Sunday, January 31, 2016

Kekayaan Budaya dan Bahasa Yogyakarta

Yogyakarta, sebagai kota budaya. Semua pelajar Jogja pun mengakuinya. Begitupun dengan Sudiharsono. S.Pd., guru Pembimbing di SMK Kesehatan Wonosari. Ia memaparkan akan kekagumannya dengan budaya bahasa jawa, khususnya di Yogyakarta, kaya akan kekayaan bahasannya. Di Yogyakarta setidaknya ada beberapa bentuk bahasa. Mulai bahasa jawa krama alus, krama lugu, krama inggil, ngoko lugu, ngoko alus dan ngoko inggil. Guru Seni Budaya ini juga kagum dengan macam budaya lain seperti tarian tradisional, permainan tradisional dan makanan tradisional. Semuanya memiliki kekhasan.
Pak Sudi, panggilan akrabnya, selalu mengenalkan kepada anak didiknya tentang seni budaya Yogyakarta dengan metode pengajaran yang memperbanyak praktikum daripada teori. Menariknya, ketika mengajar juga mengajak untuk jalan-jalan ke tempat bersejarah. Mengingat Yogyakarta juga sebagai sasaran turis untuk berkunjung dan mengenal kebudayaan Jogja lebih detail.
Berbeda dengan Eutik Sadiah, guru Pembimbing Seni Budaya, SMK INSAN MULIA, Yogyakarta. Cara Ia melestarikan dan mengenalkan budaya kepada anak didiknya dengan menanamkan nilai dan moral budaya sedari dini. “Sehingga mereka akan terbiasa sampai dewasa. Misalnya mengajak untuk menonton kesenian daerah, mengajak melakukan kunjungan ditempat bersejarah, dan membatasi serta mengawasi anak untuk tidak bermain gadget unt hal negatif,” paparnya.
Tidak di munafikan bahwa kemajuan teknologi memberikan kekhawatiran para guru kepada anak didiknya. “Budaya Barat masuk memberikan pengaruh dan banyak remaja yang justru meninggalkan budaya yang kita miliki,” kata Pak Sudi menyayangkan. Keprihatinan ini juga sama seperti yang dirasakan oleh bu Eutik. Meskipun demikian, mereka tetap tidak berputus asa untuk membangun membangun semangat cinta terhadap budaya sendiri.

Saturday, January 30, 2016

GELIAT PELAJAR MENJAGA BUDAYA JOGJA

Budaya Yogyakarta menjadi sorotan yang menarik untuk di kupas. Desiana Ananda (16) SMK N 1 Wonosari memaparkan bahwa bentuk budaya di Yogyakarta beraneka ragam. Bentuk budayanya ada yang mulai dari tarian, kebiasaan perilaku, adat dan kesenian. Dari sekian banyak kebudayaan yang ada di Jogja, Ia paling mengagumi tarian daerah. Berbeda dengan Rahmad Susilo Yudhoyono (17) dari SMK Sulaiman Yogyakarta, ia menyukai musik gamelan.
Ramadhani Rizky Saputra (16), SMK Insan Mulia Yogyakarta berpendapat bahwa budaya merupakan kebiasaan turun temurun yang sudah dilakukan oleh orang-orang jaman dahulu, kemudian kebiasaan itu masih tetap terjaga hingga saat ini. Misalnya sekatenan, Medhun Gamelan dan kirab budaya. “Budaya yang paling disukai adalah tokoh Sukrosono, dalam cerita Sumantri Ngengger, wayang kulit. Menarik, karena tokoh wayang kulit memberikan keteladanan yang baik.” Tegasnya.
Siswa yang hobi dengan olahraga voli dan bersepeda ini menyayangkan bahwa pelajar saat ini mulai acuh tak acuh dengan budaya sendiri. menurutnya, pentingnya melestarikan budaya di tengah-tengah perkembangan teknologi dan informasi sebagai media untuk kembali memperkenalkan dan menjaga budaya. Baginya, gadget juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mencari informasi budaya Jogja dan memperkenalkan kelebihan budaya lewat sosmed.
“Salah satu keprihatinanku saat ini, banyak remaja yang lebih tertarik dengan budaya luar demi tren, dan melupakan budayanya sendiri. Apalagi dengan pesatnya perkembangan teknologi. Seolah-olah justru malu dengan budanya sendiri” kata Rahmat prihatin. Menurut Rahmat, cara terbaik memperkenalkan budaya sejak kecil. Baik lewat keluarga dan sekolah. Bisa juga mengenalkan budaya Jogja dengan bermain permainan tradisional. “Karena bermain komputer dan gadget membuat kita individualis, menyendiri, bayangan dan pikiran kita terlalu jauh di depan sana, dan acuh dengan lingkungan di sekitar,” urainya.
Menurut Desiana cara menjaga budaya dengan mengunjungi museum dan berkunjung ke tempat situs-situs bersejarah. Berbeda dengan Sagnes Achriyati (18) dari SMA N 1 Panggangg, cara menjaga kebudayaan dengan memberikan tontonan tentang budaya lewat sebuah film ataupun iklan yang berbau budaya. Dengan tayangan-tanyangan yang memperlihatkan kepedulian akan budaya inilah yang akan mengerakkan oranglain juga ikut menjaga dan bangga dengan budaya sendiri. (Elisa & Dhea)

