Sunday, August 27, 2017

Imunisasi Berbahaya? Atau Tubuh Kita yang Tidak Terima?

Teringat salah satu status sahabat saya yang tinggal di pulau sana. Intinya dari statusnya, begitu beruntung di pulau Jawa ini banyak imunisasi gratis. Sedangkan di luar sana, tidak semua anak memiliki imunisasi gratis. Apalagi mereka yang ada dipelosok, tak terakses dan sarat penduduk yang perlu penanganan medis. Sekalipun ada, menunggu waktu yang lebih lama. Satu sisi, di Pulau Jawa yang dihuni lebih banyak orang ternyata banyak yang tidak setuju dengan program imunisasi dari pihak pemerintah. Memang, ini hak tiap ibu dan ayah terhadap buah hati mereka. Mereka memiliki anggapan dan pendirian sendiri. Saya yang masih sendiri ini cukup menjadikan semua itu sebagai skema dan fitrah. Katannya perbedaan itu indah. Perbedaan itu yang menciptakan pro-kontra. Perbedaan itu yang menyebabkan dunia ini terasa lebih ramai. Tidak pernah saya bayangkaan jika dunia ini lurus, lempang sejahtera, pasti rasannya nggak semenarik dan tidak menegangnkan.
Catatan kali ini saya bukan mau nyinyirin tentang bahaya imunisasi atau mahdzab yang mengharamkan imunisasi. Bukan juga dalam rangka mengkritik program baik pemerintah. Saya hanya lagi mood menuliskan tema ini saja, yang terkait dengan buku yang sebulan ini saya setubuhi dan saya lumat habis. Yihuiii, mengulas tentang sistem imun.
Menarik memang ketika tidak sengaja di beranda FB nemu kekhawatiran perihal imunisasi yang bisa berdampak buruk pada buah hati. Artikel ini mencoba menengahi dan sekedar sharing informasi yang kece dan menarik buat emak-emak, ya walaupun saya belum jadi emak-emak. Semoga ke-emakan saya ini sedikit membantu.
Ada beberapa kasus, ketika anak diberi imunisasi, anak akan bereaksi lain daripada anak pada umumnya. Sedangkan, di luar sana banyak anak-anak yang woles-woles saja saat diberi imunisasi tersebut. Jika setelah imunisasi dan terjadi jatuh korban, jangan serta merta menunjuk, menyalahkan atau mengharamkan. Wyh? Alasannya sebagai berikut.
Kita memiliki daya tahan tubuh berbeda-beda. Termasuk pada anak-anak. Tiap anak memiliki sistem imun yang unik dan berbeda. Nah, bisa jadi anak yang bereaksi berbeda setelah imunisasi karena faktor sistem imunnya. Berbicara soal imun itu sengat beragam sob, luas buanget. Masalah imun dari masalah penyakit umum seperti gatal, ruam sampai penyakit berat mematikan seperti HIV/AIDS. Salah satunya terkait sistem imun pada anak.
Berhubung saya belum pernah punya anak, tapi saya cukup berpengalaman di dunia anak. Karena sejak saya SMK saya sudah terbiasa momong ponakan. Nah, kampanye pada ibu melahirkan adalah memberikan ASI eksklusif pada buah hati itu ada alasannya. Salah satunya terhadap perkembangan si buah hati. bayi yang memperoleh asi ekslusif memiliki sistem imun yang kebal, dibandingkan anak-anak yang tidak eksklusif ASI.
Terkait ASI dengan gangguan sistem imun dan imuniasi apa sih? Jadi gini, anak usia 6 bulan yang tidak memperoleh ASI eksklusif dan mencoba mengenalkan makanan asing (lain2) beberapa kasus dapat menyebabkan anak mengalami alergi. Bentuk alerginya macem-macem, intinya, terbentuknya alergi pada anak-anak di fase ini. Yah, bisa juga karena faktor keturunan juga bisa.
Alergi akan bereaksi ketika alergen (benda asing: Bentuk benda asing tersebut macem-macem) pertama masuk ke dalam tubuh. Tubuh menerima alergen tersebut sebagai benda asing berbahaya. Padahal, benda asing tersebut sebenarnya bagus untuk tubuh, tapi karena sistem imun meresponnya itu sebagai benda asing berbahaya, maka terjadilah pertumpahan darah dan pertarungan di dalam tubuh. Efek dari peperangan juga macem-macem, tergantung respons si anak. Ada yang terjadi ruam, bentol, memar, mual, muntah-muntah, pusing, dan demam dan masih banyak lagi.

Dari ulasan sedikit ini, semoga membuka sudut pandang lain. Jadi, bukan imunisasinya yang haram atau apalah itu. Tapi tergantung dari daya tahan tubuh si anak. Daripada menuding dan menyalahkan perihal ini, lebih baik segera hubungi dokter. Jika perlu, lakukan pemeriksaan sistem imun anak Anda. Karena gangguan auto imun ini gejalannya sangat sering kita rasakan, namun sedikit orang yang “nggeh”. Karena saya bukan jurusan keperawatan ataupun jurusan kedokteran, apabila tulisan ini ada yang salah, mohon dimaklumi dan monggo boleh dikoreksi. 

