Wednesday, March 30, 2022

Menyaksikan Uniknya Pameran Kolektif, Monster Day #4

 Kota Yogyakarta seolah memanjakan para pecinta seni. Setelah sempat menyita perhatian dengan Pameran Artjog MMXIX, kini kembali menggebrak dengan helatan Monster Day, sebuah pameran seni kolektif dengan karya bertema monster. Warna-warni terumbu karang dengan monster-monster melayang bersama ikan-ikan merupakan salah satu karya yang dipamerkan di Monster Days #4, yang memang berlatar belakang dunia yang sama dengan center piece Artjog 2018 lalu, “Sea Remembers”.

Foto : Linda

Setelah sempat hibernasi cukup lama, pameran ini kembali hadir sejak 6 Agustus – 8 September 2019 di Mogus Lab yang ada di Jalan Langenastran no 16, Keraton Yogyakarta. Tidak hanya pameran yang diselenggarakan di Monster Day #4, tetapi juga menyelenggarkan monster talk, workshop, pasar monster, dan pertunjukan boneka. Kali ini Mogus, monster yang dibidani Mulyana, tidak sendiri. Ia ditemani oleh teman-teman monsternya bermain di dunia manusia. Berjarak cukup lama dari monster days ketiga, kali ini pameran kolektif Monster Days #4 mengambil tajuk “Musim Kawin” sebagai judul besar kali ini. Tujuan utama event yaitu ingin memberikan warna baru tentang karya-karya bertema monster, dan berinteraksi antar creator monster dan juga dengan publik.

Selain Mulyana dan Alam, pameran ini juga diisi oleh Addy Debil, Uncle Joy, Atreyu Moniaga, Iky, Show the Monster, dan Pupapuppetlab I yang dimentori oleh Papermoon Puppet Theater. “Keunikan atau kekhasan event adalah kami ingin menjadikan acara ini sebagai wadah berkumpulnya para creator monster, baik seniman, brand, character designer dan craft. Tema pameran kami akan selalu monster,” ungkap Alam selaku Ketua Pelaksana. 

Ketua pelaksana Alam Taslim dan creator monster mi instan @igorsatumangkok, mengungkapkan bahwa saat ini lebih memberikan satu wacana yang berbeda : Monster, Boneka, Plushie, kain dan benang, warna-warni yang diletakkan pada ruang pamer seperti galeri seni. 

“Semoga melalui event Pameran Kolektif Monster day#4, para pelajar di Yogyakarta,  mempunyai wacana-wacana untuk membuka perspektif baru tentang sesuatu yang disepelekan seperti, doodle, monster, boneka, mainan. Karena dunia anak muda itu adalah dunia penuh kesempatan yang baru, kesempatan yang dahulu tidak ada. Mengedukasi secara langsung sih tidak, tapi memberi bukti bahwa banyak hal yang bisa dilakukan dengan hobi,” tutup Alam.  (LINDA, NILAM)


Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 1, 2019


Wednesday, March 23, 2022

Kampanyekan Kepekaan Berkreasi Lewat Pasar Murakabi di ArtJog MMXIX

 Ketika menghadiri ArtJog tahun 2019, kita akan menemukan semacam warung yang menjual dan menjajakan makanan, barang, dan baju unik di sana. Ketika masuk, akan akrab sapaan "Tumbas". Yap, disanalah ada warung Murakabi. 

Foto : Irukawa Elisa

Sekilas ketika mendengar kata Murakabi, dari segi namannya seperti nama jepang-jepangan. Padahal, kata Murakabi ini diambil dari bahasa Jawa Kuno, yang bermakna "berguna bagi banyak orang". 

Sarah Candra, yang turut bergabung dalam warung Murakabi dalam Artjog MMXIX pun menjelaskan bahwa tujuannya dirinya bergabung karena kebiasaannya yang dianggap ‘nyleneh’ karena kebiasan melakukan eksperimen masakan yang unik daripada orang pada umumnya. 

Jadi Sarah sering mengelah bahan makanan lokal dan organik menjadi lebih menarik. Ketika ditemui di malam penutupan ArtJog MMXIX, Sarah menceritakan bahwa aktivitas ketika sebulan bersama ArtJog, dirinya merasa tertantang. 