Tabloid BIAS | No. 5 | Thn 2015

Friday, January 29, 2016

Budaya Di Mata Pelajar

Ketika menyebut nama Jogja, apa yang terlintas? Ada yang pertamakali terbayangkan adalah sebagai kota pelajar, tempat wisata yang keren-keren dan ada juga yang langsung menuju pada sikap dan tingkah laku masyarakat Jogja itu sendiri. Dibalik itu semua, ada satu hal penting di Jogja, yaitu memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang sangat kental. Hal ini dikarenakan Jogja dan sekitarnya masih sangat dekat dengan kerajaan/kraton. Karena dekat dengan pusat Kraton yang sangat menjungjung tingkah laku kesopanan, masyarakatnya pun terbawa.
Seperti kata Fadhila Khoirunnisa, dari SMA N 6 Yogyakarta, kelas XI IPA, bahwa yang paling menonjol budaya orang Jogja lebih pada tingkah laku dan sikapnya. Kesadaran masyarakat Jogja sangat tinggi, ramah dan memiliki sosialisasi yang masih terjaga dengan masyarakat yang lain. Bagi Nisa, hal yang paling berkesan selain dari perilakuk warga Jogja, ia juga mengagumi karya seni Batik.
Muhammad Zidni Amien Raiz, SMA N 1 Teladan Yogyakarta, kelas XI MIA 8, hal menarik dan berkesan dari Jogja adalah kota yang paling Nyaman dibandingkan kota-kota yang pernah ia kunjungi, ngangeni, bermoral dan khas. “Jogja itu jawa banget pokoknya, siapapun betah di kota ini,” celetuknya.
Berbeda dengan Claudia Errin Pangestika, dari SMA N 1 Sleman, jurusan MIA kelas XII. Kebudayaan yang paling Ia kagumi adalah Tedha Siten. Ia merasa unik aja dengan budaya satu ini, dimana bayi yang berusia 7-8 bulan untuk pertamakalinya menyentuh tanah dan dikurung di dalam kandhang ayam. Claudia yang sejak kecil dibesarkan di pedesaan tidak merasa kesulitan bagaimana mengenal budaya, karena sejak kecil ia sudah terbiasa dan mengetahui secara alamiah dan tahu lewat adat yang sudah berjalan. Sebagai orang pedesaan, ia pun mengenal betul akan budayanya.
Claudia juga sangat menjaga budaya Jawa dengan mentransformasikan ilmu kepada adik-adik dan anak-anak tetangga disekitarnya untuk berbahasa jawa krama. Ia juga mengenalkan budaya lewat media sosial dan mengupload foto di Instagram, “Maka orang asing pun dapat melihatnya dan mungkin saja tertarik untuk belajar budaya jawa.  Sehingga semakin berkembanglah budaya kita,” jelasnya.
Aditya Dwi Cahyo Putra, SMA N 6 Yogyakarta, kelas X yang mengaku suka jalan-jalan, mengagumi Jogja sebagai kota yang unik dalam hal bangunan. Banyak bangunan lama yang bersejarah. Dibalik cerita bangunan itulah yang membuatnya mulai mengenal kemunculan budaya-budaya yang ada sekarang.  (Elisa & Bagus)

Tabloid BIAS | No. 5 | Thn 2015

Thursday, January 28, 2016

Budaya Kian Mengistimewakan Yogyakarta

Sebagai kota pelajar sudah pasti banyak pelajar dari berbagai daerah masuk di Kota Gudek satu ini. Semakin banyak dari berbagai daerah masuk ke Jogja, semakin banyak budaya lain juga masuk di Yogyakarta. Sebagian orang yang datang ada yang merusak budaya Jogja itu sendiri, sebagian yang lain justru terbawa dengan budaya yang sudah ada di Jogja. Seberapakah kuatkah budaya Yogyakarta ketika dimasuki dengan budaya-budaya dari daerah lain?
Menurut Salsabila Asary Putri (17), SMA N 1 Yogyakarta, Jurusan IPS berpendapat bahwa, masuknya berbagai budaya akibat dari pelajar perantau yang masuk ke Yogyakarta justru menguatkan kebudayaan kota Yogyakarta itu sendiri. Menurutnya, kedatangan pelajar perantau sebagai penguji, apakakh budaya Jogja akan memudar, atau sebaliknya. “Kedatangan mereka justru menguatkan Yogyakarta untuk siap menghadapi tantangan globalisasi. Anggap saja, budaya yang dibawa Pelajar Perantau sebagai pemanasan sebelum persaingan globalisasi benar-benar datang,” paparnya.
Menurut Putri tentang pelajar perantau yang datang ke Jogja membawa budaya mereka dan merusak budaya Jogja itu bukan salah sistem yang mengaturnya. Tetapi tergantung dari karakakter individu masing-masing. “Soalnya, kalo bukan dari diri sendiri saja tidak ada kesadarana, bagaimana mau budannya terjaga? Jika setiap pribadi memiliki kesadaran masing-masing, secara otomatis budannya juga akan terjaga.” Tambahnya.