Thursday, August 3, 2017

Rahasia Agar Diterima Kerja

Judul                 : 3 Langkah Sukses Dipanggil Wawancara Kerja
Penulis              : Ery Prasetyawan
Penerbit            : Aquarius
Tahun Terbit     : Desember 2016
Tebal                 : 178 halaman

Bolak balik memasukan lamaran kerja, tapi tidak pernah gol? Atau saat Anda di wawancara, selalu binggung menjawab besar gaji yang Anda inginkan? Bekerja memang salah satu cara menyambung hidup. Namun, untuk mencapai gol diterima kerja tidak semudah yang terlihat, kita perlu perang dilaga pertempuran perlamaran kerja
Banyak alasan kenapa lamaran kerja kita tidak diterima. Mulai dari kesalahan menulis surat lamaran, aturan teknis tidak sesuai ketentuan dan masih banyak kasus lain.  Ery Prasetyawan membedah semua tentang dunia melamar pekerjaan. Eit, bukan melamar jodoh lo ya. Jangan salah baca. Buku berjudul 3 langkah sukses dipanggil wawancara kerja secara tidak langsung mencolek pembaca, bahwa ada banyak persiapan sebelum memasukan lamaran kerja. Melamar kerja tidak sekedar memasukan Cv dan menulis biografi kita tentang diri kita.
Buku setebal 178 Ini memaparkan kesalahan umum pelamar kerja yang masuk. Diantaranya kesalahan menulis surat. Dalam Bukunya, Ery yang berkecimpung didunia kerja, banyak sekali menemui kesalahan dalam penulisan lamaran kerja yang masuk dan berdampak fatal. Selain mengorek kesalahan umum, di bab lain Ery menawarkan solusi penulisan surat lamaran yang benar. Gimana sih CV yang benar? Bisa dilanjutkan kepo dan beli langsung bukunya ya. 
Buku bersampul putih berpadu tulisan hitam terkesan simpel. Isi buku ini pun juga demikian. Isinya di kemas sederhana, bahasa yang lumer dan mudah dicerna. Ada juga catatan yang cocok buat kamu yang selama ini sebagai pemburu pekerjaan dan tidak pernah tembus sesuai tujuan. Jangan khawatir, selain agar diterima kerja, buku ini membeberkan jurus jitu menjadi karyawan yang berintegritas. Atau Anda masih binggung menentukan pekerjaan yang sesuai keinginan? Soal ini Gampang. Buku terbitan Aquarius mengulas bagaimana cara menemukan pekerjaan yang sesuai dengan dunia dan jiwa Anda. 

Ery juga memberikan pancingan solusi, seperti bagaimana mendapat perhatian. Dan dukungan dari atasan. Tidak dapat dipungkiri, jikalau di dunia kerja pimpinan menjadi tantangan besar. Apalagi ketika membicarakan target yang harus diselesaikan. Wah, bisa goyang seisi dunia. Dari pada saya nyinyir nulis panjang kali lebar, baca sendiri aja biar jurusnya langsung terasa. Semoga setelah baca buku ini, CV dan lamaran kita langsung tembus. Aamiiin. Selamat Berjuang melamar. Kapan ya di lamar jodohnya? (Eh Gagal Fokus). 

Thursday, May 18, 2017

Rahasia Tuhan



Saat itu usiaku masih sangat muda,
dan aku belum mengerti makna hidup bagiku.

