Thursday, February 28, 2019

Adela Oktaviannisa Krisna A Tekuni Taekwondo Antar Adel Go Internasional Sejak SMA


Adela Oktaviannisa Krisna Aryati atau yang akrab di sapa Adel Go Internasional di cabang olahraga Taekwondo.  Siapa yang mengira jika gadis kelahiran Sleman 25 Oktober 2002 mampu mengharumkan Yogyakarta di tingkat Internasinal. Beberapa prestasi pernah Ia bawa pulang. Dibalik kesuksesan Adel membangun karir dibidang olahraga ternyata memiliki cerita menarik.
Foto: Dokpri Adel
Adel, saat ditemui di salah satu Kafe di Bantul beberapa hari lalu menceritakan awal ketertarikannya terhadap olahraga Taekwondo. Pasalnya, pertamakali Ia mengenal Taekwondo sejak masih SD. Sejak SD Adel menekuni olahraga sampai kelas 5 SD. Di bangku SD pun Ia juga pernah memperoleh perunggu.
Usaha Adel menekuni Taekwondo pun pernah mengalami pasang surut. Ketika menginjak kelas 6 SD, Adel memutuskan cuti latihan dan cuti tidak mengikuti ajang kejuaraan karena fokus mempersiapkan ujian sekolah. Setahun lebih Ia tidak melanjutkan olahraga. Sampai masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Adel kembali disibukan dengan rutinitas sekolah dan ekstrakurikuler. Salah satu ekstrakurikuler ada ekstra Taekwondo. Di sinilah Adel kembali terdorong melanjutkan latihan.
Melalui pertimbangan yang matang dan dorongan orangtua, Adel memutuskan kembali ke tempat latihan asal dan kembali melanjutkan menjadi soerang atlit Taekwondo. Tahun pertama memulai latihan, Adel langsung mengikuti kejuaraan dan langsung mendapatkan Perunggu. Dimata orang, pertamakali setelah beberapa vakum langsung memperoleh perunggu, tentu ini sudah capaian yang bagus. Namun bagi Adel ini capaian yang menantangnya, karena Ia ingin memperoleh capaian yang lebih baik.
“Dulu waktu pertamakali saya spesialis perunggu, dan aku sempat down, berkat kakak senior, akupun belajar untuk semangat mencapai target,” paparnya. Berawal dari situlah Adel memiliki target dan berhasil mencapai target secara bertahap. Secara bertahap memperoleh perak dan memperoleh emas. Berkat capaian target yang baik inilah, akhirnya adel diangkat sebagai senior Taekwondo di club tempat Ia berlatih, di Jogjakarta Taekwondo School (JTS)
Setiap perjuangan ada sandungan, begitulah yang juga dirasakan Adel. Ia bercerita pernah mengalami cidera akibat pertandingan taekwondo. Adel mengalami cidera ligamen di bagian kaki. Cidera yang dialaminya tidak menghentikan langkah, meskipun saat cidera mengharuskan ia tidak bisa berlatih sama sekali. Adel tetap melanjutkan hobinya sampai detik sekarang.
Tidak hanya berprestasi secara dibidang olahraga, Adel salah satu pelajar yang berprestasi secara akademik. Secara akademik, Ia termasuk 5 besar. Kunci kesuksesan Adel adalah disiplin waktu. Selain disiplin waktu, Adel membuat list tugas yang diberikan guru. Ia meminta salah satu teman karibnya untuk mencatat tugas yang harus dikumpulkan. Adel pun selalu menargetkan semua pekerjaan harus selesai sebelum jam tidur malam. Biasannya waktu mengerjakan tugas dilakukan setelah latihan Taekwondo. Ia mengerjakan di waktu luang yang relative sedikit.  
Siapa yang sangka pelajar kelahiran Oktober ini memiliki banyak kegiatan ditengah padatnya latihan untuk kejuaraan. Diantarannya mengikuti organisasi sekolah seperti OSIS. Saat ditanya harapan, Adel berharap bisa mengharumkan Indonesia di kancah Internasional dan mengharumkan club JTS dan tentunya mengharumkan sekolah.
Diakhir dialog, Adel memiliki rahasia membangun seni memotivasi. Membangun motivasi pada diri sendiri. “Motivasi terbesar itu dari diri sendiri, mengingat bertahan sampai detik ini memang sulit, nggak segampang yang dilihat oleh orang lain,” pesannya diakhir percakapan. (Elisa)

Prestasi
1.    Juara 3 IXTU – D Under 40KG Putri FE Cup 2 UPY Tingkat pelajar se-DIY, 2016
2.    Juara 3 junior under 41Kg putri, Jepara tingkat Nasional, Maret 2016
3.    Juara 3 junior under 42kg putri,  Bekasi CUP  tingkat Nasional, 2016
4.    Juara 3 junior under 42kg putri bupati Sleman Cup tingkat Nasional, 2016
5.    Juara 2 Kyorugi putri junior under 44kg DK Sengkan tingkat Nasional, 2017
6.    Juara 1kyorugi junior under 44kg putri Bupati Sleman Cup 2 tingkat Nasioonal 2017
7.    Juara 1 kyorugi junior under 44kg putri batik cup Internasional 2, 2017
8.    Champion 1 female junior U-44kg pakualam cup internasional Taekwondo championship, 2017
9.    Champion 2 female junior U-46kg 12th CK Classic International Open Taekwondo Championship Malaysia, 2018.
10.  Juara 1 kyorugi junior under 46kg kejurnas piala kadin cup 2, 2018

Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 2, 2018


Wednesday, February 27, 2019

Melvine Sekar Jatuh Cinta Dengan Bahasa Jawa Lewat Macapat dan Geguritan


Melvine Sekar Ayu Utami Wijaya mengenali Macapat dan Geguritan dengan cara mengikuti perlombaan. Setiap kali ada lomba macapat dan gegurita Ia pun mengikutinya. Nampaknya gadis dari pasangan Mikael Dammar Bagus Wijaya dan Ibu Parmi Djana memiliki bakat dibidang bahasa, khususnya macapat dan geguritan.
Foto: Sambu
Melvine, begitulah sapaannya.  Usai pemotretan, Melvine menceritakan pertamakali Ia mengenal Geguritan dan Macapat. Awalnya, sejak kelas X sampai XI Ia selalu ikut Festival Lomba Seni Siswa Nasional  (FLS2N), sayang rejeki kejuaraan belum berpihak pada siswa yang sekarang di SMAN 1 Pajangan Bantul. Melvine yang kini kelas XII MIPA tidak menyerah begitu saja, Ketika guru sekolah menawarkan lomba Geguritan di sekolah, tidak ada satupun siswa yang tertarik. Akhirnya, Melvine memberanikan diri untuk mencoba lomba tersebut.
Mengikuti lomba geguratan adalah pengalaman pertamannya. Sebelumnya, dirinya tidak tahu sama sekali. Melvin mencoba menantang pada dirinya sendiri, dan menantang keterbatasan yang dia miliki. Mengingat dirinya lahir dari Tanggeran dan besar di Tangeran. Dulu, sempat saat pertamakali datang ke Jogja, dirinya sempat khawatir dan nangis dengan soal bahasa jawa karena tidak tahu artinya. Kini, Ia berhadapan dengan bahasa jawa dan lomba macapat dan geguritan.
Melvine mewakili sekolah tingkat kabupaten dalam ajang lomba membaca geguritan untuk yang pertamakalinya. Siapa yang menyangka jika Melvin juara 1 tingkat kabupaten. Wajar jika Melvine merasa kaget dan tidak percaya atas capaian yang diraihnya. Menggingat ini pertamakalinya dia ikut dan pertamakalinya pula Ia belajar geguritan. Melihat bakat dan potensi yang dimiliki Melvin, guru sekolah pun menawarkan lomba Mocopat. Gadis kelahiran tangeran, 7 Desember 2001 inipun menerima tawaran itu.
Lomba Macapat tingkat kabupaten Mervine langsung mendapatkan juara 2. Ia juga ditunjuk mewakili lomba Macapat tingkat propinsi. Meski tidak mendapatkan juara 1, Ia mendapatkan harapan pertama. Melvin selalu melihat sisi positif, meskipun Ia mendapatkan harapan 1, Ia sudah termasuk beruntung. “Mereka yang juara memang sudah latihan dan memulai sejak SMP,” paparnya.
Hal positif yang Melvin rasakan setelah mengenal tentang macapat dan geguritan ada banyak. Ia pun tahu tentang ilmu slendro yang terbagi menjadi tiga jenis. Ia pun juga tahu bagiamana cara membacakan macapat dan geguritan yang baik dan benar. Ilmu-ilmu semacam ini ia dapatkan lewat seminar khusus bagi para peserta lomba.
“Aku merasa beruntung dapat ilmu itu, aku baru tahu dan lebih mencintai bahasa jawa,” paparnya.
Selain memperoleh ilmu seputar macapat dan geguritan, jiwa nasionalisnya pun mulai tumbuh. Setiap kali Ia membacakan geguritan atau macapat, Ia merasa bergetar. Semacam muncul semangat dan nasionalisme yang meletup-letup. Ia pun menyadari pentingnya melestarikan bahasa daerah di tengah-tengah anak muda yang bangga menggunakan bahasa asing.
“Kenapa orang kita suka budaya asing, padahal orang asing suka budaya kita,” imbuhnya.
Melvin pun tidak merasa malu dengan prestasi yang diraihnya. Meskipun Ia tidak juara bahasa inggris. Ada banyak cara menuju ke Roma atau ke luar negeri. Seperti yang disampaikan oleh pelajar yang memiliki hobi membaca dan bermain musik, “Teman saya bisa ke luar negeri mengenalkan bahasa jawa ke orang asing dan pergi ke sana,” paparnya. Dari situlah, orang ke luar negeri bisa jadi karena justru membawa budaya daerahnya untuk diperkenalkan di sana. Melvin berharap semoga bahasa jawa dan berbau jawa bisa diterima. Tidak melupakan bahasa daerah yang semakin luntur. (Elisa)

Prestasi:
1.    Mengikuti Paskibraka Tingkat Kecamatan Pajangan. 2017
2.    Juara 4 Festival Band Pelajar, Tingkat DIY. 2016
3.    Juara 1 Lomba Baca Kitab Suci Injil Berbahasa Jawa, Tingkat DIY. 2018
4.    Juara 4 Baca Geguritan Tingkat Kabupaten Bantul. 2018
5.    Juara 2 Macapat, Tingkat Kabupaten Bantul . 2018
6.    Juara 4 Macapat Tingkat Propinsi Yogyakarta. 2018


Tuesday, February 26, 2019

TRANSPORTASI DARING : Langganan Antar-Jemput Pelajar

Di era modern yang serba canggih ini, hampir semua orang menginginkan segala sesuatu menjadi praktis dan instan. Berkembangnya teknologi semakin memudahkan kehidupan, tidak terkecuali dalam bidang transportasi. Kalau dulu kita harus pergi ke pangkalan ojek atau menelepon taksi untuk menggunakan jasanya, sekarang kita bisa memesannya melalui aplikasi, atau biasa disebut transportasi daring (dalam jaringan). Bahkan, kita bisa langsung tahu siapa supirnya, apa kendaraannya, berapa nomor platnya, sampai estimasi waktu berapa lama si supir akan datang.

Foto: Elisa
Tidak terbatas pada itu saja, adanya transportasi daring memudahkan kita untuk memesan makanan, berbelanja, hingga mengirimkan barang. Penawaran seperti inilah yang biasanya diminati oleh kalangan pelajar dan mahasiswa. Biaya ongkos transportasi daring pun cukup terjangkau.

Hal ini juga disetujui oleh Muhammad Bahruddin (17), siswa kelas XI MIPA 1 SMA N 2 Bantul yang kerap menggunakan jasa transportasi daring setiap pulang sekolah, sejak kelas sepuluh. “Ojek online membantu aku yang nggak selalu bisa diantar-jemput karena orangtuaku sibuk. Aku juga belum begitu lihai mengendarai sepeda motor. Apalagi, jam pulang sekolahku sering tidak menentu karena aku ikut beberapa organisasi yang acaranya bisa sampai sore.”

Serupa dengan Rudi, Gadis Elvina (17) juga berkata demikian. “Orangtua belum mengizinkanku mengendarai motor sendiri ke sekolah. Lagipula, aku juga belum memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi). Sedangkan, jasa ojek online itu sudah terjamin keamanannya.”
Gadis yang juga siswi kelas XI MIPA 5 SMA N 2 Bantul juga menyatakan bahwa layanan ojek berbasis aplikasi lebih mudah digunakan daripada ojek konvensional. Letak pangkalan ojek konvensional cukup jauh dari rumahnya.

Selain itu, baik Rudi maupun Gadis sama-sama tidak begitu mengetahui rute transportasi umum dari rumahnya ke sekolah. Di Bantul, tidak semua jalan dilewati oleh bus umum. Jalur bus di Bantul memang lebih banyak beroperasi di Jalan Bantul dan Jalan Parangtritis, berbeda dengan bus Trans Jogja yang lebih luas jangkauannya. Meskipun sudah mencapai kawasan Bantul, bus Trans Jogja baru tersedia di daerah perbatasan Bantul-Jogja, seperti Kasihan dan Banguntapan.

Meskipun sangat membantu terutama dalam keadaan mendesak, transportasi daring tetap memiliki kekurangan. Menurut Gadis, ia lebih mengeluhkan sistem pembatalan supir yang kurang efektif dan estimasi waktu yang tidak tepat.

Sementara Rudi mengungkapkan kemungkinan penyebab naiknya tarif. “Pemilihan jalannya kurang bagus. Ada jalan yang lebih dekat, tapi malah lewat yang jauh.”
Rudi juga menambahkan, “Di masa mendatang, aplikasi transportasi daring pasti akan semakin banyak. Hal itu bisa menimbulkan kompetisi, padahal seiring perkembangan zaman bakal ada kendaraan yang lebih canggih seperti robot.” pungkasnya.