Wednesday, January 27, 2016

Masyarakat Kurang Toleransi Dengan Pesepeda


Ke sekolah naik sepeda sudah menjadi rutinitas biasa bagi Ibrahim, siswa dari SMA N 6 Yogyakarta, kelas XII IPA. Bagi Ibrahim, naik sepeda ke sekolah bukan hal yang memalukan, ia justru menikmatinya. Namun, ada kalannya tidak enaknya naik sepeda adalah sering diklakson oleh pengguna kendaraan bermesin, “Padahal aku sudah bersepeda di pinggir, masih saja kadang kalo macet tetap di klakson,” celetuknya sebal.
Banyak pengendara bermesin, seperti motor dan mobil banyak yang tidak sabar dengan pengendara onthel yang jalan di depan. Kasus semacam ini juga sering dirasakan oleh Ibrahim, dan yang bisa dia lakukan hanya bersabar. Hal yang seringkali dirasakan oleh Ibrahim pengendara sepeda itu serba salah. Misalnya ketika Ibrahim pulang sekolah, sepeda sudah menemi, di belakang ada bus angkutan umum tiba-tiba nyalip kemudian belok dan sembarang berhenti.
“Ya, harapannya, saling menghormatilah pengendara lain, terutama untuk pesepeda. Pengendara motor dan mobil juga tidak ugal-ugalan. Kitanya sudah berhati-hati, tapi orang lain tidak berhati-hati, orang yang berhati-hati tetap saja ketabrak,” harapnya. Berbicara tentang alasan kenapa ke sekolah naik sepeda bermacam-macam, salah satunya Desiana Ananda (16), Ia bersepeda ke sekolah karena jarak rumah dangan sekolah cukup jauh, dan tidak ada transportasi umum yang memfasilitasi. Sisi lain selain karena hobi, Desiana juga tidak ada yang mengantar jemputnya ke sekolah.
Namun tidak semua pengendara mesin ugal-ugalan. Salah satunya dengan Budiastuti Waluya Setyaningtyas, SMA 6 Yogyakarta. Ia selalu menghargai dan peduli dan salut dengan pelajar yang menggunakan sepeda. Meskipun Ia setiap kali berangkat dan pulang sekolah selalu di antar jemput dengan mobil. Alasan Tyas karena jarak rumah dan sekolah yang terlalu jauh, karena Dia berangkat berbarengan dengan adik dan Ayahnya yang sekalian jalan. Ketika di tanya tentang kebiasaan bersepeda ke sekolah Tyas pun bersemangat menjawab “Menurutku bersepeda ke sekolah itu penting. Karena tidak ngeluarin Karbon Dioksida (CO2) yang membahayakan untuk tubuh. Sisi lain, kita juga sehat, sekalian berolahraga,” jelasnya.

Tuesday, January 26, 2016

Carolindisa Bening Pramundia : Tak Henti Mengejar Impian

Foto : M. Ariq R.
Carolindisa Bening Pramundia tertarik dunia modeling sejak usia 13 tahun. Bahkan, sejak duduk dibangku SD juga sebagai penyanyi cilik di KIA Friends. Siswa yang kini duduk di SMA 3 Yogyakarta, jurusan IPA ini mengawali hobinya dengan mengikuti agensi model. Berawal dari sinilah, ia akhirnya mendapatkan banyak tawaran dan aktif mengikuti lomba-lomba.
“Setiap kali mau lomba, Mama selalu yang mendesain bajunya, kemudian Papa yang menjahit bajuku,” cerita pelajar yang lahir pada 22 Mei 1999. Waktu itu, ia dinobatkan sebagai modeling termuda.
Anak pertama dari dua bersaudara ini sejak di bangku SMP KIA Friends melahirkan satu album. Album inilah yang mengantarkannya menjadi pengisi di Radio Jogja Family setiap seminggu sekali. Sejak kecil, Disa memang lebih banyak prestasi yang berbau dunia seni dan Entertain. Hingga SMA pun juga di seputar itu. Tampak dari banyak prestasi yang diperolehnya, misalnya aktif di cheerleader PADMANABA.
Prestasi cheerleader yang pernah Disa ikuti lebih dari 6 kejuaraan. Disa pernah mengikuti Cheerleader tingkat Nasional dan juara 4 tahun 2014. Tingkat Regional, DIY – Jawa Tengah juga pernah juara 4 pada tahun 2015. Masih tahun yang sama, ia juga pernah mengikuti cheerleader yang diadakan oleh FEB UGM dan menang juara dua. Berkat dari sinilah, Disa justru mendapatkan pekerjaan dari FEB UGM.
Adapun pengalaman tidak menarik mengikuti latian Cheerleader. Disa sempat terjatuh saat latihan, kepala terbentur lantai. Hingga di pertengahan latihan Disa terpaksa harus istirahat. Meskipun sempat mengalami cidera, Disa tetap semangat tetap mengikuti perlombaan Cheerleader “Besok 27 Movember juga ikut lomba lagi, panitia penyelenggarannya dari Psikologi UGM. Semoga berhasil,” harapnya. Selain cheerleader, ia juga aktif di paduan suara.

Monday, January 25, 2016

Manfaat Bersepeda

Bersepeda kegiatan yang paling menyenangkan. Bersepeda juga dijadikan sebagai media untuk berolahraga. Selain menyehatkan badan, bersepeda juga menyehatkan isi dompet. Setidaknya ini yang dilakukan oleh Loudri Hadi Priyatma (17) SMK Sulaiman, Sleman. Ia adalah seorang yang hobi bersepeda. Ke sekolah pun Ia juga bersepeda. “Karena bersepeda itu meyehatkan badan dan menyehatkan uang saku,” tegasnya.
Hadi tidak bersepeda sendirian, ia juga mengajak teman-temanya juga menggunakan sepeda sekolah. Caranya mengajak teman-temannya pun dengan memberikan pengertian manfaat dari olahraga satu ini, yaitu bisa mencegah penyakit jantung, meminimalisir osteoporosis dan melancarkan peredaran darah di dalam tubuh.
Hadi lebih memilih sepeda karena dianggap lebih praktis dan cepat, sekalipun jarak yang ditempuhnya jauh. Disamping itu, dengan membiasakan bersepeda salah satu bentuk kepedulian Hadi terhadap lingkungan, yaitu mengurangi polusi udaha. “Keuntungan bersepeda tidak menganggu lalu lintas dan tidak membuat kesemrawutan di jalan raya,” imbuhnya. Hadi juga salah satu pengendara sepeda yang patuh dengan lalu lintas, mengenakan standar bersepeda meliputi memakai helm.
Alasan Hadi sependapat dengan Muhammad Fihri Ramadhan (17), SMA N 1 Panggang juga menggunakan sepeda setiap kali berangkat sekolah. Ia mengaku tidak merasa malu meskipun ke sekolah menggunakan sepeda onthel. Fahri yang hobi olahraga memang lebih suka dengan bersepeda daripada mengendarai motor dan naik angkutan umum. Bentuk kepedulian Fahri inipun Ia wujudkan dengan mengajak teman-teman dengan membuat komunitas sepeda.