Bagi Sarah, lewat Murakabi sebenarnya sebagai cara mengenalkan makanan eksperimennya. Makanan yang menggali produk lokal/asli Indonesia, namun tetap bisa diolah dengan citarasa Internasional dan anak kekinian. Dirinyapun tidak menyangka, banyak masyarakat yang menyambut dan antusias.

“Mungkin karena ini di pameran seni, aku lihat orang lebih mudah menerima dan terbuka dengan hal-hal baru,” jelasnya ketika ditanya respons masyarakat dengan jajanan di Murakabi. Istri dari Eros Shella On 7 ini sebenarnya bertujuan mengajak masyarakat untuk hidup sehat. 

Menjaga kesehatan dan hidup sehat cukup dengan mengkonsumsi sayur organik, dari hasil bumi sendiri atau mengkonsumsi jus dari hasil buah yang dapat dipanen dari halaman sendiri atau ke pasar tradisioonal. Intinya adalah kembali Sumber Daya Alam (SDA) yang telah tersedia. 

“Bukannya anti impor, ya. Tetapi kita kembali ke Murakabi mencukupi dan secukupnya,” tegasnya, mengingatkan arti Murakabi yang bermakna berguna bagi banyak orang. 

Pada dasarnya Murakabi salah satu bentuk dari kolaborasi antara Indieguerillas, dalam bentuk Piramida Gerilya, yang digawangi oleh Singgih S. Kartono. Sebenarnya Murakabi tidak hanya menyuguhkan tentang camilan saja, tetapi juga busana, jajanan lain yang terbuat dari produk lokal. Selain Sarah Candra, ada juga karya Singgih Kartono, yang menyusun beberapa panjang pinang, dimana dibagian atas pinang dipasang hadiah-hadiah hasil pertanian. Dari segi makna, tentu ini mengambarkan bahwa hasil pertanian lokal, juga salah satu sistem ekonomi lokal, yang erat kaitannya dengan kebutuhan saat ini.

Di akhir penutupan ArtJog MMXIX, disampaikan bahwa simbol dari Murakabi ini salah satu bentuk simbol apa-apa yang ada dilokal, yang mengajarkan kemandirian. Bahwa Murakabi itu ingin menyampaikan pesan tidak ada jarak dengan kehidupan, yang syarat adannya interaksi sosial, komunikasi. Mencoba untuk dimunculkanlah kembali suasana kehangatan tersebut, yang sekarang mulai luntur.

Secara tidak langsung, Murakabi dalam pameran ArtJog sebagai bentuk kampanye masyarakat untuk menggunakan hal-hal yang ada disekitar kita. Misal memanfaatkan baju yang tidak dipakai, di eksplore dan dimodifikasi agar menjadi lebih unik dan tentunya lebih memiliki nilai lebih. (Irukawa Elisa & Adhisti)


Dipublikasikan Tabloid BIAS Edisi 1, 2019

Wednesday, March 16, 2022

Artjog Art in Common Space

 Mengusung tema yang berbeda setiap tahunnya, pagelaran akbar ARTJOG kembali dihelat pada tahun 2019. Bertajuk 'Arts in Common', ARTJOG 2019 (selanjutnya ditulis ARTJOG MMXIX) menawarkan pemahaman apa yang ditampilkan di ARTJOG dalam tiga tahun ke depan. Tema tersebut juga sebagai upaya menjadikan acara itu semakin ramah dan membumi untuk segenap kalangan audiens.

Foto. Irukawa Elisa

Animo masyarakat setiap tahun selalu antusias. Tidak ada kata sepi, setiap sudut selalu dipenuhi penikmat seni. Semua kalangan bisa menikmati seni kontemporer ini. Seperti salah satu pengunjung ArtJog, Rizki (19), salah satu mahasiswa dari Sumatra Barat ini kali pertama menghadiri ARTJOG, Ia pun sangat terkesan. Berbeda dengan kesan Windi Lestari (21) harapannya ARTJOG kedepan setiap pameran seni bisa dijelaskan agar lebih sederhana, “Biar yang tidak tahu seni kayak saya, biar tahu,” tegasnya. 

Ekshibisi seni kontemporer ARTJOG ke-12 digelar sepanjang 25 Juli - 25 Agustus 2019. ARTJOG MMXIX kembali menempati Jogja National Museum (JNM) dalam penyelenggaraan program-programnya. 