            Aku tidak mengerti apa yang terjadi dengan diriku ini, seolah merasa tidak berguna, lihatlah, aku duduk termenung, tidak ada siapa-siapa disampingku, mataku menatap harapan kosong, hampa, hampa sekali hatiku ini, tidak menghiraukan sama sekali apa yang terjadi di sekitarku.
            Sesaat melihat masa laluku ketika mereka merasakan kesusahan dan kesedihan tidak sedikitpun aku peka, aku gembira, aku senang, aku berfoya-foya, aku tidak tahu siapa selain diriku yang sedang bahagia saat itu, benar-benar jahat entah setan apa yang merasuki tubuhku.
@http://bit.ly/2qwkC7U
            Lantas aku bertanya, siapakah aku? apakah aku ditakdirkan seperti ini? apakah aku bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan di masa lalu? yang ada sekarang hanya penyesalan, memang benar kata orang penyesalan itu selalu datang di akhir, dan semua harapanku tiba-tiba saja runtuh, kenangan masa lalu sirna begitu saja.
            Lagi-lagi aku bertanya pada diriku sendiri tapi tetap sama jawabannya hanyalah  penyesalan, tubuhku lunglai, nafasku mulai berhembus pelan, tidak ada daya dalam diriku ini.
            Kupejamkan mataku
            “Oh.... Tuhan aku hanyalah makhluk lemah dihadapanmu, akankah engkau mengakhiri segala penderitaanku ini, hanya engkaulah yang bisa membebaskanku dari belenggu-belenggu dosa yang telah aku perbuat, sejenak aku berdoa dalam hati, semua aku serahkan padamu... Tuhan”
            Sedikit demi sedikit aku mulai tersadar ketika angin semilir menyentuh kulitku, sontak bulukudukku merinding hingga darah mengalir begitu cepat sampai ke otak, semua syaraf dalam tubuhku seakan dibangkitkan lagi dari tidur, dan aku merasakannya.
            Aku terbangun dari halusinasi yang telah membelenggu pikiranku ini, mulailah aku membuka kedua mataku, perlahan-lahan hingga terbuka secara utuh, akankah ini jawaban dari Tuhan, aku bertanya dan lagi-lagi tidak ada jawaban untukku.
            Tapi ada sedikit harapan datang dan aku meyakininya, untuk sementara aku menebak kepastian itu, telah dibukakan pintu hatiku, kepekaan mulai terasa, kedua mataku disuguhkan pemandangan yang tidak biasa aku lihat sebelumnya, hamparan sawah nan hijau membentang luas memenuhi setiap petak lahan di tempat sekarang aku berada, dan lama-kelamaan aku mulai terbiasa, rasa sedihku perlahan mulai kulupakan untuk sesaat, berhektar-hektar tanaman padi yang masih menghijau menjulur ke atas dan berbaris rapi seakan padi itu melenggak-lenggok mengikuti arah angin yang menggerakkannya.
            Tiba-tiba bulu kudukku bergidik lebih terasa, kini angin lebih kencang seperti badai yang mengamuk
            “Wusssttt...... “, tubuhku tertiup angin, rambutku terberai dengan sendirinya, dingin dan dingin, suasananya telah berubah, aku peluk diriku sendiri agar hangat, kugosok-gosok kedua telapak tanganku dibahu, semakin lama semakin terasa, tubuhku yang lemas berubah menjadi hiperaktif, bergerak dan terus bergerak agar diriku tidak kedinginan.
            “Sssstttt..... dingin sekali,”  aku masih duduk ditempat yang sama, aku melihat ke atas, redup, sinar matahari tidak begitu terang sehingga dengan mudahnya aku membuka mata selebar-lebarnya, waktu itu sinar matahari tertutup awan, aku berharap awan itu segera pergi agar sinarnya bisa menghangatkan tubuhku yang sedang kedinginan.
            “Dasar bodoh siapa yang akan mendengar harapanku itu”
            Aku kembali melamun dan merenung, sepintas ingatanku terbawa ke masa lalu seakan-akan aku berperan di dalamnya dimana kesedihan dan kesusahan yang menimpa diriku, aku mencoba untuk merasakannya, miris, jika aku bandingkan dengan kehidupan glamor yang aku lakukan di masa itu.
            Aku mengubah posisi dudukku, kulipat kedua paha kaki hingga menyentuh dada lalu kutenggelamkan kepalaku di antara kedua paha itu, sambil kurangkul belakang kepala dengan kedua tangan hingga kepalaku benar-benar tersembunyi, disaat itulah aku merasakan kepedihan yang mendalam, sepertinya semua yang kualami saat itu hilang seketika, tubuhku yang kedinginan tidak kurasakan lagi, keadaan yang ada disekilingku pun aku juga tak tahu.
            Seolah semua pancaindra tidak kumiliki, hanya mata batinku yang sedang bergejolak, seandainya saja ada harimau di sampingku dan dia siap untuk memangsa aku pun dengan rela memberikan tubuhku pada sang harimau.
            Benar-benar sudah pasrah, introspeksi yang mendalam dan berlebihan atas segala kesalahan yang aku lakukan seakan membuat diriku tidak berdaya, dan pada akhirnya aku meneteskan air mata yang sebelumnya belum pernah aku rasakan karena tertutup kesombongan dan gaya hidup serba mewah.
            Satu, dua tetes air mata mengalir membasahi wajah, kepedihanku mendalam, nafasku tersengal hingga tersedu-sedu, tidak kuat rasanya menahan air mata ini.
            “Oh..... Tuhan hapuslah air mataku ini agar aku kuat menahan segala penderitaan,” beberapa kali aku berharap beberapa kali juga aku semakin merasakan kepedihan yang semakin mendalam, bahkan lebih menyiksa dari sebelumnya.
            “Duarr..... “ suara guntur menggelegar di antara sekumpulan awan hitam yang berada tepat di atasku, kilatan-kilatan cahaya petir menyambar-nyambar seolah memberikan suasana seram apalagi aku berada di tengah-tengah sawah yang bisa saja dengan sekali tebasan petir itu aku bisa langsung tewas, tapi tidak sedikitpun aku merasa ketakutan menghantui diriku, sudah aku katakan sebelumnya kalau pikiran dan hatiku sedang dibelenggu oleh dosa-dosa yang telah aku perbuat di masa lalu.
            Satu tetes, dua tetes air hujan turun membasahi bajuku yang sudah kusut kemudian meresap di antara kain yang aku pakai, aku tidak menghiraukannya, memang belum sampai aku rasakan hingga ke dalam tubuhku yang sedang duduk terpaku dengan pilu, menangis dan terus menangis hingga akhirnya hujanpun turun rintik-rintik, sesaat baju yang aku pakai masih bisa menahannya tapi lama-kelamaan basah juga.