Sunday, January 24, 2016

Juara Debat Bahasa Perancis

Fasya Rinjani mengharumkan Yogyakarta dalam ajang perlombaan Debat Bahasa Perancis di Batam. Fasya kini baru duduk kelas 11 jurusan Pariwisata. Pertemuan pertamakali dengan Fasya ketika beberapa waktu lalu menyempatkan berkunjung ke SMK N 6 Yogyakarta. Tanpa di sengaja, bertemulah dengan pelajar yang hobi dengan fotografi dan travelling.
Hobi travelling Fasya Rindaji akhirnya mengantarkannya ke Batam dalam rangka perlombaan. Fasya dikenal oleh sebagai siswi yang berprestasi secara akademik dan non akademik. Meskipun demikian, ia tidak merasa bahwa dirinya spesial, ia merasa seperti teman-teman yang lainnya. “Aku tidak merasa tidak menjadi siswi yang pintar, tetapi aku orang yang beruntung. Karena niatan awal tidak untuk menang, tetapi untuk menyalurkan bakat dan minat saya,” ceritanya.
Fasya tidak pernah belajar di luar jam sekolah, belajar seharian di dalam kamar. Fasya hanya selalu fokus dan memperhatikan setiap pelajaran di kelas dan istirahat yang cukup. Fasya tidak belajar bukan karena malas, namun dikarenakan jam pulang sekolah sering sore hari, waktu habis untuk mengerjakan tugas lain.Hanya satu kegiatan diluar sekolah yang Fasya iktui, yaitu les bahasa Prancis.
Berkat les bahasa Prancis yang ditekuninya, mengantarkan Fasya menang lomba berbahasa Perancis tingkat Provinsi yang di selenggarakan oleh SMK N 4 Yogyakarta. Kemudian, Fasya mewakili DIY mengikuti perlombaan debat bahasa Perancis tingkat Nasional 30 Oktober lalu. Fasya meraih juara pertama, membawa pulang medali dan piala.
Fasya merasa senang berhasil membawa pulang piala dan uang tunai. Tidak sekedar memperoleh hadiah atas keberhasilannya, lebih dari itu. Hal yang paling berkesan bagi Fasya ketika ia mendapat teman dari berbagai kota di Indonesia, mereka semua juga peserta debat Bahasa Perancis. “Peserta yang ikut dari berbagai kota seperti Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Kalimantan, Riau dan Jawa,” paparnya.
Tidak hanya dapat teman, fasya juga mendapatkan ilmu dan pelajaran berharga. Menurut Fasya, di sana mereka bertemu dengan teman-teman dari Indonesia, namun mereka melakukan percakapan menggunakan bahasa Perancis dengan lancar.

Friday, January 15, 2016

Pendidikan Sebagai Jembatan Memperoleh Ilmu

Foto : Elisa
Wajib belajar 12 tahun terus digalakan. Setiap warga negara Indonesia berhak mengenyam pendidikan. Menunjukkan pentingnya sebuah pendidikan, sejak dahulu ketika Indonesia masih terjajah, RA. Kartini mengorbankan jiwa, raga dan pemikirannya agar kaum perempuan juga berhak memperoleh pendidikan secara layak. Kaum pribumi yang miskin seiring berkembangnya masa juga mulai bisa merasakan bagiamana pendidikan. Sarana dan prasana memunguti ilmu lewat yang namannya belajar di bangku formal masih menggunakan alat tradisional, sabak.
Pendidikan mengalami kemajuan dari tahun ke tahun, hingga sampai detik ini. Detik dimana era digital merambah ke mana-mana. Detik dimana era digital sebagai prasarana untuk mempermudah untuk belajar. Ketika materi begitu mudah diperoleh hanya sekali tepuk. Jauh berbeda dengan empat puluh tahun yang lalu. Pentingnya sebuah pendidikan, banyak orang kini rela mengorbankan puluhan juta uang hanya mendalami satu bidang ilmu.
Pemerintah juga turut andil upaya menyejahterakan anak didik bangsa dengan memberikan fasilitas berupa beasiswa bagi orang yang memiliki berprestasi. Hingga beasiswa bagi orang yang tidak mampu. Sebuah apresiasi pemerintah terhadap pendidikan yang luar biasa. Pemerintah juga memberikan kucuran dana untuk sekolah-sekolah yang memang memberikan dana untuk pengembangan sekolah.
Orangtua yang memiliki buah hati berlomba-lomba menyekolahkan putra-putrinya di sekolah terbaik. Mendukung sebaik mungkin agar memperoleh pengelaman dan ilmu pengetahuan yang lebih baik dari dirinya dahulu. Kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan sudah sangat tinggi, dibandingkan kesadaran orangtua di masa 40 tahun yang lalu. Dan, inilah sisi positif perkembangan pendidikan Indonesia.