Agung Hujatmiko, selaku kurator ARTJOG MMXIX, menerangkan, secara harfiah, common dapat diterjemahkan sebagai 'yang umum' atau 'yang biasa'. Selain itu, inspirasi tema besar Arts in Common diambil dari 'the commons', yang mana secara spesifik, istilah tersebut mendefinisikan suatu khazanah (repository) berbagai informasi, pengetahuan, benda atau sumber daya (imaterial maupun material) yang diwariskan dan diciptakan secara individual maupun kolektif, dan (diharapkan) dapat bertahan dan dapat dimanfaatkan secara luas untuk generasi mendatang.

 Lanjut pria yang kerap disapa Jenong ini, ‘The commons' adalah cara berpikir alternatif yang sangat relevan dengan berbagai kenyataan hidup sehari-hari ini. Terlebih lagi, secara sederhana 'The Commons' dapat dimaknai sebagai hasil dari suatu eksplorasi sumber daya (immaterial maupun material-alamiah, industrial, digital) untuk kepentingan bersama.

Dilansir dari press release ARTJOG MMXIX, pameran tahunan ini diikuti oleh hampir empatpuluh orang seniman (individu maupun kelompok) dari Indonesia dan mancanegara (antara lain Austria, Australia, Filipina dan Singapura), pameran ini tersusun atas karya-karya yang dipilih melalui beberapa skema. Sejumlah seniman muda dipilih melalui skema undangan aplikasi terbuka (open call application). Sementara sebagian besar seniman dipilih melalui undangan khusus. Lima orang seniman lintas displin akan menampilkan karya-karya dalam skema proyek khusus. Mereka adalah Handiwirman Saputra, Riri Riza, Sunaryo, Teguh Ostenrik dan Piramida Gerilya (proyek kolaborasi antara Indieguerillas dengan Singgih S. Kartono).  

ARTJOG MMXIX tetap mempertahankan beberapa program edukasi pamerannya, seperti Meet the Artist dan Curatorial Tour. Sementara LeksiKon merupakan program baru yang menyajikan wicara-seniman (artist talk) secara performatif. Keterlibatan para kreator dari disiplin kesenian yang lebih luas ditampung dalam program Daily Performance dan Merchandise Project. Semua program ini dirancang dan dikelola untuk memperdalam intensitas keterlibatan dan membuka wawasan publik tentang tema yang diusung. 

ARTJOG MMXIX common spaces pada akhirnya adalah upaya untuk menjadikan kesenian sebagai sebuah ruang pengetahuan bersama. (Adhisti & Irukwa Elisa)

Dipublikasikan Tabloid BIAS, edisi 1, 2019


Wednesday, March 9, 2022

Rumah BaCa Yogya, Mengajak Anak Untuk Mengenal Buku

Kota Yogyakarta memiliki banyak komunitas yang menarik untuk diulas. Salah satunya yakni Komunitas Rumah BaCa yang bergerak pada bidang pendidikan. Rumah BaCa adalah perpustakaan keluarga sekaligus tempat kegiatan anak dan remaja. Didirikan pada tanggal 17 Agustus 2017. Koleksi kami saat ini lebih dari 1000 buku-buku berbahasa Inggris berupa fiksi maupun nonfiksi, berbagai boardgames, mainan juga aneka kostum anak bertema UK.

Foto : Novia Intan 


Asyiknya lagi, Rumah BaCa memiliki lima ratus buku berkualitas berbahasa Inggris untuk anak dan remaja. Buku-buku koleksi Rumah BaCa dapat dipinjam dan dibaca di rumah dengan sistem keanggotaan bulanan. Di sini juga sudah menggunakan internet untuk memudahkan anggota mencari buku yang diinginkan. Jika kamu ingin mencari buku bahasa inggris di Rumah BaCa bisa melalui tautan ini http://collections.rumahbaca.org/

Selain itu di komunitas Rumah BaCa, mereka memiliki kegiatan yang sifatnya rutin dan insidental atau event tertentu. Komunitas Rumah BaCa memiliki kegiatan rutin English Club yakni belajar bahasa Inggris dengan pendekatan minat dan bakat anak, seperti Arts and Crafts Club, Little Chef Club, Fun and Play Club, Storytelling Club, Boardgame Club, Fun Reading Club, Conversation Club dll.