            Semakin lama semakin deras air hujan mengalir dari ujung rambut sampai membasahi seluruh tubuhku, aku bisa merasakannya, tapi saat itu aku masih berada dalam bayang-bayang kepedihan, jiwa dan ragaku serasa tidak menyatu, betapapun aku takluk pada belenggu-belenggu dosa, ragaku tetap tidak bisa menolaknya, setiap peristiwa yang terjadi di alam semesta ini ragaku selalu menjadi dinding-dinding penahan dan pastinya aku bisa merasakan hal itu, masalah sesungguhnya ada di hati dan pikiranku, sungguh tak senyawa memang.
            Kini aku jadi mengerti bahwa manusia tidaklah sempurna, dan Tuhan selalu memberikan kelebihan untuk ketidaksempurnaan itu, seandainya aku bisa mengerti, aku terus mencoba dan mencoba untuk berpikir, segala sebab pasti ada akibat, aku terus memutar-mutar rahasia Tuhan dalam kepalaku hingga aku benar-benar mengerti.
            Benar juga air hujan itu membasuh wajahku tak henti-hentinya, semakin lama ragaku semakin lemah, kulitku yang kencang kini menjadi keriput, bibirku pun sudah memecah dan memutih.
            Dalam ketidakberdayaan aku seperti terbangun dari mimpi, wajahku tampak sayu dan pucat, lihatlah bibirku mulai bergetar tidak karuan, lalu kubuka mataku perlahan-lahan, agak lengket tapi lama-lama sudah terbiasa hingga terbuka secara utuh. Pandanganku agak berbeda dari sebelumnya, aku angkat kepalaku memandang jauh tidak terbatas, gelap dan kabur, pandanganku tidak jelas mungkin karena hujan yang begitu lebat.
            Hawa dingin kurasakan hingga menusuk ke dalam tulang, tidak kuat lagi, mulutku terbuka, menyeringai, dan sekilas saat itu aku mengerti apa yang aku pikirkan berbeda sekali dengan yang aku rasakan, semua tampak sekali berbeda, sangat jelas, dan sepertinya aku puas, lama-lama mataku tidak kuat untuk menahan, perlahan selaput mataku menutup, apa yang aku lihat terakhir saat itu menjadi pesan terakhir buatku dan aku simpan baik-baik dalam kepalaku hingga akhirnya aku terjatuh ke samping seperti daun yang layu.
            “Bruukk....... “ aku terkapar, posisi tubuhku tidak berubah masih sama seperti semula, tapi lihat aku sudah tidak berdaya, mataku terpejam, dan entah kemana jiwaku akan pergi, aku pasrah padamu Tuhan.
            Perjalanan waktu tidak akan pernah berhenti, detik, menit, jam, semua akan sirna seiring berjalannya waktu itu, akupun merasakan demikian hal itu terjadi padaku, mungkin Tuhan memberikan kesempatan yang kedua, sungguh beruntungnya aku, kini aku menantikan datangnya kuasamu Tuhan, hanya engkaulah yang bisa membangkitkan dari ketidakpastian ini, aku tidak bisa bergerak, tubuhku kaku, aku tidak bisa menggerakkannya, tapi seolah pikiran dan hatiku bisa melakukan apa yang ingin aku lakukan, bergerak bebas kemana saja yang aku mau, mencita-citakan segala yang aku impikan, seakan rasa itu mati, aneh, mimpi apa aku? aku tidak terbiasa dengan hal seperti ini, dimana ini? aku pun tidak tahu, yang aku rasakan hanyalah kebebasan yang tidak terbatas, tidak ada rasa sedih, tidak ada rasa senang, semuanya seperti hampa dan kosong, tapi aku sangat menikmati kebebasan itu, dan pada akhirnya.
            “Ah.... “  aku kaget, tetesan air hujan mengenai kedua mataku hingga menyentuh kedua bola mata, agak perih, tapi seakan syarafku berfungsi kembali, tidak hanya itu, jari kedua tanganku ikut bergerak meskipun perlahan, aku rasakan hawa sejuk yang berbeda dari sebelumnya, aku mendengar, aku bernafas, terasa udara masuk ke dalam jantungku memompa darah ke seluruh tubuh hingga aku terbangun, perlahan kubuka mata, pemandangan yang berbeda dari sebelumnya.
            “Dimana aku?”  aku bertanya dalam hati, kugerakkan kedua mataku ke kiri dan ke kanan, aku lihat sekeliling tempat itu, “sawah?”  pikirku, itu yang pertama kali aku lihat, dan posisiku masih tetap sama tidak ada yang bergeser sedikitpun, aku mencoba untuk berpikir mengingat kembali peristiwa yang sudah berlalu.
            “Apa yang aku lakukan di sini? Aku seperti mimpi?” kataku, dan akhirnya aku ingat, aku segera sadar.
            “Oh... Tuhan inikah kuasamu hingga aku bisa kembali”, tidak banyak yang bisa aku pikirkan, aku segera bangkit, agak sempoyongan, aku angkat badanku dengan kedua tangan memang agak sedikit lemah fisik ragaku, tapi aku berusaha untuk berdiri walaupun tidak sempurna seperti yang lalu.
            Aku berhasil menegakkan tubuhku tapi masih bersimpuh pada kedua lutut kaki yang aku lipat, aku lihat seluruh badanku, kotor sekali, bajuku yang terlihat bagus saat itu kini tidak terlihat lagi bentuk barunya bahkan lebih jelek dari baju pengemis seperti apa yang aku lihat.
            “Apakah ini jalanmu Tuhan, aku tidak mengerti apa maksudmu?” kataku.
            Air hujan masih mengguyur seluruh tubuhku, tapi...
            “Aku ingat,” aku kegirangan, disamping juga heran, segala kepedihanku hilang, sepertinya semua masalah yang aku hadapi terhapus dari dalam pikiranku, aku penasaran, ada apa ini?  ada beberapa hal yang membuatku bertanya-tanya, aku terbuai memandang lurus ke depan, melihat jauh tidak tentu arahnya, kupasrahkan semua jiwa ragaku padamu Tuhan, dan seakan diriku telah menyatu dengan sang Ilahi, aku merasakan hal itu, entah sadar atau tidak, aneh, hati dan pikiranku tiba-tiba saja berkecamuk, mulutku yang telah lama membisu ingin segera mengeluarkan kata-kata.
            “Tuhan... jawablah pertanyaanku” kataku dengan keras sambil berharap, selama beberapa menit aku menunggu tiak ada tanda-tanda apapun, sesaat keyakinanku runtuh, diriku yang lalu bersemangat kini berubah tertunduk lesu, kuhela nafasku hingga aku tahu jika apa yang aku lakukan hanyalah pepesan kosong belaka.
            “Tidak mungkin semudah itu”
            Tapi kejadian yang tidak terduga telah terjadi, entah aku sedang bermimpi ataukah aku terlalu mengkhayal dengan harapan-harapanku itu, hujan yang sebelumnya sangat deras kini mereda, dan aku melihatnya, mataku bergerak liar tidak tentu kemanapun arah tujuannya, hatiku seperti tersengat.
            “Ya Tuhan inikah jawabanmu padaku,” aku bicara lirih lalu aku lanjutkan untuk kedua kalinya tapi kali ini lebih keras.
            “Tunjukkan kuasamu Tuhan, berikanlah aku petunjukmu, aku tahu engkau adalah Maha Segalanya,” kepalaku menengadah dengan kedua tanganku mengharapkan hidayah darinya (Tuhan).