Thursday, January 14, 2016

Kontribusi Pelajar Yogya Pada Kemajuan Kampung

Foto : Elisa
Seiring berkembangya teknologi dan kebiasaan pelajar yang tidak bisa lepas dari media sosial, mendorong mereka untuk saling bersaing lewat status tentang kegiatan organisasi yang sedang dijalani. Benarkah aktif mengikuti organisasi sebagai media untuk pamer di media sosial? Agar terlihat eksis, terlihat menjadi orang yang penting dan aktif? Benarkah mengikuti organisasi di kampung tidak memiliki “penilaian” positif di mata para pelajar, sehingga banyak pelajar yang mengutamakan organisasi di luar tempat tinggal mereka, agar tidak terkesan cupu, culun dan ndeso. Benarkah demikian? Seberapa penting dan manfaat mengikuti banyak organisasi?
Tidak setiap orang memiliki kemampuan multitasking. Termasuk multitasking dalam hal mengikuti banyak organisasi. Pascalis Sunu, SMA N 6 Yogyakarta, Kelas XI IPA mengikuti lima organisasi di luar tempat tinggalnya. Meskipun aktif di banyak organisasi, ia juga tetap mengikuti satu kegiatan organisasi yang ada di kampungnya. Baginya, mengikuti banyak organisasi itu memberikan banyak pelajaran, wawasan dan pengalaman.
“Kalo di kampung membantu kita untuk bersosialisasi di masyarakat, misalnya aku jadi tahu daerahku sendiri dan orang-orang yang tinggal dalam tempat yang sama. Sedangkan organisasi di sekolah untuk menyalurkan bakat dan minat, serta untuk melatih kedisiplinan,” paparnya. Pendapatnya di-iya-kan oleh temannya, yaitu Wardah yang juga tidak kalah aktif dibandingkan Pascalis. Wardah mengikuti empat organisasi di sekolah dan tiga organisasi di tempat tinggalnya.
Bagi Wardah, mengikuti organisasi di sekolah dan di tempat tinggalnya memang memiliki rasa dan tantangan yang berbeda. Wardah memaparkan bahwa mengikuti kegiatan di sekolah ia manfaatkan untuk belajar, dan mencari sebanyak-banyaknya ilmu di sana. Kemudian, ilmu yang diperoleh dari mengikuti organisasi di sekolah di share dan diterapkan di organisasi tempat tinggalnya, yang bisa dilakukan dalam bentuk kegiatan di kampung.

Wednesday, January 13, 2016

Nabila Zabrajad Assyahida : Memilih Menjadi Peneliti

Foto : Arik
Nabila Zabrajad Assyahida Penelitian Bioteknologi hingga ke Brazil. Tahun 2016, bulan Februari yang akan datang, siswa yang tengah duduk di kelas  3 jurusan IPA di SMA Kesatuan Bangsa Bilingual Boarding School akan terbang ke Turki mengikuti ISPO lagi. keberhasilan Zahbrajad berkat kegigihan dan semangatnya.
Billa, sapaannya. Ia memulai terjun di dunia penelitian ketika ia masuk di SMA Kesatuan Bangsa. Kelas X, ia benar-benar mengenal teknis bagaimana meneliti, apa itu penelitian sampai belajar caranya meneliti. Kesempatan pertama ia gagal. Kegagalan yang pertama tidak membuatnya berputus asa, justru membuatnya tertantang mencoba lagi. Setahun kemudian, saat Billa duduk di kelas XI, ia kembali mengikuti ISPO bidang teknologi. Kesempatan kedua berhasil memperoleh medali emas. Sebuah penghargaan atas jerih payahnya.
Keberhasilan Billa tidak berhenti sampai di situ. Ia juga pernah mengikuti lomba lain dan memperoleh penghargaan sebagai finalis baca puisi di Olimpiade Seni dan Bahasa Indonesia (OSEBI), 2015. Di tahu yang sama, ia juga memperoleh gelar sebagai finalis Mostratec. Mostratec adalah lomba penelitian dengan berbagai disiplin ilmu dan teknologi tingkat dunia yang diadakan oleh organisasi, Fundacao Liberato.
Sama halnya dengan orang-orang lain, Abil, sapaan lainnya, juga pernah mengalami kesulitan dalam memanajemen waktu sekolah dan latihan. Dari pagi malam disibukkan dengan sekolah dan latihan mempersiapkan membuat alat. Alat yang dibuatpun sangat sulit, menggunakan bahasa pemrograman, namun Abil mampu membuat merumuskannya. “kalo memilih sesuatu harus ada yang dikorbanin untuk mendapatkan sesuatu”. Saat ditanya perihal nilai sekolahnya yang menurun akibat fokus terbagi-bagi.

Tuesday, January 12, 2016

Tidak Kenal dengan Kampung Sendiri

Foto : Elisa
Kegiatan di sekolah menyita sebagian besar waktu kita, terlebih bagi mereka pelajar aktif yang mengikuti banyak kegiatan. Berangkat dari pagi hari hingga pulang petang menjadi hal yang lumrah bagi sebagian pelajar. Sibuk dengan kegiatan sekolah tidak lantas melupakan media sosial, eksis di jejaring sosial pun masih menjadi prioritas, namun apakah mereka yang memiliki begitu banyak aktivitas di luar juga aktif menjalani kegiatan di kampungnya?
“Saya sendiri cukup aktif mengikuti kegiatan pemuda di lingkungan rumah. Karena tinggal di kompleks perumahan jadi banyak teman juga,” kata Diajeng P. (15) Siswi kelas 10 X SMA Negeri 1 Prambanan. Ia pun memanfaatkan kesempatan dan waktu luang sebagai pelajar yang masih baru masuk SMA, dan memiliki banyak aktivitas yang padat untuk memaksimalkan organisasi di tempat tinggalnya. “Ya, walaupun belum terlalu sibuk di sekolah, sudah sering pulang sore,” tandasnya.
Berbeda dengan Aprilia Salsabila Nadifah (17), SMA Kesatuan Bangsa. Ia mengaku tidak mengikuti organisasi di tempat tinggalnya dan tidak aktif di sekolahnya. Aprilia salah satu pelajar perantau dari Jepara, Ia tinggal di Asrama sekolah. “Lebih tepatnya kalo di sekolahku bukannya tidak ada organisasi seperti di sekolah-sekolah lain, tapi lebih dalam bentuk program kegiatan sekolah,” alasannya. Meskipun demikian, siswa yang memiliki hobi dan kemampuan seni lukis ini, ketika masih di Jepara mengikuti organisasi di wilayahnya.

