumuk pasir adalah 12 meter sedangkan tinggi tsunami tidak lebih dari 12 meter. Ada juga beberapa koleksi mengenai batu-batuan yang ada di DIY ini.

Lantai tertinggi atau lantai 4 gedung kerucut ini atau biasa disebut Menara pandang. Dilantai ini memungkinkan pengunjung untuk melihat keadaan sekitar dari ketinggian karena lantai ini dibatasi dan dilapisi kaca sehingga pengunjung dapat melihat keluar. Bagian kedua dari museum gumuk pasir adalah Lorong pengetahuan yang menghubungkan Gedung kerucut dengan ruangan display. 

Untuk masuk Lorong ini pengunjung harus turun ke lantai dua, selama didalamlorong pengetahuan, pengunjung diajak seolah-olah sedang meyusuri sungai opak. Di dalam Lorong terdapat poster yang menjelaskan dinamika bagaimana pembentukan gumuk pasir. Apabila berkunjung pada sore hari Lorong ini akan terlihat lebih indah karena cahaya yang masuk akan berwarna oren atau biru itu karena jendela yang ada terpasang kertas berwarna.

Foto : Elisa

Bangunan terakhir yaitu Gedung display. Ruangan ini dibekali dengan teknologi, seperti ada sebuah ruangan eduteknologi dimana pengunjung dapat memainkan komputer yang akan mensimulasikan  drone. Sesuai dengan tujuan awal, museum ini berkomitmen untuk menjadi museum yang interaktif dan berteknologi tinggi. Museum gumuk pasir juga terbuka dengan pelajar yang ingin melakukan penelitian mengenai gumuk pasir atau kepesisiran. Salah satunya adalah telah terbentuk tim peneliti muda Barchan Ranger Club dengan anggotanya adalah SMA N 1 Jetis, Bantul yang rutin melakukan konsultasi penelitian di Museum ini.

‘’ Keren banget, didalam museumnya sangat interaktif dan menarik untuk belajar mengenai kepisisiran pantai selatan dan mengenai pembentukan gumuk pasir, mungkin kedepan pengelola hanya perlu berusaha lebih untuk pengenalannya sendiri ke masyarakat’’ ujar Dyah mengunjung museum dari Sleman.

Berbeda pendapat dengan Ketua Barchan ranger club (BRC), Yogi yang juga pengunjung di sana. Menurutnya, Museum gumuk pasir tidak hanya sebagai pusat tempat informasi saja, namun menjadi tempat yang asyik untuk melakukan penelitian karena disini kita dibimbing dan diarahkan oleh ahlinya. (Eko Setyo Prayogi)


Dipublikasikan di Tabloid BIAS, Edisi 2, 2019

Tuesday, April 19, 2022

Museum Bumi Manusia: Wisata Edukasi Film Bumi Manusia

 Sukses dengan film yang diangkat dari karya Pramoedya Ananta Toer yang bertajuk Bumi Manusia, tepat di Bulan Agustus 2019 Museum Bumi Manusia telah diresmikan di Desa Gamplong Sleman. Museum ini juga sebagai monumen peringatan untuk orang-orang yang mencintai karya Pramoedya, agar bisa terus mengingat karyanya.

Foto : Novia Intan

Di museum tersebut, para pengunjung bisa melihat secara langsung bagaimana lokasi syuting rumah Nyai Ontosoroh. Letak Museum Bumi Manusia sendiri berada di area Studio Alam Gamplong, Kulonprogo, Yogyakarta, tepatnya di sebelah barat Studio Alam Gamplong. Bangunan berlantai dua ini seperti rumah belanda pada jaman dulu. 

Museum ini dibuat untuk mengenang latar rumah Annelies yang diperankan Mawar de Jongh. Dalam film yang diangkat dari novel Pramoedya Ananta Noer itu, rumah milik Annelies merupakan latar sentral. Berbagai benda-benda kuno khas tahun 1890-an hingga lukisan para tokoh Belanda terpampang di Museum Bumi Manusia.Banyak jendela besar yang berada di museum ini. Untuk masuk ke Museum Bumi Manusia, kita hanya dimintai iuran suka rela sebesar Rp 10.000 saja. 

Uniknya setiap pengunjung hanya diperbolehkan dibagi menjadi 10 orang untuk masuk dan menikmati museum Bumi Manusia. Pembatasan ini, agar orang-orang bisa lebih menikmati setiap ruangan dalam museum. Terdapat lima bagian di dalam museum ini. Ada bagian kamar yang merupakan lokasi kamar Nyai Ontosoroh, kemudian ruang makan, dapur, ruang tamu, dan halaman yang cukup luas. Di depan dan samping museum terdapat pula kereta kuda yang dipakai saat syuting Bumi Manusia. 