Inilah tanda-tanda kekuasaan Tuhan, entah disadari atau tidak,
setiap peristiwa alam yang terjadi selalu memberikan makna tersendiri bagi setiap umat manusia, tergantung pada kita bisa menyikapinya atau tidak

            Aku merasakan hawa dalam tubuhku yang tidak kedinginan seperti sedia kala, seperti disuntikkan semangat baru, kulihat kedua telapak tanganku memerah, aku berpikir lagi, kuhilangkan untuk sesaat rasa penasaran itu, tapi aku mencoba mencari jawabannya, lalu kugerak-gerakkan jari-jemariku terus kubolak-balikkan telapak tanganku, ada hawa panas, ternyata darah dalam diriku sudah mengalir secara teratur kemudian aku mencoba untuk untuk berdiri sekuat tenaga, tangan kiriku menapak di tanah tubuhku agak condong ke kiri, kugerakkan kaki kanan yang sebelumnya aku lipat kucoba untuk menapakkan alas kakiku untuk pertamakalinya di tanah, agak sedikit kaku dan susah digerakkan tapi aku terus mencobanya, aku jaga keseimbangan tubuhku agar tidak terjatuh, disaat yang bersamaan kugerakkan kaki kiriku, agak sedikit melonjak, dan akhirnya
            “Bisa.... “  kedua kakiku berhasil menapak sempurna, tubuhku serasa masih membungkuk untuk memastikan kekuatan pada kedua kakiku dan secara perlahan kucoba menegakkan tubuh bagian pinggang ke atas, rasanya luar biasa, sepertinya senyawa-senyawa dalam tubuhku kembali menyatu, otot-ototku mulai menari-nari dengan indah lalu aku mencoba untuk berjalan pelan tidak terburu-buru, setelah beberapa langkah ke depan kulihat genangan air di tempat itu, aku mendekatinya, aku kaget.
            “Hah... inikah wajahku” pantulan cahaya membuat wajah dan seluruh tubuhku terpampang di dalam air, dengan rasa penasaranku aku mencoba untuk meraba-raba seluruh wajahku, kilihat dan kurasakan, angin yang berhembus membuat air dalam genangan itu bergerak, sehingga membuat pandanganku tidak jelas tapi aku terus mengamatinya.
            “Wajahku yang sekarang berbeda dengan yang dulu, apakah sosok sederhana seperti ini yang berusaha engkau (Tuhan) gambarkan untukku,” kataku dalam hati, aku terus berpikir seraya menatap diriku dalam genangan air itu, dan tiba-tiba saja aku tersentak, terpintas dalam pikiranku.
            “Oh Tuhan aku mengerti mengapa engkau mengidam-idamkan sosok yang sederhana dalam diriku” kata batinku, setelah itu aku melamun antara sadar dan tidak, kutatap hamparan sawah yang masih tergenang oleh air hujan, tapi tidak disitu tujuanku, entah aku pun juga tidak tahu, tapi seolah-olah aku memikirkannya.
            “Wussstt..... “ angin semilir membisik di kedua telingaku, sontak aku risih, dan lagi-lagi mataku bergerak melihat sekeliling tempat aku berdiri, pohon-pohon dan dedaunan bergoyang, bergerak seirama mengikuti alur angin, diikuti kemudian awan hitam yang sesaat sebelumnya mengumpul di langit seolah bergerak menjauh meninggalkan tempat itu seperti memberi arti kalau segala masa suram yang telah menimpaku sedikit demi sedikit mulai menghilang, disaat awan hitam itu bergerak menjauh kini pancaran cahaya putih merasuk di antara celah-celah awan itu.
            “Indah sekali”, ribuan semut-semut kecil dan beberapa jenis serangga menampakkan dirinya, berjalan, terbang, dan menari-nari kegirangan.
            “Inilah kuasamu Tuhan, aku sangat kagum dengan segala isi alam semesta ini”, aku pun takjub, tidak henti-hentinya mataku melihat pemandangan itu, sungguh pesona alam yang sangat luar biasa, aku berpikir untuk melangkahkan kakiku, kugerakkan lebih dulu kaki kiri, melangkah dengan mantap, aku tidak merasakan hal ini sebelumnya, kedua kakiku seolah menuntun arah gerak yang akan aku lewati, kuturuni bukit-bukit kecil yang ada di sawah itu, agak becek jadi aku harus berhati-hati karena salah melangkah sedikit saja aku bisa terjatuh, kedua tanganku senantiasa menjaga keseimbangan agar kedua kakiku bisa bergerak dengan bebas mengikuti arah jalan yang kini aku lewati, dan sekarang aku berada di tengah-tengah persawahan yang sangat luas, membentang hijau padi-padi kecil tumbuh yang kembali membuatku penasaran, aku berhenti sebentar, kupandangi padi kecil itu, aku berpikir dan berusaha untuk memaknainya.
            “Padi ini tumbuh tidak percuma begitu saja, setiap hari dia dihantam dengan kerasnya berbagai peristiwa alam, ada hujan, angin, kekeringan, bahkan banjir sekalipun dan dia (padi) tetap berusaha untuk hidup, tumbuh, dan berkembang hingga memberikan manfaat bagi orang lain”
            Aku bergerak melangkah lagi, kubiarkan pandanganku untuk lepas dari padi itu, aku menyusuri jalan kecil di tengah persawahan, susah sekali sepertinya padahal aku terbiasa jalan ditempat yang sangat sempit sekalipun, tapi di sini aku harus berjalan dengan penuh kehati-hatian, dan lagi-lagi belum beberapa langkah aku berjalan, aku dibuat penasaran dengan padi yang sudah tumbuh matang, berbeda sekali dengan yang pertama aku lihat, padi ini terlihat sudah berisi, aku berhenti tepat di depannya seraya berpikir.