Berbeda dengan Gadis dan Rudi yang menggunakan jasa transportasi untuk antar-jemput, Janet Maylenia (18) lebih mengandalkan untuk memesan makanan dan minuman, bahkan lebih sering diantar ke kelasnya terutama jika sedang mengerjakan tugas.

“Aku udah pakai jasa transportasi daring sejak kelas XI dan pelayanannya memuaskan. Selalu ngerasa kalau itu trusted karena supir dan kendaraannya juga jelas. Mungkin akan lebih baik lagi kalau ke depannya bisa pakai kartu kredit atau lewat bank, nggak hanya melalui cash atau e-pay sesuai aplikasinya.” ujar siswi kelas XII IPS 2 SMAN 2 Bantul tersebut.

Masih senada dengan Janet, Muhammad Alif (17) juga mengungkapkan hal yang sama. “Selama aku memakai jasa itu sejak SMP, aku nggak pernah kecewa sama pelayanannya. Perusahaannya kan sudah terkenal, supir sudah dites melalui seleksi, dan kalau ada apa-apa sudah ada kantornya di Jogja.”

Siswa kelas XI MIPA 2 SMA N 2 Bantul itu membagikan pengalaman ketika memilih jasa tersebut untuk mengirim laptop ke SMP-nya. “Dulu aku mengantarkan laptop buat UNBK. SMP-ku dekat dari rumah sih, tapi kan dulu aku belum bisa mengendarai motor. Lagipula, kalau sudah ada kemudahan begini, rasanya malas kalau harus naik sepeda ke sana. Biasalah, seperti generasi milenial saat ini.” tutupnya. (Alifnisla)

Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 2, 2018

Sunday, February 24, 2019

Silvia Dina K. & Lucia Dini P Ingin Terus Berprestasi


Membangun sinergi dan menjaga motivasi berprestasi itu bukan perkara yang mudah. Seperti yang dialami si kembar, Silvia Dina Kristianingsih  (Dina) dan Lucia Dini Purwaningsih (Dini). Kedua pelajar dari SMAN 1 Minggir Sleman, Yogyakarta. Keduanya sama-sama berprestasi di bidang olahraga, tepatnya Taekwondo. 
Saat ditemui di lokasi latihan, Dina menceritakan bahwa berprestasi bersama dengan saudara kembarannya itu hal yang menantang. Menantang karena tidak hanya bersaing dengan lawan pertandingan, tetapi juga melawan saudara kandung sendiri. Meskipun demikian, mereka saling mendorong satu sama lain.
Foto: Sambu
Seperti yang diceritakan oleh Dini, justru itulah yang membuat mereka termotivasi. Ada dorongan untuk terus maju ketika saudara kembarannya lebih maju. Tertantang untuk menyaingi prestasi yang dimenangkan saudara kembar agar tidak tertinggal di belakang, minimal setara. Kedua gadis kelahiran Sleman, 11 Februari 2002 terpilih menjadi Tim Paskibraka Kabupaten Sleman 2018.
Bagi orang awam yang baru mengenanya. Gadis jurusan Mipa II ini bagai pinang dibelah dua. Mereka berdua benar-benar kembar Identik. Meskipun kembar, keduanya memiliki perbedaan yang menonjol. Satu memiliki minat olahraga Taekwondo dan satunya memiliki minat Paskibra. Berikut biodata keduanya.
·         Silvia Dina Kristianingsih
Silvia Dina kristianingsih, memiliki hobi Jogging. Prestasi yang paling menonjol di bidang olahraga, khususnya Taekwondo. Banyak penghargaan yang diperolehnya selama tiga tahun belakangan ini tidak membuatnya berpuas diri. Mengawali Taekwondo sejak di bangku SMP dan langsung memperoleh Juara tiga poomsae pemula pra Junior Putri di  Kejurda Jogja Istimewa Championship 2015.
Dina, sapaan akrabnya. Selain sekolah, olahraga, ternyata dirinya juga mengikuti aktivitas seperti bergabung dalam kegiatan karangtaruna dan keagamaan ditempatnya tinggal. Sisa waktu luangnya, dipergunakan untuk belajar Taekwondo. Gadis sederhana dan periang satu ini memiliki cita-cita ingin menjadi seorang Polwan.
Saat ditemui di tempat latihan, Dina meceritakan bahwa salah satu alasan menekuni olahraga Taekwondo adalah bekal membentuk fisik dan ketrampilan masuk ke Akpol. Gadis berusia 16 tahun sosok yang gigih. Moto hidupnya adalah maju pantang mundur, belajar tidak kenal waktu dan umur. Berikut prestasi Dina sebagai berikut.
Ø  Juara tiga poomsae pemula pra Junior Putri di  Kejurda Jogja Istimewa Championship 2015
Ø  Juara satu poomsae pemula Putri di Salatiga Open-National Taekwondo Championship,tlg 8-9 Agustus 2015.
Ø  Juara tiga poomsae biru Strip sd merah SMP Putri di Magelang Open Taekwondo Championship Walikota Cup IV,  tgl 15-17 April 2016.
Ø  Juara satu Beginner Poomsae Individual Junior Female  di UPI  Bandung Taekwondo International Invitation 2017,tgl 23-24 September 2017.
Ø  Tim Paskibraka Kabupaten Sleman 2018
Ø  Festival Seni Budaya Anak dalam rangka hari Kartini 2010 di Purawisata Yogyakarta.
·         Lucia Dini Purwaningsih
Lucia Dini Purwaningsih, atau biasa disapa dengan Dini juga memiliki banyak prestasi. Prestasi yang diperoleh masih sama, yaitu dibidang olahraga. Bersama saudara kembarnya, Ia mengawali olahraga Taekwondo sejak di bangku SMP. Meskipun memiliki prestasi sama dibidang olahraga, minat dan antusiasme Dini berbeda. Minat hobinya masih di dunia olahraga, yaitu Jogging. Motto hidupnya adalah Raihlah bintang, belajar tidak kenal waktu dan umur.
Gadis pemalu satu ini memiliki minat lebih besar di Paskibraka. Meskipun demikian, Dirinya tetap akan menekuni Taekwondo untuk masa depan dan memperoleh banyak penghargaan lebih banyak. Dirinya menyadari bahwa kejuaraan yang pernah diperolehnya saat ini adalah awal perjuangan. Dini berharap, kedepan lebih bisa benar-benar total berprestasi, tidak setengah-setengah. Adapun hal menarik dari Taekwondo yang selama ini dia tekuni, yaitu pengalaman melawan teman sendiri, dan harus mengalahkan teman sendiri.
“Pernah tanding sama temen sendiri, tapi tidak tega dan ditengah-tengah jadi tega. Selesai pertandingan, kami nangis bareng,” papar Dini saat menceritakan pengalaman lucu dan berkesan saat mengikuti kejuaraan Taekwondo. Berikut adalah prestasi yang diperoleh Dini.