Rosa, selaku edukator Museum Bumi Manusia menjelaskan bahwa museum ini dibangun untuk supaya masyarakat lebih mengenal bagian dari Film Bumi Manusia lebih detail. "Di sini merupakan kamar Nyai Ontosoroh, kita berharap adanya museum ini bisa membuat masyarakat lebih mengenal dekat Film Bumi Manusia dan sekuelnya nanti," jelasnya. 

Sayangnya tidak semua area boleh kita jelajahi. Pada area lantai dua, pengunjung belum boleh menelusuri. Meski begitu pihak museum menjelaskan bahwa lantai dua nanti juga akan diperbolehkan untuk dikunjungi dengan aturan yang sama yakni ada durasi waktu tertentu. (Novia Intan)

Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 1, 2019


Saturday, April 16, 2022

Satu Kisah Cinta Musik

Ini rindu,

Turut menyelipi sunyi

Menggerogoti tubuh sepi

Sungguh rindu akan tentangnya

 


Dengar musik itu...

Aku pun bertanya pada diri

Tiadakah ingin aku nikmati semua ini?

Alunan nada asyik bergema

Membakar semangat harapan

 

Kurangkai nada jiwaku

Menginspirasi dan membangkitkan

Musik menggairahkan suasana

Pengusah luka-luka hidup

Yang membeku dalam hati (Chicilia Rosa Linda Keban)


Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 1, 2019. 

Tuesday, April 12, 2022

PEVITA : Perpustakaan Alternatif Yogyakarta Selatan - 24 Jam Melayani Demi Mempermudah Akses Literasi

 Meningkatkan minat baca masyarakat adalah misi yang akan selalu digalakkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta, hal tersebut dilakukan salah satunya dengan menghadirkan perpustakaan alternatif yang berada di wilayah selatan Kota Yogyakarta, tepatnya di Jalan Mayjend Sutoyo No. 32, Yogyakarta.

Foto : Adhisti

Menariknya perpustakaan yang diresmikan pada 1 November 2018 ini diberi julukan tersendiri, Pevita, yaitu kepanjangan dari Perpustakaan Alternatif Yogyakarta Selatan. Fasilitas yang ditawarkan sangat memadai, tidak berbeda dengan Perpustakaan Kota yang berada di Kotabaru; Air Conditioner, komputer, sambungan internet atau wifi, ruang diskusi, ruang khusus anak dengan Alat Peraga Edukasi (APE), air minum isi ulang, dan lain sebagainya.

 “Selain untuk meningkatkan minat baca, perpustakaan juga dibuka dengan tujuan memecah kepadatan pengunjung yang datang ke Perpustakaan Daerah Yogyakarta yang terletak di Kotabaru, dikarenakan animo yang sangat besar. Kami ingin memberikan akses informasi dan koleksi buku yang lebih mudah pagi penduduk terutama yang berdomisili di wilayah selatan,” tutur Zaini Setyo, selaku Tenaga Teknis Pevita.

Ia juga menambahkan bahwa salah satu hal yang unik di sini adalah setiap fasilitas dan agenda Pevita diberi nama berdasarkan nama-nama perempuan. Ada Raisa—ruang diskusi bersama, Tamara—taman sambung rasa (penayangan film setiap Sabtu malam), Aleksa—ada koleksi lokal konten Yogyakarta, Belinda—layanan blind corner untuk Anda, dan masih banyak lagi.

Meskipun belum sebanyak koleksi yang ada di Perpustakaan Pusat Kota Yogyakarta. Namun, jenis koleksi yang ada tetap akan disamakan. Hingga saat ini, koleksi buku yang ada di Pevita sudah mencapai kurang lebih enam ribu eksemplar, terdiri dari berbagai macam jenis buku. Secara berkala, jumlah koleksi di Pevita akan terus ditambah.

“Saat ini Pevita membuka pelayanan setiap hari selama 24 jam, untuk sambungan internet di bagian luar. Sementara untuk akses bagian dalam kami buka umumnya pada pukul 9 pagi hingga 12 malam, namun untuk hari Senin kami baru buka pukul 1 siang,” ujarnya. 