            “Hei... padi ini kenapa menunduk, tidak tumbuh menjulang ke atas seperti yang aku lihat pertama kali”, dan lagi-lagi aku berusaha untuk memaknainya, pikiranku melayang-layang mencari jalan keluar dari sebuah masalah yang sedang aku hadapi saat itu hanya untuk memecahkan makna kecil tapi sangat bermanfaat sekali bagi hidupku, dan setelah aku menggali dan terus menggali, kudapat jawaban makna hidup dari sebuah padi itu.
            “Padi ini jika sudah berisi pasti akan menunduk, layaknya juga manusia, ini mengajarkan agar aku harus selalu bersikap rendah hati”, aku tidak berpikir lama-lama, sepertinya diriku sudah ada yang menggerakkan, pikiranku mengatakan kalau sesungguhnya tujuan dan arahku tidak tahu harus kemana, aku terus melangkah mengikuti arah jalan yang berada tepat di depanku, kuikuti saja gerak kakiku, dan tiba-tiba.
            “Wusstt...... “ angin bertiup kencang menerpa tubuhku dari arah belakang.
            Dan aku pun hampir terjatuh dibuatnya, tapi sontak kedua kakiku bisa menahan gerak tubuhku yang saat itu sudah agak condong ke depan
            Angin itu terus bergerak kencang hingga mendorong tubuhku ke depan dan sekuat tenaga aku berusaha untuk menahannya, kedua kakiku kuusahakan agar bisa menahan posisi tubuhku agar bisa berdiri, mataku melirik, dan kulihat daun-daun kering beterbangan, pohon dan tumbuh-tumbuhan bergerak cepat mengikuti arah angin, aku berjalan cukup jauh karena dorongan angin itu, hingga aku tidak tahu dimana posisiku sekarang karena memang pikiranku hanya fokus pada gerak tubuh yang terpontang-panting diterpa angin ganas yang menyebalkan ini.
            “Ah.....” suara keras keluar dari mulutku, aku dihantam angin dan tiba-tiba aku berada di tempat yang belum pernah aku kenal, belum pernah aku lihat sebelumnya, tempat itu berantakkan, daun-daun kering berserakan dimana-mana, dan yang paling aneh ada beberapa bunga mawar merah dan putih jatuh di beberapa tempat.
            “Tempat apa ini?”  aku tertarik untuk melihat lebih dekat, kuambil satu-persatu bunga itu, pertama kali kupandang tidak terlihat indah, tidak menunjukkan keromantisannya sebagai bunga cinta yang sering kaum muda dengung-dengungkan, tidak menarik memang karena bunga itu kotor tercampur debu tanah, aku mengambil beberapa bunga itu lalu aku tiup perlahan, debu itu beterbangan seakan mengembalikan nuansa romantisme yang dimiliki bunga itu, aku tersenyum melihatnya seperti merasa puas, sampai kulakukan beberapa kali kemudian bunga-bunga itu kujadikan satu hingga membentuk sebuah karangan bunga yang sangat indah, berbeda sekali dengan yang kulihat sebelumnya, sesaat aku berpikir sesuatu yang tidak berarti apapun kini berubah menjadi berarti, aku kembali menemukan makna hidup, setiap peristiwa yang kualami selalu aku ambil hikmahnya, dan dari situlah aku mulai belajar untuk menata hidupku, karangan bunga itulah yang menjadi makna terakhir bagiku, kini aku menjalani kehidupanku yang baru, suatu perjalanan hidup yang sangat bermakna, dan pada akhirnya setelah melewati masa-masa remajaku, aku mulai membuka sebuah toko bunga di samping rumah dengan bunga rampai sebagai salah satu favorit anak muda saat itu, laris manis, hingga aku mempunyai beberapa toko cabang di kota-kota besar di Indonesia, tidak hanya itu aku menikah dengan seorang perempuan bernama Santi dan dikaruniai seorang anak bernama Rosa, sekarang aku hidup dengan penuh kebahagiaan, ada sahabat, ada saudara, dan semua sangat menyayangiku, aku merasa sangat bahagia berada di samping mereka.
            Dan pada malam harinya, disaat itu aku berdiri di atap teras rumah menatap gemerlap bintang di langit yang sangat mempesona, aku berkata.
            “Oh Tuhan aku sangat bersyukur tanpamu aku tidak bisa menjadi seperti sekarang ini,” disaat yang tidak terduga-duga tiba-tiba.
            “Ting... Tong... “  terdengar bunyi bel, aku mendengarnya sontak aku langsung turun dari atap teras, beberapa anak tangga aku lewati hingga sampai di depan pintu terus aku buka, aku melihat petugas pos membawa sebuah karangan bunga entah dari mana.
            “Pak Wahyu,” kata petugas pos itu.
            “Benar,” jawabku.
            “Ada kiriman dari Rosa.”
            “Rosa!” aku terkejut, dan tidak lama kemudian datanglah istriku.
            “Siapa yang mengirim bunga ini Pah?” kata istriku.
            “Ini dari Rosa Mah” jawabanku tidak melihat saat istriku datang, (Rosa adalah putri satu-satunya Pak Wahyu, dan sekarang dia sedang kuliah di Inggris).
            Tertulis dalam karangan bunga itu sebuah kata “NOSEGAY”, dan di dalamnya ada sebuah surat, aku membukanya, melihat isi surat bersama dengan istriku, tertulis.