Menurut Arie Pusparini selaku dari owner Rumah Baca, kegiatan insidental yang banyak dilakukan adalah kegiatan penunjang liburan seperti Holiday Adventure, Creative Cooking, Dongeng anak, Lomba-lomba dan sebagainya.

Untuk partisipasi harian sudah lumayan tetapi masih perlu ditingkatkan terutama untuk kegiatan minat bacanya. Untuk kegiatan rutin tanggapannya positif dan masih terus berjalan.  Untuk kegiatan insidental sangat baik sambutannya terlebih saat acara liburan. "Kadang kami harus membatasi jumlah peserta karena keterbatasan sarana dan prasarana yang kami miliki," jelasnya.

Jika kamu tertarik datang dan bergabung di komunitas ini, silahkan berkunjung ke sini, kamu bisa cari tahu dulu melalui media sosial Rumah Baca di Fb/ IG :rumahbacayogya atau melalui website www.rumahbaca.org. Rumah BaCa buka dari hari Senin - Sabtu mulai dari pukul 10.00 - 18.00 WIB. Selamat menikmati buku-buku menarik di sana! (NoviaIntan)

Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 1, 2019

Wednesday, March 2, 2022

Komunitas Buku Lawasan Jogja

 Komunitas buku lawas adalah komunitas yang dibentuk sekitar 2016 yang lalu. Komunitas buku lawasan ini adalah mereka yang memiliki daya tarik di dunia buku lawas. Abi, salah satu anggota komunitas buku lawas mengutarakan bahwa buku lawasan ini merupakan komunitas yang tidak hanya mengoleksi buku lawas. Tetapi juga menjual buku mereka.

Foto: Irukawa Elisa

Sebenarnya komunitas buku lawas diawali dari ketemuan dan ngopi bareng. Kemudian saling berbagi info dan akirnya dibuatlah komunitas buku ini. Kini komunitas ini sudah ada sekitar 15 orang, kesemuanya bertempat tinggal di jogja.

“Sebenarnya tidak hanya buku langka, tetapi juga ada buku lawas,” imbunya.

Ketika ditanya minat masyarakat terhadap buku lawas dan langka, ternyata masih banyak peminatnya. Meskipun tidak sebanyak peminat buku baru, tetap banyak yang mencari buku-buku langka dan lawas. Itu pulalah yang menjadi alasan komunitas ini sampai sekarang masih tetap bertahan. Karena memang masih banyak yang mencari.

Adapun koleksi yang dimiliki, missal ada Al Quran besar, kemudian ada pula menuscript serat Ramayana, serat suluk, babat mataram sampai pajang. Tentunya masih ada pula menuscript di tahun 17 dan 18 san.

Khusus buku-buku langka, mereka dipegang oleh masing-masing anggota. Jadi buku langka yang ada di sana ada pemiliknya. Komunitas buku lawasan ini hanya sebagai sarana dan media saja.

Saat ditanya, suka duka sampai mendapatkan buku lawas dan langka ternyata butuh perjuangan luar biasa. Demi mendapatkan buku-buku tersebut harus muter dari kota ke kota. Meskipun begitu, itu sudah hal yang wajar bagi anggota buku lawasan. Tidak jarang, selama mencari koleksi buku langka, banyak pelajaran dan cerita dari pemilik buku langka secara langsung.

Memang ada banyak buku lawas dan buku langka. Maka komunitas buku lawasan pun secara personal maupun secara kelompok banyak menyumbang ke perpustakaan RI. Jumlahnya pun tidak sedikit.

“Ada beberapa kita masukan ke Perpusatkaan Nasional RI sampai ratusan, sebagian kita simpan,” tegasnya. Adapun buku buku lawas seperti serat Ramayana ada beberapa. Sebagian ada yang dulu pernah ditulis ulang dari para pengarang yang berbeda.

Dalam setiap kegiatan, komunitas ini pun juga sering ikut. Karena bagaimana juga, buku-buku langka sangat dicari. Dari isi bukunya pun juga sarat dengan ilmu. Karena dari buku-buku asli, setidaknya bisa tahu nenek moyang dan leluhur kita. (Irukawa Elisa)


Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 2, 2019.