Monday, January 11, 2016

Organisasi Membentuk Jiwa Kepemimpinan

Foto : Elisa
Semakin banyak mengikuti organisasi semakin memberikan wawasan yang berbeda setiap pelajar satu dengan pelajar yang lain. Pelajar satu dengan pelajar yang lain mengenai seberapa penting mengikuti organisasi tentu beraneka ragam pendapat. Termasuk ketika ditanya, lebih penting organisasi di tempat tinggal atau di sekolah, dari enam responden, yang menjawab lebih penting mengikuti organisasi sekolah ada satu suara, tiga suara lebih penting mengikuti organisasi di tempat tinggal, dan sisannya menyatatakan bahwa dua-duannya sama pentingnya.
“Menurutku mengikuti organisasi baik di sekolah maupun di kampung sangat penting. Karena dari organisasi, kita mampu belajar menjadi sosok pemimpin,” kata Syauqi Maulana Rohman, SMA N 2 Yogyakarta, kelas X. Menurutnya, organisasi adalah sebagai wadah untuk belajar. Tanpa keberadaan organisasi, Ia tidak bisa belajar bagaimana menjadi seorang pemimpin, mengatur orang dan cara menghadapi permasalahan yang muncul.
Syauqi sengaja mengikuti organisasi untuk mencari pengalaman, menjadi pribadi yang aktif, belajar bertangung jawab, menyalurkan bakat, mencari pengelaman dan menambah referensi baru yang belum diketahuinya. Pendapatnya di benarkan oleh Siska Aulia (17), MAN Wonokromo, Kelas XII IPA 2. Bagi Aulia, semakin aktif mengikuti organisasi dan semakin banyak kegiatan positif akan memberikan bekal pengalaman untuk ke depan. Hanya saja, Aulia berfikir bahwa mengikuti organisasi antara sekolah dan organisasi di tempat tinggal tidak seimbang dapat menjadi masalah “Kalo jujur, lebih penting organisasi di kampung sendiri, karena di samping kita memajukan daerah asal kita sendiri, kita juga lebih mengenal dan lebih akrab srawung dengan tetangga dan teman-teman di kampung,” jelasnya.

Sunday, January 10, 2016

Kegagahan Candi Sari yang Terlupakan

Foto : ELisa
Jalan-jalan ke kawasan Sleman, Yogyakarta. Banyak ditemui wisata percandian. Mulai dari candi yang bercorak hindu dan budha. Salah satu Candi yang masih sepi dikunjungi adalah Candi Sari, terletak di sebelah timur laut candi Kalasan. Lokasinya tepat di dusun Bendan, Tirtomartani, Kalasan, Sleman.
Pertamakali Candi Sari ditemukan, kondisi dalam keadaan rusak cukup parah. Bagian selasar, pintu masuk dan stupa atap ada beberapa bagian yang hilang. Tahun 1929/1930 akhirnya berhasil dipugar menjadi seperti saat ini.
“Sleman memang identik dengan wisata percandian. Sayang, beberapa situs bersejarah ini tidak seramai dua Candi seperti Candi Boko dan Candi Prambanan. Candi Sari misalnya, setiap kali ke sini selalu sepi. Meskipun sepi pengunjung, candi yang bercorak Budha ini tetap menawan, memiliki bangunan yang gagah,” terang R. Pandji Chepi (23) saat berkunjung. Berdasarkan penjelasan Titut Yunitasari (24), salah satu staf pengelola candi Prambanan, penyebab Candi Sari tidak seramai candi Boko dan Candi Prambanan karena disebabkan oleh lokasi yang kurang strategis, tempat yang kurng menarik dan yang paling besar berpengaruh adalah pemasarannya.
“Kalo Candi Boko dan Candi Prambanan kan memang dikelola oleh swasta, dan disertai dengan segala fasilitasnya. Sedangkan Candi Sari tidak.” Tandasnya.
Pertamakali masuk ke dalam candi, tidak ditemukan arca atau prasasti yang terpasang. Candi Sari diperkirakan di bangun pada abat ke 8 M. Saat masuk di pintu pertama mengambarkan orang-orang jaman dahulu sudah memiliki pemikiran maju. Terlihat dari bangunannya, di dalamnya terbagi menjadi dua ruang dan tiga bilik. Diperkirakan tiga bilik tersebut pernah digunakan untuk meletakkan archa Budha yang diampit oleh Bodhisatwa. Kemudian, dua lantai tersebut diperkirakan dipisahkan oleh lantai kayu saja.