Dengan dibukanya Pevita, ia berharap masyarakat dapat memanfaatkannya dengan baik, khususnya untuk yang berkediaman di Kota Yogyakarta. Tentu, pihaknya pun berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Sehingga dapat menimbulkan minat baca yang juga semakin meningkat pada setiap kalangan. (Adhisti)

Dipublikasi Tabloid BIAS, Edisi 2, 2019


Saturday, April 9, 2022

LEMBARAN BERTABUR BINTANG

 

Kau dijadikan sandaran bagi setiap insan

Menempuh jalan untuk keselamatan

Keping demi keping kau memberikan pengetahuan

Ilmumu akan abadi selamanya

Hingga mentari duniaku tak bersinar lagi

 


 Setiap hembusan napasku kau sungguh bermanfaaat

Menasehatiku dikala ku tersesat

Memberi harapan untuk sebuah kemenangan

Mengajarkanku melukis sebuah keindahan

 

Menapaki jalan untuk mendapatkan jejak kehormatan

Langit bertemu laut untuk mendapatkan garis harapan

Angin berhembus menyapa keheningan untuk mencapai kejayaan

Dengan mudah merubah dunia ku yang kelam menjadi kebanggaan

(Windi Astuti, SMAN 1 Kalasan) 

Dipublikasikan Tabloid BIAS, edisi 1, 2019

Tuesday, April 5, 2022

Kampung Buku Jogja : Tumbuhkan Minat Literasi Dengan Cara Berbeda

Sudah akrab ditelinga bahwa Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota pendidikan. Maka, tidak heran akan banyak sekali ditemukan kegiataan yang akrab dengan nilai pendidikan. Salah satunya acara tahunan yang diselenggarakan 2 September hingga 5 September di PKKH UGM 2019 yang lalu. Yap, betul sekali acara Kampung Buku Jogja (KBJ) ke lima kembali diselenggarakan. 

Foto : Dadang 

Tentu saja setiap kegiatan selalu ada yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Di tahun ini di pintu depan pameran, akan disuguhkan quote yang ditempel disebuah papan. Jadi, quote yang dipasang di pintu depan adalah hasil lomba menulis quote yang diselenggarakan Instagram KBJ. 

Andre Makruf, salah satu penyelenggara menyampaikan bahwa lomba dan memerkan quote ini salah satu cara untuk menarik peserta untuk datang ke KBJ. Andre pun menyampaikan bahwa KBJ tahun ini dengan tahun lalu tentu saja lebih lengkap dan lebih semarak. 

Tampak ketika kita masuk dan mengikuti akun Instagramnya, ada banyak sekali acara yang sifatnya gratis untuk masyarakat yang memiliki talenta, atau yang ingin masuk kedunia literasi namun tidak tahu caranya. Maka, KBJ pun membuat banyak wadah dan program, diantarannya menyediakan panggung, orasi, music, talksow, workshop dan ada pula bursa naskah dan lelang buku. 

Ternyata, wadah yang diberikan dari pihak KBJ direspons positif oleh masyarakat. Terlihat anak-anak yang membaca puisi dengan percaya diri, atau menyumbang lagu. Setiap workshop dan kelas menulis juga banyak pengikut yang menghadarinya. 

Andre pun juga menyampaikan bahwa Konsep KBJ ingin mendekatkan masyarakat dengan dunia perbukuan secara lebih dekat. Maka, dikonseplah dengan model lesehan dan tidak ada sekat antara satu dengan yang lain. Tujuannya jelas agar lebih akrab saja. 

“Masyarakat masih banyak yang menganggap buku itu berat. Saya inginnya lebih enteng, maka dibuatlah kayak pasar biar akrab,” paparnya. Oleh sebab itu, di KBJ ini banyak buku yang sengaja membuka segel buku. Membolehkan pembaca melihat dan membaca ditempat. Karena mereka lebih menekankan pada menumbuhkan rasa tertarik dan suka dulu terhadap buku. Jadi, ketika hanya melihat-lihat saja, itu sudah bagus, siapa tahu setelah melihat-lihat, perlahan-lahan akan tertarik dan menyukainya. 

Di akhir percakapan, Andre berharap hadirnya KBJ ke-5 ini banyak pengunjung yang memetik manfaatnya. Semoga tahun depan KBJ ada lagi dan semakin banyak peserta dan konten acara yang lebih menarik dari kami. 

“Karena saya pikir, KBJ ini beda dengan ivent lain, karena kalo kita baca media online, ilmunya dangkal banget. Kalo baca buku, kita bisa merenung dan berfikir,” tambahnya. Semoga KBJ ini tidak hanya didatangi oleh generasi yang suka buku, tetapi juga yang tidak suka buku pun juga datang dan menikmati panggung atau apapun yang kami tawarkan. Karena di KBJ ini semua komunitas, tidak hanya buku saja ada dan boleh gabung di sini. (Irukawa Elisa)


Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 2, 2019