Ø  Juara tiga poomsae pemula pra Junior Putri di  Kejurda jogja Istimewa Championship 2015
Ø  Juara Dua poomsae pemula Putri di Salatiga Open-National Taekwondo Championship,tlg 8-9 Agustus 2015.
Ø  Juara tiga poomsae biru Strip sd merah SMP Putri di Magelang Open Taekwondo Championship Walikota Cup IV,  tgl 15-17 April 2016.
Ø  Juara satu Beginner Poomsae Individual Junior Female  di UPI  Bandung Taekwondo International Invitation 2017,tgl 23-24 September 2017.
Ø  Tim Paskibraka Kabupaten Sleman 2018
Ø  Festival Seni Budaya Anak dalam rangka hari Kartini 2010 di Purawisata Yogyakarta. (Elisa)
Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 1, 2018

Saturday, February 23, 2019

Dinamika Transpotasi Daring di Kalangan Pelajar

Siapa yang tidak kenal gojek? Khusus masyarakat kota, pasti menjawab tahu aplikasi satu ini. Meskipun di pelosok daerah sana ada juga masyarakat yang tidak tahu, karena akses jalan dan sinyal yang tidak mendukung. Bagaimanapun juga, gojek termasuk transportasi daring yang hanya dapat diakses apabila ada sinyal dan ada kuota yang menghubungkan langsung dengan Internet.

Foto: Elisa
Lantas bagaimana menurut para pelajar Yogyakarta terkait dengan transportasi daring dikalangan pelajar? Siswa SMKN 2 Depok, Fransiscus Asisi Fajar Ade Saputra salah satu pelajar yang tidak pernah menggunakan transportasi daring dalam kesehariannya. Dirinya lebih memilih mengendarai sepeda motor sendiri setiap kali sekolah, karena jarak yang jauh dari rumah ke sekolah. Meskipun dirinya tidak pernah menggunakan transportasi daring, dirinya tidak asing dengan Gojek, karena hampir sebagian besar teman-temannya pun juga menggunakan transportasi daring satu ini.

Siswa yang berusia 17 tahun ini pun ikut unjuk suara terkait apa itu yang dimaksud dengan transportasi daring. Menurut Franciscus Asisi Fajar Ade Putra transportasi daring adalah transportasi online.  “Sebenarnya tidak hanya gojek saja, tetapi taksi yang dapat dipesan secara online juga dapat disebut dengan transportasi daring,” imbuhnya.

Melihat teman-temannya yang sering menggunakan transportasi Daring, Fajar pun membocorkan kenapa banyak temannya yang menggunakan jasa ini, karena pemesanan lebih mudah dan terjangkau. Menurutnya, dengan adannya transportasi daring lebih efektif karena memudahkan orang untuk mencari transportasi umum dimana saja dan kapan saja. Memang kehadirannya sangat inovatif, ternyata Fajar kadang juga merasa resah, karena semakin banyak pengemudi gojek di jalan, dan sering didapati para pengemudi ugal-ugalan agar bisa datang lebih cepat tanpa memikirkan sekitarnya.

Lain siswa, lain cerita. Kali ini cerita dari pelajar SMKN 1 Pengasih, Hena Asri Masnisa (16) yang merasa tertolong menggunakan transportasi daring satu ini. Dirinya sebenarnya bukan pengguna rutin gojek. Hena hanya menggunakan gojek beberapa kali saja, ketika terdesak. Misal ketika tidak ada yang menjemput atau ketika motor digunakan untuk keperluan lain.

Menurut penuturan Hena, di lingkungan sekolah SMKN 1 Pengasih, siswa yang menggunakan transportasi daring masih sedikit. Sebagian besar pelajar SMKN 1 Pengasih seperti dirinya lebih memilih menggunakan motor sendiri ketika ke sekolah. Pengalaman pertama Hena menggunakan jasa transportasi daring itu ketika dirinya mengikuti acara di sekolah, tidak ada yang menjemput. Satu-satunya yang dapat dimintai tolong adalah menggunakan transportasi daring.

“Daripada harus meminta tolong teman yang belum tentu pasti. Gojek lebih pasti, dan waktu itu saya pesan gojek malam hari, dan harganya lebih mahal,” ceritanya.
Cerita hampir sama juga pernah dialami oleh siswa dari SMKN 1 Temon, Syaifur Rohman (18) yang merasa tertolong dengan gojek. Saat itu Rohman merasa malas keluar membeli makan. Satu-satunya yang dapat dimintai tolong adalah memanfaatkan go food untuk delivery order makanan. Masalah selesai, tanpa meninggalkan masalah.

“Transportasi daring seperti fitur Gojek itu penting, karena tidak hanya saya yang mendapatkan kemudahan dan kenyamanan,” tutupnya.   (Linda, Elisa)
Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 2, 2018

Friday, February 22, 2019

Gojek Menjadi Transportasi Favorit Pelajar Yogyakarta


Kehadiran aplikasi Gojek sebagai solusi atas keluhan masyarakat terhadap transportasi umum yang maksimal. Transportasi umum seperti bis kota seperti Transjogja yang diharapkan sebagai solusi transportasi, ternyata belum sepenuhnya dapat diterima dan memudahkan masyarakat. Karena shalter transjogja hanya dibeberapa titik dan menyulitkan pelajar untuk datang ke shalter itu dengan jalan kaki terlebih dahulu.
Foto: Elisa
Atas kasus semacam itu, hadir aplikasi Gojek yang kini menjadi pilihan utama dan tervafarit untuk anak-anak SMA. Para Driver gojek pun melihat peluang tersebut, dan di jam-jam sekolah usai, banyak driver yang mangkal di dekat sekolah-sekolah. Penggunanya pun tidak hanya satu dua, ternyata cukup banyak pelajar yang menggunakan jasa ini.
Salah satu pengguna Gojek adalah siswa SMKN 5 Yogyakarta, Fitriyani. Fitri mengaku jarang menggunakan Gojek ketika ke sekolah, karena dirinya lebih sering menggunakan kendaraan pribadi. Siswa berusaia 18 tahun ini mengaku dirinya menggunakan aplikasi gojek hanya ketika memesan makanan menggunakan fitur go food, dan merasa puas dengan pelayanan prima dari driver pengantar makanan.
“Selama menggunakan go food merasa puas dengan pelayanannya. Pengemudinya ramah dan makanan pesanan tidak rusak,” imbuhnya. Fitripun menambahkan ide aplikasi transportasi during ini inovatif. Karena mampu melihat kebutuhan kaum millennial, khusus pelajar yang sudah terpola serba gampang, cepat hanya dengan smartphone.
Menariknya lagi, pengguna gojek ternyata tidak hanya digunakan oleh siswa SMA/K/MA saja, tetapi juga siswa SMP menggunakan jasa ini. salah satunya siswa dari SMPN 9 Yogyakarta, Listyana, juga menggunakan Gojek sebagai transportasi rutin yang digunakan untuk berangkat dan pulang sekolah. Umumnya memang gojek bagi pelajar SMP karena belum diperbolehkan membawa kendaraan sendiri karena belum cukup usia.
Siswi berusia 15 tahun ini merasa puas dengan pelayanan dari aplikasi Gojek. Khususnya pada driver yang ramah, walaupun tidak banyak yang juga jutek. Dari segi harga, menurut Listyana tergantung dari jarak dan dibandingkan dengan ojek pangkalan terbilang lebih murah.
“Harapannya sih, aplikasi ini terus berkembang baik, agar tidak bosan dan tidak ketinggaan,” tutupnya. (Dhea, Elisa)



Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 2, 2018

Thursday, February 21, 2019

Alasan Pelajar Lebih Memilih Gojek Daripada Menggunakan Bis Kota

Perkembangan teknologi dan informasi di zaman modern saat ini memang hal yang wajar. Salah satu dampak dari perkembangan teknologi munculnya banyak aplikasi yang dapat di download secara gratis. Salah satu aplikasi yang memberikan perubahan besar untuk masyarakat adalah aplikasi Gojek, yang kemudian disebut dengan istilah transportasi daring.