Saturday, January 9, 2016

LILY ISNAINI : Teguh Wujudkan cita-cita

Foto : Muhammad Ariq Riyadi
Lily Isnaini berparas ayu dinobatkan sebagai Miss Bantul 2015. Lily, sebutan akrabnya, masuk sebagai miss Bantul  berawal dari saran guru modelingnya. Tidak ingin mensia-siakan kesempatan, ia segera mengambil peluang tersebut.  Setelah melalui tahap seleksi dari pihak panitia, Lily lolos seleksi dan bergabung di dalamnya.  Di sinilah Lily mendapatkan banyak pengalaman dan pelajaran berharga, mulai pelajaran berharga tentang modeling yang diimpikan dan disukainya. Tidak sekedar itu, berdasarkan cerita Lily, diajarkan tentang kepedulian lewat beberapa program dari Miss Bantul. Misalnya melakukan aksi peduli sosial.
Sebagai anggota Miss Bantul 2015, Lily selalu siap ditugaskan dimana saja dan kapan saja selama setahun jabatannya sebagai Miss Bantul. Mulai dari menghadiri event yang diselenggarakan di Jogja dan beberapa pertemuan lain. Lily bersyukur mengikuti Miss Bantul, Ia belajar tentang persahabatan, kepedulian dan mendapatkan pelatihan dan pengarahan langsung, yang belum pernah diketahuinya. Terbukti, dalam kelas Miss Bantul dicari Miss Bantul yang paling ramah dan care.
“Sebenarnya kegiatan dan pertemuan Miss Bantul tidak terlalu sibuk seperti yang dibayangkan mbak,” jawabnya saat ditanya manajemen waktu antara sekolah dan kegiatan di luar sekolah yang diikutinya.
Lily, Siswa SMK N 1 Bantul dinobatkan sebagai the beast cat walk terbaik. Selain berprestasi sebagai modeling di Miss Bantul, Lily juga menjadi leader ekstra dance di sekolahnya. Selama mengikuti ekstra dance yang sempat mengalami konflik dengan salah satu guru yang tidak suka dengan jenis ekstra ini, Lily dan teman-temannya berhasil membuktikan dan meluluhkan sang Ibunda guru, bahwa ekstra yang ditekuninya adalah hal positif dan membawa nama baik Sekolah. “Alasan tetap mempertahankan dance sebenarnya karena sebagai syarat mengikuti DBL, dan kita berhasil memperoleh sebagai Runner Up,” jelasnya penuh bersemangat.
Anak kedua dari tiga bersaudara ini juga pernah aktif mengikuti PMR, namun sekarang Lily juga aktif mengikuti dan melestarikan budaya ketoprak sebagai penari. Lily  masuk ke dalam seni tari ketoprak diawali ketika tempat tinggalnya mengikuti perlombaan ketoprak ke tingkat Kabupaten. Di sinilah Lily ditunjuk mewakili kecamatannya. Di tahun yang sama, tahun 2015 Lily juga mendapatkan peran sebagai pemeran utama dalam pertunjukan ketoprak, karena ia sekarang duduk di kelas 3 jurusan akuntansi, untuk sementara menolak peran utama karena ingin fokus ke pendidikan terlebih dahulu.

Apa motto hidup pelajar kelahiran 15 Februari 1998 ternyata tidak memiliki tujuan yang terlalu muluk-muluk. Prinsip yang Ia pegang adalah, tidak harus pintar di sekolah, dan tidak harus mengejar juara satu di kelas dengan menghalalkan segala cara, yang penting bisa mengikuti pelajaran. “Semua itu jalani saja, tidak usah banyak mengeluh. Jika memiliki tekad, ya lakukan saja”.

Tabloid BIAS | No. 3 | Thn 2015  

Friday, January 8, 2016

Nicin, Hilangkan Rasa Sakit Sengatan Lebah

Foto ; ilmupengetahuanumum.com

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) hadir menjadi solusi. Jauh sebelum Indonesia merdeka, Indonesia sudah mengenal iptek untuk mempermudah kehidupan dalam keseharian. Pada masa penjajahan, Belanda menggunakan pistol sebagai alat perlawanan menyerang pribumi, sedangkan prajurit pribumi menggunakan bambu runcing sebagai alat perlawanan. Pistol sebagai bentuk konkrit dari penemuan iptek modern, sedangkan bambu runcing sebagai iptek dalam bentuk tradisional. Jadi, iptek tidak selalu berbau dengan teknologi canggih dan modern. Tidak jauh berbeda dengan temuan Aisyah.

Berbicara soal iptek yang masih berbentuk sederhana, Aisyah Lusi Herawati, siswa dari SMAN 1 Kalasan, Jurusan IPS, kelas X, juga menemukan iptek sederhana namun memiliki manfaat luar biasa. Anak pertama dari dua bersaudara ini menemukan bahwa nicin dapat digunakan untuk menyembuhkan dan mengambil sengatan lebah tanpa merasakan sakit yang luar biasa. “Rasannya agak sedikit perih di awalnya, setelah itu tidak merasakan sakit sama sekali. Uniknya, sengatan lebah bisa dengan sendiri keluar dari pori-pori kulit,” jelas Aisyah.
Aisyah sapaannya, menemukan trobosan ini sejak duduk di bangku SMP, kelas tiga. Penemuannya diikutkan lomba dan berhasil lolos hingga tingkat Provinsi. Penelitian sepelajar tingkat Propinsi ini muncul berawal dari pengalaman yang Aisyah alami sendiri. Suatu hari, saat Aisyah bermain di halaman rumah bersama teman-temannya, ia tersenggat lebah. Ayahnya segera datang dan mengobatinya dengan nicin. Efek dari nicin yang ditaburkan ternyata langsung memberikan reaksi cepat. “Beda mbak kalo tersengat tawon diobati dengan balsem, efek sakitnya lebih terasa, dan biasannya tetap akan mengalami pembengkakan dan merasakan rasa sakit,” tambahnya.