            “Selamat Hari Valentine Papa dan Mamaku tercinta, semoga engkau selalu diberikan kesehatan, kasihku untukmu selamanya”

Salam
Rosa.

(Tepat pada hari itu tanggal 14 Februari)
            Aku pun merasakan kebahagiaan yang tiada kiranya, hatiku tersentak hingga air mata menetes membasahi surat yang masih aku pegang pada saat itu, bersamaan Istriku memelukku dengan penuh kasih sayang, sungguh bahagianya aku, mungkin inilah jawaban makna hidup bagi diriku yang sekarang aku peroleh.
            “Oh Tuhan terimakasih atas segala petunjukmu”
            -END-

Kontributor : Hening Nugroho, Penulis Novel NOMAD

Thursday, March 2, 2017

Diskusi Gender Gerakan Mahasiswa Berfikir Kritis

Lembaga Institut Kapal Perempuan Jakarta bekerjasama dengan Akademi Pertanian Yogyakarta (AKPER) menyelenggarakan diskusi gender dan pengorganisasian. Diskusi yang diselenggarakan pada 22 Februari 2017 ini diikuti oleh 20 peserta. Tema yang diusung kali ini berbicara tentang kesataraan gender dan pengorganisasian.

Kusbandiyah, salah satu penyelenggara kegiatan memaparkan bahwa latar belakang acara ini atas dasar kepedulian dan keprihatinan. Banyak permasalahan yang terjadi di dunia sosial. Misalnya terkait tentang isu perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Selain mencari nafkah, juga tetap berperan sebagai ibu rumah tangga. Dari segi gaji di dunia kerja, perempuan memiliki upah kerja lebih rendah daripada laki-laki.
Salah satu ulasan dalam topik ini perihal sudut pandang mahasiswa saat ini menyikapi isu gender dan pengorganisasian. Misyah, selaku narasumber dari Lembaga Institure Kapal Perempuan menyampaikan bahwa, ternyata banyak masyarakat dan mahasiswa yang paham betul kesetaraan gender itu sendiri. Sehingga, disadari atau tidak disarai, masyarakat berhadapan dengan patriarki dalam kehidupan keseharan. Sedangkan di dunia Perguruan Tinggi, memang tidak ada pendidikan gender ataupun sistem kepedulian lingkungan secara langsung. Namun, ilmu semacam ini juga penting.
“Harapannya, diskusi ini member pemahaman kesetaraan gender dan memberikan pemikiran kritis,” kata tambahnya. Antusiasme peserta terlihat di akhir acara. Seperti yang dijelaskan Kusbandiyah, usai diskusi, ada grup khusus untuk lanjutan diskusi.

Eddy Yusworo, salah satu Dosen Pembimbing bidang Kemahasiswaan mendukung diskusi. Harapannya, dengan adannya diskusi, sharing ilmu seperti ini mendorong mahasiswa bisa kreatif, kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar. Adapun hasil akhir yang dicapai dalam diskusi. Yaitu, mahasiswa dapat berperan aktif dan menambah wawasan perihal isu perempuan. [Elisa]

Cara Menerbitkan Buku Sendiri

Membuka usaha bisnis tidaklah mudah. Setiap kali menjalankan usaha, pasti ada risiko yang mau tidak mau harus dihadapi. Salah satunya cara menerbitkan buku sendiri.

