Wednesday, March 16, 2016

Bahaya Narsistik : 3 Kawan Kelam

Pernah saya mengikuti sebuah grup yang cukup besar di WA. Menjadi anggota di dalamnya memiliki kebanggaan tersendiri. Siapa yang tidak bangga jika anggota di dalam grup tersebut memiliki nama besar dan terkenal. Ketik saya menyebutkan namannya saja, para pecinta buku mungkin saja mengenal namannya. Sebuah kebanggaan tentunya ketika menjadi bagian di dalamnya.

Isi dari grup tersebut sangat memotivasi teman-teman lain untuk tetap berkarya. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh teman-teman yang lain. Dari kacamata saya sendiri berbeda. Tujuan awal grup tersebut sebagai ajang share informasi, dan semangat. Lambat laun saya merasakan itu semua bukan sebagai semangat dan motivasi, tetapi lebih mirip sebagai ajang pamer. Memang antara share dan pamer memang beda tipis. Hal ini tergantung niat.

Berhubung niat itu ada di hati dan tidak bisa saya lihat kedalaman hati seseorang. Jatuhnya adalah, tergantung persepsi orang lain menerimanya. 

Banyaknya chat dengan pujian manis yang justru membuat saya merasa tidak nyaman berada di grup tersebut. Bukan karena iri, bukan. Tetapi saya merasa ini grup yang perlu diwaspadai. Meski kembali lagi, semua tergsntung dari setiap individu menerima dan menangkap informasi yang masuk dan diolah di dalam otak. Apakah informasi itu akan diolah sebagai asumsi atau sebagai bias negativitas.

Hal yang menarik dan yang saya lihat dari apa yang aku tangkap, di dalam sebuah grup akan menimbulkan banyak asumsi, persepsi dari para anggota lainnya. Seperti yang saya tangkap, banyak orang narsistik di dalamnya.

Narsistik tidak selalu digambarkan dengan kepercayaan diri berlebih berpose dan memotret diri sendiri. Tetapi dapat diartikan luas lagi.

Friday, March 11, 2016

Rekonsolidasi

Sebagian ingatan kita merupakan rekontruksi. Setiap kali kita menarik ingatan, otak akan menuliskannya sedikit demi sedikit. Memperbaruhi masa lampau menurut kepedululian dan pemahaman kita saat ini. Secara kimiawi, ingatan kita perlahan akan direkonsolidasi. Jika ingatan yg disimpan emosi negatif berupa rasa sedih, sakit dan sejenisnya, yaaa... jadinya juga negatif, dan jauh lebih berbahaya. Dampaknya, bisa menyebabkan depresi, sakit-sakitan, pemurung, pelamun dan bisa melukai dirinya sendiri.
Cara mengobati atau menghilangkan rasa takut orang-orang tersebut dengan meninjau ulang ingatan negatif dan menyakitkan tersebut dengan wacana yang lebih ringan. Tentu saja dengan seorang terapis, atau bisa juga dilakukan oleh orang yang telah menimbulkan perasaan tersebut. Tentu saja bersama seseorang yang bersedia membantu, dengan memberikan perspektif yang berbeda secara bertahap, dapat membantu melepaskan kesedihan dengan memori dan ingatan yang menyenangkan.

Tuesday, March 1, 2016

GELIAT PELAJAR MENJAGA BUDAYA JOGJA

Budaya Yogyakarta menjadi sorotan yang menarik untuk di kupas. Desiana Ananda (16) SMK N 1 Wonosari memaparkan bahwa bentuk budaya di Yogyakarta beraneka ragam. Bentuk budayanya ada yang mulai dari tarian, kebiasaan perilaku, adat dan kesenian. Dari sekian banyak kebudayaan yang ada di Jogja, Ia paling mengagumi tarian daerah. Berbeda dengan Rahmad Susilo Yudhoyono (17) dari SMK Sulaiman Yogyakarta, ia menyukai musik gamelan.
Ramadhani Rizky Saputra (16), SMK Insan Mulia Yogyakarta berpendapat bahwa budaya merupakan kebiasaan turun temurun yang sudah dilakukan oleh orang-orang jaman dahulu, kemudian kebiasaan itu masih tetap terjaga hingga saat ini. Misalnya sekatenan, Medhun Gamelan dan kirab budaya. “Budaya yang paling disukai adalah tokoh Sukrosono, dalam cerita Sumantri Ngengger, wayang kulit. Menarik, karena tokoh wayang kulit memberikan keteladanan yang baik.” Tegasnya.
Siswa yang hobi dengan olahraga voli dan bersepeda ini menyayangkan bahwa pelajar saat ini mulai acuh tak acuh dengan budaya sendiri. menurutnya, pentingnya melestarikan budaya di tengah-tengah perkembangan teknologi dan informasi sebagai media untuk kembali memperkenalkan dan menjaga budaya. Baginya, gadget juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mencari informasi budaya Jogja dan memperkenalkan kelebihan budaya lewat sosmed.
“Salah satu keprihatinanku saat ini, banyak remaja yang lebih tertarik dengan budaya luar demi tren, dan melupakan budayanya sendiri. Apalagi dengan pesatnya perkembangan teknologi. Seolah-olah justru malu dengan budanya sendiri” kata Rahmat prihatin. Menurut Rahmat, cara terbaik memperkenalkan budaya sejak kecil. Baik lewat keluarga dan sekolah. Bisa juga mengenalkan budaya Jogja dengan bermain permainan tradisional. “Karena bermain komputer dan gadget membuat kita individualis, menyendiri, bayangan dan pikiran kita terlalu jauh di depan sana, dan acuh dengan lingkungan di sekitar,” urainya.