Foto: Elisa
Gojek menawarkan transportasi yang lebih praktis dan cepat untuk masyarakat. Wajar jika banyak masyarakat merasa terbantu dengan adannya aplikasi satu ini. Pengguna gojek pun tidak pandang bulu, mulai dari dewasa, mahasiswa, anak SMA/K/MA pun juga menggunakan jasa satu ini. Salah satu pengguna Gojek adalah siswi SMK 1 Piri, Gafia Saraswati saat ditemui di sekolah beberapa waktu lalu. Fitur yang sering Ia gunakan menggunakan Go Ride.

Siswi yang beru berusia 17 tahun ini mengaku jarang menggunakan fitur Go Food karena tarif ongkirnya mahal.  Gafia Saraswati juga menceritakan pengalamannya selama menggunakan transportasi during satu ini. Ia lebih sering menggunakan gojek dan grab dibandingkan yang lainnya.
 “Saya seringkali menggunakan ojek online tapi ya tidak setiap hari. Hanya pada saat tertentu saja, saya sih puas ya dengan pelayanan dari driver  mereka ramah tapi kadang juga ada yang jutek gitu,” Imbuh Gafia Saraswati.

Cerita serupa juga dirasakan oleh siswa SMK Bopkri Yogyakarta, Suryanto. Dirinya juga mengaku sering menggunakan transportasi daring. Alasan kenapa dirinya menggunakan transportasi ini karena pemesanannya mudah dan cepat.

“Saya hampir tiap hari menggunakan aplikasi ojek online, karena pemesanannya mudah juga tak butuh waktu lama untuk menunggu pengemudi ojek datang menjemput,” Tandasnya. Suryanto pun selalu menggunakan gojek setiap berangkat dan pulang sekolah.

Suryanto sedikit berbeda dengan Gafia Saraswati, Jika Gafia hanya menggunakan beberapa fitur saja, bedanya Suryanto sudah pernah menggunakan semua fitur yang ditawarkan oleh Gojek. Mulai dari go ride, go food sampai go shop. Menariknya, Suryanto tidak pernah mau mencoba aplikasi lain selain Gojek, alasannya sederhana karena aplikasi Gojek sebagai pelopor utama, Ia pun beranggapan pelayanannya pasti lebih baik. (Dhea, Elisa)


Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 2, 2018

Wednesday, February 20, 2019

Pelajar Jogja Bijak Menyikapi Medsos

Memang kemajuan teknologi saat ini tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Berbagi informasi yang terjadi diberbagai belahan dunia kini telah dapat langsung kita ketahui berkat kemajuan teknologi (Globalisasi). Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuanm ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia.

Foto: Elisa
Ilham Ramadhan Putra Sukaca (16) memiliki pendapat berbada. Media Sosial saat ini sebagai media komunikasi dan hiburan. Pertamakali aplikasi yang di pasang Ilham saat dirinya masih kelas 6 SD.
“Waktu itu aplikasi game dan WA yang aku pasang,” tegas pelajar yang sekarang duduk di kelas 11 MIPA. Alasan Pelajar yang duduk di SMA N 1 Sleman ini memasang dua aplikasi tersebut karena dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan teman. Sedangkan aplikasi games hanya sebagai media untuk refreshing saja.

Berbeda dengan pelajar dari SMKN 1 Panjatan, Annisa Rahma (15) media sosial yang pertamakali dia pasang adalah WA dan Instagram. Aplikasi Instagram dianggap Anggap aplikasi yang menarik. Karena dapat menyalurkan hobinya berfoto-foto.

Annisa merasakan manfaat dari medsos ini salah satunya yakni dapat mengetahui informasi terbaru, berkomunikasi tanpa dihalangi oleh jarak, sebagai hiburan dan lain-lain. “Menurut saya, bermedsos itu ketika kita dapat menghargai postingan yang diposting oleh orang lain. Karena setiap orang mempunyai hak tersendiri untuk menghendaki apa yang ingin ia posting.” Tambahnya.

Ternyata, Ilham dan Annisa pernah merasakan bahaya media sosial. Bahaya bully dan cyber bullying. Mereka salah juga termasuk korban pengguna yang sering mendapati berita hoax dan untuk memprovokasi sesuatu. Sedikit berbeda dengan Ilham, Dia menegaskan bahwa media sosial tidak selamannya berdampak buruk. Media sosial justru memudahkan penggunanya. Media sosial menyediakan ilmu dan berita praktis.
 “Karena dengan media sosial, kejadian yang baru saja terjadi pun bisa langsung menyebar luas. Memudahkan dalam berkomunikasi dengan orang yang jauh. Melalui media sosial pun kita bisa mendapatkan ilmu yang belum tentu bisa kita dapatkan di sekolah,” ceritanya. Ia juga menyampaikan bahwa media sosial juga bisa digunakan sebagai sarana refreshing dan hiburan. Dibalik sisi positif yang dirasakan Ilham, ternyata dirinya pernah merasa kecewa.

Kekecewaan Ilham terhadap media sosial lebih pada penggunaan bahasa. Bahasa dimedsos cenderung kurang bisa dipahami dan dapat menimbulkan salah paham. Serta penyalahgunaan medsos untuk sarana penyebaran hoax, provokasi, intimidasi, penipuan dan kejahatan medsos lainya yang merugikan.

“Sebaiknya penggunaan medsos itu seperti mengutamakan bersosial secara langsung seperti bersosial di rumah, disekolah maupun di masyarakat luas. Menggunakan medsos sebijak mungkin seperti tidak terlalu lama bermedsos di handphone. Menggunakan media sosial dengan baik seperti memilih sumber yang pasti dan tidak menimbulkan keraguan atas berita atau apapun yang dibagikan di medsos. Yang selanjutnya adalah santun dalam bermedsos seperti tidak melakukan bullying, menyebar provokasi maupun hoax,” paparnya. (Linda, Elisa)

Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 2, 2018

Tuesday, February 19, 2019

Bahaya Fatal Medsos Untuk Reputasi Pelajar


Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. Teknologi dibuat untuk memudahkan dan mempercepat kerja bagi para penggunannya. Tidak hanya itu, teknologi diciptakan juga menjadi media untuk membangun interaksi sosial secara online. Dampaknya menyebabkan interaksi sosial secara langsung menjadikan pengguna menjadi antisosial.
Foto: Ist
Fenomena antisosial dan menurunnya kepekaan terhadap lingkungan salah satu bentuk kemunduran dalam kehidupan bermasyarakat yang menjadi perhatian serius demi mewujudkan masyarakat yang toleran dan peduli satu sama lain dalam bermasyarakat. Khususnya bagi kaum millennial yang hidup dengan teknologi. Salah satunya pelajar SMKN 1 Pengasih Kulon Progo, Muhammad Mahdi Pradipta Adiguna (16) yang menjadikan media sosial itu sebagai kebutuhan. Dengan teknologi dan segala pernak-pernik teknologi, dirinya dapat berkomunikasi dengan teman-temannya yang berada jauh sekalipun.
Pelajar yang hobi beat box ini pernah mendapatkan pengalaman yang tidak enak menggunakan teknologi. Keterbatasan pengetahuan TI pun Mahdi pernah menjadi korban hacker Facebook yang menggunakan akunnya. Tanpa dia ketahui, akunnya digunakan untuk mengirim link porno.
Pada waktu itu orang-orang masih gaptek, belum tahu kalau  itu perbuatan dari si hacker. Akibatnya mengira bahwa yang mengirim link itu adalah saya, sehingga saya merasa dirugikan dan mencoreng nama baik saya dan keluarga,” ceritanya. Meskipun demikian, Mahdi tidak jera dan masih tetap menggunakan Facebook.
Berbeda cerita lagi dengan Alvina Meilyn Puspita (16), Ia belum pernah di hacker. Meskipun tidak sampai dipermalukan seperti kasus Mahdi, siswi dari SMKN 1 Yogyakarta ini juga pernah memiliki cerita yang tidak enak.  Kekecewaan Alvina pernah memperoleh notif tentang kuota paket data yang akan habis. Hal itu yang membuat ia sedikit menyesal karena terlalu sering menggunakan medsos. Alvina merasa boros. Ia pun punya tips untuk dirinya sendiri agar hemat, yaitu menggunakan medsos secukupnya dan seperlunya saja dan kalau bisa jadikan medsos sebagai ajang menyalurkan hobi dan kreatifitas tetapi jangan sampai kreatifitas yang kita buat menyinggung pihak lain yang nantinya bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. (Linda, Elisa)

Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 1, 2018

Monday, February 18, 2019

Efisiensikah Penjurusan Kelas Sejak Kelas X?

Sekolah menjadi kewajiban dan keharusan bagi peserta didik mengikuti aturan yang dibuat oleh pemerintah. Serba serbi menarik di dunia sekolah, khusus pelajar SMA menjadi pembicaraan siswa maupun orangtua yang hangat, terkait dengan penjusan sekolah. Dulu penjurusan dilakukan ketika siswa masuk kelas XI, lain cerita dua tahun belakangan penjurusan dilakukan semenjak siswa masuk mendaftarkan diri ke masing-masing SMA.

Foto ilustrasi: Elisa
Seperti pendapat Siswi SMA Santo Mikael Sleman, Angela Mutiara Nandita yang memiliki perpsepsi berbeda terkait penjurusan sejak masuk sekolah. Baginya, penjurusan sejak pertamakali masuk trobosan yang menarik, dan dia setuju akan hal itu. Alasan siswa berusia 15 tahun merasa lebih efektif dan lebih akurat, karena siswa langsung masuk di jurusan yang sesuai dengan keinginan dirinya sendiri.

Mutiara yang mengambil jurusan IPS mengaku lebih senang dengan adannya kebijakan ini. Karena tidak perlu menyesuaikan diri lagi ketika sudah kelas XI. Penyesuaianya cukup sekali saat kelas X saja. Tidak hanya itu, dengan penjurusan sejak kelas satu mengajarkan siswa untuk konsisten dengan pilihannya.

“Harapan saya tidak main-main dengan keputusan yang sudah dipilih dan harus bisa lebih tekun dalam menjalaninya,” Tegasnya. Sejauh ini, Mutiara juga merasa nyaman dengan jurusan yang dipilihnya (IPS). Karena memang sejak awal, sebelum masuk ke sekolah Mutiara senang dengan pembelajaran seperti menghafal dan ilmu sosial. ia mengaku masih nayaman dengan jurusan IPS, karena metode pembelajaran yang disampaikan gurunya mudah dimengerti dan dipahami.
Berbeda dengan pelajar SMAN 1 Bantul, Noni Puspita, penjurusan bagi pelajar itu penting. Ia lebih senang penjurusan dilakukan ketika kelas XI. Alasannya karena membantu siswa mematangkan dan mematangkan jurusan pilihannya.

Seperti cerita Noni, sebelum masuk kelas X, dirinya mengikuti tes minat dan psikologi menunjukan bahwa dirinya lebih cocok masuk IPS. Namun karena kesenangannya di IPA, akhirnya Noni memutuskan memilih jurusan IPA. Hal yang menarik menjadi siswa IPA adalah bisa belajar ilmu yang ingin diketahui, khususnya tentang eksak.

“Nggak enaknya binggung ketika lulus nanti, karena banyak lapangan kerja, karena lebih banyak lapangan kerja untuk jurusan IPS,” tutupnya. (Linda, Elisa)

Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 2, 2018

Sunday, February 17, 2019

Sistem Zonasi Sekolah, Sebaiknya Ditinjau Ulang


Kebijakan zonasi untuk memilih sekolah di Yogyakarta sudah berlangsung selama 2 tahun. Diawali dari tahun 2017 lalu, pada prinsipnya kebijakan ini bertujuan untuk meratakan kualitas pendidikan di Indonesia. Meski begitu kebijakan ini cukup membuat pro dan kontra diantara para siswa, orangtua, dan pihak sekolah tentunya.
Foto: Elisa
Hal tersebut dirasakan sendiri oleh Andika, siswa kelas 11 IPA 1 SMA Negeri 11 Yogyakarta, yang mengalami sistem zonasi. Menurut Rizi, sistem zonasi ini seperti pisau yang jika digunakan dengan baik akan bermanfaat tetapi jika di salahgunakan akan merugikan. Rizki sendiri mengaku terbantu dengan adanya sistem zonasi. "seneng juga sebel, senengnya karena sekolah yang pamornya bagus jadi turun pamornya, sebelnya sekolahanku juga kena," ungkapnya.
Hal berbeda diungkapkan Rizki Firmansyah siswa kelas XI IPA 1, SMA Negeri 11 Yogyakarta yang mengaku kurang setuju dengan adanya sistem zonasi. Ia mengaku sebal melihat ketidak adilan di sana.  "Karena lihat mereka yang punya nem nem menengah kebawah bisa masuk sekolah ternama, sedangkan yang nem nya tinggi dihalangi sama jarak antara rumah dengan sekolahnya itu," jelasnya. Andika juga menyebutkan sistem zonasi hanyalah sebagai batu loncatan untuk pemilik nem rendah dan batu halangan buat pemilik nem tinggi.
Namun hal berbeda dikatakan oleh Dewata Panglipur Alhamsyah, siswa kelas X SMA Negeri 4 Yogyakarta, yang mengalami sistem zonasi pada tahun ini. Alham lebih bijak melihat dalam menyambut kebijakan baru. Ia menilai sistem yang ditujukan bertujuan untuk membuat siswa tidak menempuh jarak yang jauh saat sekolah, meskipun akibatnya akan banyak siswa yang tidak bisa masuk sekolah impiannya atau malah dipermudah.
Alham justru mengusulkan sebaiknya kuotanya diperbesar untuk luar zona namun zona nya diperkecil. "Untuk sistem zonasi sma sudah efektif, meskipun radiusnya masih terlalu jauh untuk beberapa orang," katanya.
Ia pun mengaku senang saat ini bisa masuk SMA Negeri 4 Yogyakarta dengan sistem zonasi. Meski nem nya tidak terlalu tinggi, sistem zonasi cukup membantu dirinya masuk ke sekolah yang ia inginkan. "seneng sih, soalnya emang dari dulu sebenernya mau masuk sma 4 dan kebetulan sma 4 masuk dalam zona ku,"
Sementara Rizki dan Andika menyatakan hal sebaliknya. Rizki merasa kebijakan ini kurang bagus karena adanya zonasi belum tentu bisa meratakan persebaran siswa yang "lebih" dengan yang "kurang". Rizki menyarankan sebaiknya lebih dioptimalkan dalam membuat kebijakan, misalnya untuk setiap siswa yang masuk diberi tes supaya bisa melihat seberapa kompeten kah siswa itu.  Andika juga membenarkan, akan lebih baik jika ada pembagian kuota sehingga tidak mutlak semua berdasarkan zonasi. Dibagi kuota untuk nem rendah, nem tinggi, dan KKM.
Saat disinggung tentang salah satu alasan sistem zonasi adalah untuk meratakan kualitas sekolah, Rizki menilai itu hal yang bagus. Meski begitu menurutnya stigma sekolah favorit sebenarnya dihasilkan oleh para siswa yang berprestasi di sekolah tersebut. Untuk menghilangkan pikiran seperti itu maka para siswa seharusnya bisa berprestasi dalam bidang yang mereka sukai. Sekolah yang bisa meningkatkan bakat dan kemampuan siswa sekolah tersebut semaksimal mungkin.
Alham juga menambahkan sebenernya stigma SMA favorit kan prespektif masing masing, kemana siswa itu akan melanjutkan studi di SMA itu adalah pilihan. Namun dikatakan favorit karena banyak yang ingin melanjutkan di SMA yang sama.
Menurut Alham, SMA favorit adalah SMA yang bisa memenuhi kebutuhan fasilitas dari minat siswa, atau setidaknya mendukung. Pleh karena itu yang dimaksud SMA favorit bisa berbeda. Untuk ke depannya, Andika memiliki harapan semoga sistem zonasi bisa lebih disempurnakan dan dapat bermanfaat. "Sekolah yang menjadi fasilitas untuk anak yang kurang dalam hal apapun menjadi hebat dalam hal apapun," tutupnya. (Intan)

Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 2, 2018



Saturday, February 16, 2019

Penjurusan Kelas X Melatih Pelajar Mengambil Keputusan Secara Dini


Siswa-siswa yang mempunyai kemampuan sains dan ilmu eksakta yang baik, biasanya akan memilih jurusan IPA. Begitu sebaliknya, siswa yang memiliki minat pada sosial dan ekonomi akan memilih jurusan IPS. Berapa sekolah Menengah Atas kini ada juga yang membuka jurusan Bahasa, yang dikhususkan untuk siswa yang memiliki minat bahasa.
Foto Ilustri: Tim Duta Museum 2016
Pemerintah, khususnya pemerintah pendidikan terus melakukan evaluasi dan perubahan pendidikan. Salah satunya mengarahkan sejak dini penjurusan, dengan cara pemilihan penjurusan dilakukan sejak siswa masuk ke SMA. Harapannya siswa memiliki waktu lebih lama pada jurusan yang dipilihnya. Berikut beberapa pendapat beberapa pelajar di Yogyakarta.
Budi Santoso, salah satu pelajar SMKN 7 Yogyakarta tidak begitu terkena dampak penjurusan bagi pelajar SMA. Karena sejak awal dirinya memang sudah ingin masuk ke Sekolah Menengah Kejuruan. Menurut pelajar yang berusia 17 tahun terkait penjurusan bagi pelajar SMA dilakukan sejak kelas X hampir sama dengan sekolah kejuruan. Prinsip mengambil jurusan dipilih berdasarkan dengan minat dan tujuan atas dasar keinginan diri sendiri, bukan karena paksaan atau ingin dinilai oleh oranglain. Harapannya agar selama menjalani kegiatan pembelajaran terasa lebih menyenangkan.
Secara pribadi, siswa yang hobi main games ini penjurusan untuk SMA lebih efektif ketika kelas XI.
“Karena saat di kelas X adalah masa transisi dan bisa memilih secara matang jurusan yang pas dengan karakteristik mereka. Setelah kelas XI baru akan ada penjurusan,” tegas Budi.
Lain lagi dengan pendapat Siswi SMAN 3 Bantul, Julia Putri Nur Isma, menurutnya penjurusan itu sangat penting. Setidaknya adannya penjurusan memudahkan untuk mengetahui potensinya. Hal yang menarik selama proses penjurusan adalah kebimbangan dan keraguan ingin memilih jurusan IPA, IPS atau Bahasa. Pemilihan jurusan dianggap sebagai keputusan yang sulit.
Julia menyangkal hal tersebut, menurutnya penjurusan itu mudah. Jika memilih menggunakan hati nurani pemilihan jurusan akan mudah. Sebaliknya, jika pemilihan jurusan karena dipengaruhi oleh tuntutan orangtua, tuntutan gengsi maka pemilihan jurusan menyebabkan kepala pusing.
“Jika memang tidak tahu apa yang diinginkan, bisa memilih jurusan berdasarkan hasil test penjurusan,” Tegas siswi jurusan IPA. Ia pun menambahkan, jurusan yang sudah Ia pilih merasa menikmatinya. Karena bisa memperluas wawasan IPA dan Matematika. (Linda, Elisa)



Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 2, 2018

Friday, February 15, 2019

Melirik Gaya Hidup Kids Jaman Now


Kids jaman now siapa yang tidak asing dengan istilah yang satu ini. Hampir semua kalangan di Indonesia mengetahui istilah itu. Anak-anak yang terbilang belum cukup umur, namun sudah menjalani gaya hidup layaknya usia remaja ke atas. Bahkan ada beberapa kelakuaan mereka yang kadang membuat kita gemas sendiri. Belum lama ini kita disuguhkan dengan aksi salah satu anak yang mengunggah video akan dirinya di social media, yang menurut beberapa kalangan aksi tersebut terlalu berlebihan untuk anak seusianya, namun tidak sedikit juga yang memberikan pendapat, bahwa yang dilakukan anak itu tidak salah, hanya saja reaksi dari beberapa kalangan yang berlebihan. Akan tetapi, ada beberapa kalangan yang juga mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan memang tidak salah, namun efek yang mereka buat untuk anak-anak seusia mereka yang melihat mereka cukup besar.
           