Cara menerbitkan buku sendiri memberikan harapan besar untuk penulis. Karena percetakan buku salah satu media penyalur ide dan gagasan dari para penulis. Ketika menerbitkan buku sendiri banyak keuntungan yang akan diperoleh. Selain menguntungkan diri sendiri, juga memberikan peluang untuk penulis lain, bisa menerbitkan naskahnya ditempat kita.
Sebagai pemilik percetakan buku sendiri, kita bisa memberikan penawaran harga yang lebih murah menguntungkan. Lebih leluasa mengatur masalah marketingnya. Sisi lain, juga membantu para penulis yang kesulitan menerbitkan buku persaingan yang sangat ketat. Saat ini, penerbit mayor memperketat dan sulit masuk, disebabkan jumlah penulis semakin banyak. Mengingat saat ini jumlah penulis dan percetakan buku lebih banyak jumlah penulisnya.
Ada dua jenis percetakan. Percetakan yang khusus menerima percetakan dari pelanggan, dan penerbit yang memiliki percetakan buku sendiri. Bagi percetakan buku yang berdiri sendiri, tentu fokusnya tidak terlalu besar. Hanya berfokus mencetak saja. Sedangkan penerbit sekaligus memiliki percetakan buku memiliki beban dan tanggungjawab lebih besar.
Sedikit orang yang memiliki inisiatif menerbitkan buku sendiri. Merintis usaha percetakan buku lebih berisiko dibandingkan menjadi seorang penulis. Meskipun demikian, kita akan memperoleh keuntungan lebih besar. Baik itu keuntungan secara finansial maupun branding. Keuntungan lainnya, permasalahan beban produksi bisa ditekan.
Cara menerbitkan buku sendiri yang paling penting memperhatikan perihal marketing. Marketing tidak selalu diidentikan dengan iklan di radio, televisi atau memasang benner. Marketing bisa dilakukan dengan cara paling murah, efektif dan efisien. Salah satunya memanfaatkan media sosial. Berikut beberapa poin lain selain marketing yang harus dilakukan, yang semoga membantu promosi penjualan buku.
·         Menganalisa Pasar
Analisa pasar penting dilakukan. Fungsinya untuk melihat pemetaan dan probabilitas percetakan akan berjalan lancer atau tidak. Misalnya, jika ingin menerbitkan buku sendiri, kita memperhatikan tempat usaha kita buka. Bisa memilih lokasi yang strategis. Juga memperhatikan sasaran dan promosi. Supaya para penulis tahu ada penerbit yang menawarkan harga lebih murah dan pemasaran yang lebih menguntungkan.
Hal penting lain, memetakan kinerja yang dijalankan. Misalnya, memetakan jumlah karyawan yang akan dilibatkan, mempertimbangkan pendistribusian buku yang berhasil kita terbitkan agar terjual lebih efektif. Cara-cara sederhana seperti ini yang sebetulnya sangat penting.
Keuntungan melakukan analisa pasar membantu untuk menetapkan standard usaha yang ingin diraih. Dengan kata lain, membuat gambaran secara rinci, jelas memberikan gambaran dan membantu dalam mempersiapkan segala sesuatunya. Sehingga mampu meminimalisir terjadinya kerugian.
·         Survei Harga
Survei pasar dimaksudkan agar kita tidak mematok harga terlalu tinggi, atau terlalu murah. Carannya mudah, Cuma membandingkan usaha satu dengan yang lain.
·         Memperhitungkan Modal
Tidak dapat dipungkiri, modal itu penting. Namun, tidak semua usaha ditentukan oleh modal. Punya banyak uang, tetapi tidak memiliki semangat juang, sama saja. Dengan kata lain, semangat juang juga turut andil. Harus berjalan seiringan.
·         Memperhatikan Kualitas Produk
Hal yang penting ketika sudah memperoleh pelanggan adalah, menjaga kualitas produk. Meskipun menerbitkan buku sendiri, tetap memperhatikan kualitas. Kualitas dalam hal ini bisa seputar hasil cetak rapi, bagus, murah, kuat dan maksimal. Inilah yang umumnya diinginkan oleh pelanggan atau penulis. Upaya mempertahankan kualitas produk percetakan dapat diminilasir dengan membuat draf terlebih dahulu.
Membuat draf, membuat draf memberikan kemudahan antara penulis dan pihak penerbit buku. Sebelum dilakukan percetakan masal, draf bisa diajukan ke penulis/pelanggan untuk dilihat dan koreksi. Jika dianggap kurang, masih bisa diedit sebelum dilakukan percetakan.
·         Marketing
Pekerjaan percetakan buku yang tidak kalah penting adalah memasarkan buku yang sudah dicetak. Ada banyak memasarkan buku. Selain menggunakan sosial media dan internet, dapat dilakukan dengan sistim distributor. Dimana penerbit bisa bekerjasama dengan distributor buku untuk memasarkan buku-buku yang sudah diterbitkan. Selain distributor, pemasaran bisa dengan sistim titip buku ke toko-toko buku.
·         Mengurus ISBN
ISBN kepanjangan dari International Standard Book Number). ISBN sebagai identifikasi unik yang terdiri 13 digit angka. ISBN ISBN sebagai identitas buku. Buku yang memiliki ISBN jauh lebih dihargai oleh pembaca, dibandingkan yang tidak memiliki ISBN. Informasi lebih lanjut cara mendaftarkan ISBN bisa baca di link resminya di sini

Itulah beberapa poin penting yang harus diperhatikan sebelum menerbitkan buku sendiri. Jika segala sesuatu sudah dipersiapkan dengan matang, maka saat usaha di jalankan, tidak melakukan banyak kerugian, dan memperoleh banyak keuntungan. Ulasan ini semoga tidak menyurutkan keinginan untuk produktif menulis buku. [Elisa]

Referensi :