Foto: Ist
Namun, apa yang dilakukan oleh kids jaman now ini tidak lepas juga dari kesalahan orang dewasa. Banyak dari kids jaman now, yang menirukan gaya hidup, perilaku, hingga pemikiran yang orang dewasa lakukan, tentunya yang mereka tirukan di beberapa social media atau tontonan televisi di rumah. Saat ini kita banyak melihat anak-anak usia SD hingga SMP sudah memilki pacar, padahal di usia mereka yang begitu belia, mereka belum terlalu paham dengan apa itu pacar, yang mereka tahu hanyalah idolanya melakukan itu, berarti dia juga boleh melakukan hal yang sama. Berbeda jenjang, berbeda pula tindakan yang dilakukan. Kali ini kita bergeser ke remaja SMA, tidak jarang remaja SMA usia di bawah tujuh belas tahun atau bisa dikategorikan baru masuk SMA sudah berdandan layaknya anak kuliah. Selama ini kita selalu mengenal istilah senioritas, namun kali ini berbalik seratus delapan puluh derajat. Mungkin saja karena pemikiran mereka, atau mungkin karena contoh yang selalu mereka lihat, sehingga istilah senioritas dapat berbalik menjadi junioritas. Tidak sedikit siswa-siswi kelas sebelas atau kelas dua belas yang mengeluh dengan perilaku adik-adik kelas mereka.
            Banyak dari siswa-siswi kelas sepuluh yang tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh mereka merupakan tindakan yang salah, mereka seakan melupakan budaya yang selama ini kita anut. Bukan berarti siswa-siswi kelas sebelas maupun kelas dua belas, merupakan orang yang gila hormat, tetapi memangggil atau berperilaku tidak sopan adalah hal yang tidak sepantasnya siswa-siswi kelas sepuluh lakukan. Tidak hanya berperilaku, bahkan dalam cara berpakaian saja, hampi seluruh kelas sebelas maupun kelas dua belas mengeluhkan hal yang sama. Cara berpakaian junior mereka yang dianggap tidak sesuai dengan norma maupun peraturan yang tertulis di sekolah. Tidak jarang pula ada beberapa siswa baru yang baru saja diterima sudah berani menggunakan make up untuk pergi sekolah. Mungkin tidak salah bila mengguakan make up untuk keperluan di luar sekolah, tetapi untuk di dalam lingkungan sekolah  itu merupakan tindakan yang amat salah. Kita juga sering mendengar kalimat-kalimat yang tidak enak untuk didengar dari anak-anak yang baru memasuki usia remaja atau usia masuk SMA.
            Mungkin banyak dari mereka yang beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang keren, semakin mereka melakukan kebiasaan orang-orang barat, maka mereka akan semakin keren. Atau dengan kata lain, mereka menginginkan pengakuan social atas diri mereka, tetapi dengan cara yang salah. Sebenarnya mengambil budaya asing tidaklah salah, hanya saja kita harus pandai-pandai memilih, mana yang cocok dengan kebudayaan kita dan mana yang tidak. Sedangkan, apa yang mereka ambil rata-rata atau bahkan kebanyakan tidak mereka saring terlebih dahulu. Padahal di negara asal, apa yang mereka lakukan merupakan hal yang paling rendah yang dilakuan, atau hanya orang-orang dengan strata rendah saja yang melakukan itu.
            Banyak dari kids jaman now yang mulai menyadari betapa berbahayanya tindakan mereka saat ini, terutama untuk anak yang baru menduduki bangku SMA. Kita kerap mendengar kabar akan adanya siswi yang terpaksa putus sekolah karena hami di luar nikah, atau siswa yang putus sekolah karena terlibat narkoba, ataupun tawuran. Dan sekali lagi, apa yang terjadi pada mereka tidak sepenuhnya kesalahan mereka, lagi, lagi, dan lagi semua kembali pada apa yang mereka lihat dan bagaimana orang tua mereka menyikapi gaya hidup mereka. Namun, memang ada beberapa orang tua yang sudah memberi tau, member nasehat, tapi tidak didengarkan oleh anak-anak, hanya sebatas masuk telinga kanan, keluar telinga kiri, sehingga para orang tua mulai lelah dengan kelakuan anak mereka, dan menyerah pada gaya hidup anak mereka.
            Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh sekelompok kids jaman now tidaklah salah, dan tanggapan dari beberapa kalangan juga tidak salah. Karena kita semua yakin kalau kids jaman now akan menyadari bahaya apa yang dapat mereka terima karena gaya hidup mereka. Mereka bisa melihat dari teman-teman mereka yang mulai kehilangan masa depan karena tindakan mereka. Mereka juga bisa berpikir bahwa apa yang mereka lakukan merupakan hal yang membuang-buang waktu, serta membuang-buang dana tentunya. Gaya hidup yang layaknya sosialita membuat mereka harus merogoh kocek dalam-dalam, yang tentunya tidak akan cukup pada kantong mereka yang masih bisa dibilang kantong pelajar. Selain itu rasa lelah karena harus mengikuti trend yang tiada habisnya, juga bisa menjadi faktor para kids jaman now untuk berhenti.
            Dari semua kids jaman now yang kita bahas sebelumnya, sebenarnya ada beberapa kids jaman now yang tidak sepenuhnya membawa dampak buruk. Kita sering disuguhkan oleh para kids jaman now yang sudah pandai menggunakan social media sebagai lading untuk menghasilkan pendapatan, tanpa merusak nama baik tentunya. Apakah mereka termasuk kids jaman now? Iya, kenapa? Padahal mereka tidak melakukan apapun yang dapat merusak masa depan mereka, atau yang merugikan. Sebenarnya definisi dari kids jaman now dari sang penulis yang sang penulis tau, kids jaman now adalah anak-anak yang belum memasuki usia cukup untuk memiliki sebuah social media, tetapi mereka sudah memilki. Tergantung bagaimana si anak memainkan social media tersebut, dengan sebuah peraturan atau tanpa sebuah peraturan.
            Kita boleh memberikan saran kepada para kids jaman now, tetapi bukan saran yang menyakitkan hati mereka. Kita sering melihat di deretan komentar para netizen yang sering mengolok-olok apa yang para kids jaman now lakukan. Salah? jelas sekali jawabannya, iya. Mengapa? Pada usia mereka, para kids jaman now sedang mencari jati mereka, dan tergantung bagaimana respon dari kita yang kita berikan berikan untuk mereka. Sering kali kita melihat sebuah komentar yang tidak enak untuk dibaca, justru dari komentar-komentar seperti itu lah, para kids jaman now mulai tertantang membuat yang lebih, agar mereka mulai diakui baik di dunia maya maupun dunia nyata. Tetapi, bayangkan bila kita memberikan masukan dengan bahasa yang baik, dan dengan penyampaian yang enak, para kids jaman now akan mulai berbipikir bahwa apa yang mereka lakukan sudah cukup untuk membuat mereka diakui di dunia maya ataupun dunia social. (Mayastuti) 
Dipublikasikan Tabloid BIAS, Edisi 2, 2018