Thursday, January 7, 2016

Saatnya Remaja Akrab dengan Teknologi

Foto : Elisa
Iptek hadir memberikan terobosan selangkah lebih maju. Teknologi sebagai bagian dari iptek mengantarkan penggunannya mengerjakan selangkah lebih cepat. Apa itu Iptek? Hasil penelusuran yang melibatkan enam responden pelajar Yogyakarta yang tersebar mewakili Bantul, Kota, Kulonprogo dan Sleman dapat disimpulkan bahwa, dari sampel yang ditemui berasumsi bahwa bentuk iptek hampir 80% tertuju dan terfokus pada gadget.
Bentuk dari iptek itu sendiri tidak sebatas tentang gadget dan dunia perkomputeran saja. Melainkan penemuan sederhana seperti penemuan pendeteksi borax menggunakan tusuk gigi, penemuan tangga untuk membantu mempermudah memanjat pohon dan kulit pisang dapat digunakan untuk menyemir sepatu. Berbeda dengan pendapat Fatur Rahman, SMAN 1 Bantul bahwa Iptek dan teknologi sama saja dan tidak ada bedannya.
“Iptek memiliki cakuptan lebih luas dari berbagai ilmu teknologi yang ada, sebaliknya dengan teknologi,” ujar Siti Rohana, dari SMK N 1 Depok, yang masih duduk di kelas 2 jurusan TGB. Berbeda dengan pendapat Tifah Nur Fahmi, dari SMK 2 Pengasih, iptek adalah ilmu yang didapatkan tidak berhubungan dengan teknologi, sedangkan teknologi berhubungan teknologi.

Wednesday, January 6, 2016

KURANGI NGECE, PERBANYAK NGOCO

Foto : Elisa
Yogyakarta gudangnya event. Setiap bulan selalu ada event yang diselenggarakan di Yogyakarta, sebagai kota budaya dan seni. Seperti event tahunan FKY. FKY tahun ini masuk ke-27. Dari empat tahun yang lalu FKY sempat sepi, tiga tahun belakangan FKY mulai bergeliat dan mendapat sambutan yang luar biasa dari warga, khususnya Yogyakarta. Semangat ini dapat dilihat dari FKY tiga tahun belakangan ini. Misalnya FKY tahun 2015, panitia melakukan lokakarya seni rupa keliling ke pesantren dan ke desa-desa. Karena sesuatu yang diawali dengan inisiatif tidak selalu buruk, itulah sisi pembelajaran yang dilakukan oleh panitia FKY tahun ini.
Bertempat di Taman Kuliner, di Condongcatur, Depok Sleman di pintu depan bertuliskan eDAN-eDANan. Thomas Dian, salah satu panitia FKY 27 memaparkan bahwa tema yang sebenarnya bukan edan-edannan. “Jadi tema kita tahun 2015 kita ambil huruf kapitalnya, bacannya Dandan, atau bersolek”. Ditengah hiruk pikuk, sesekali aroma khas makanan berseliweran membuat perut semakin keroncongan. Sambil menahan hasrat menyantap berbagai jajanan, Elisa dan Intan tetap asyik berdialog perihal FKY bersama mas Dian.
“Jadi, dari kata eDAN-eDANan ada dua makna, dandan dan edan-edanan itu sendiri. Dandan di sini mempunyai dua makna. Arti pertama make up yang dapat saya artikan memperbaiki diri. Jadi maksud FKY tahun ini adalah, ingin lebih mengajak masyarakat untuk bersama-sama intropeksi diri,” papar Dian.
Di depan sebuah ruko yang disulap menjadi kantor sementara. Di halaman depan tertata tempat duduk dan meja khusus untuk tamu. Nampak klasik ketika pagar bambu terpasang sebagai pagar batas dengan ruko lain. Kami duduk tepat di bawah pohon yang terpasang lampu, nampak remang-remang, romantisme begitu kental. Kali ini Dian memaparkan kata edan-edanan secara filosofi jawa. Edan-edanan merupakan tarian adat jawa yang memiliki arti membersihkan jalan dan membuka jalan. Adat ini sering ditemui di hajatan pernikahan adat jawa. “Bahasa orang tua saya dulu membuang sawan, yang jelek-jelek dibersihkan ditimpakan ke edan-edanannya. Dalam artian, FKY ini sebagai wadah menumpahkan ekspresi edan-edanan demi Jogja yang lebih baik.”
Harapan FKY tahun ini dan tahun ke depan ada perubahan sikap dari panitia untuk bisa mengkomunikasi tema-tema tahun lalu ke tahun yang akan datang. Lebih ke dalam bentuk mengajak masyarakat lebih sadar diri. Dalam artian, kita berkorban, masyarakat bisa sadar diri terhadap lingkungan terdekat disekitar. Mulai masalah hotel, kemacetan dan nampak sampah berceceran dimana-mana. “Kurangi Ngece, Perbanyak Ngoco. Jangan Cuma protes, karena kita bagian dari masalah tersebut. Jangan menyalahkan pemerintah, ini, itu, kamu dan dia, tapi mari kita berbenah dari hal yang sepele. Memulai dari diri kita.” Hal-hal semacam itulah yang ingin disampaikan oleh Dian lewat event-event FKY kepada masyarakat di tahun sekarang dan tahun yang akan datang. (Elisa & Intan)

Tabloid BIAS | No. 3 | Thn 2015 | Halaman 10


Tuesday, January 5, 2016

Sensasi Rasa Tiwul Keju

 
Foto : Elisa
Legit dikunyah, terasa ke khasan kuliner khas Gunung Kidul dengan campuran gula jawa dan keju yang menyatu sempurna. H
em, sudah tak asing lagi dengan kuliner jajanan pasar yang bernama tiwul bukan? Tiwul adalah makanan yang terbuat dari singkong yang di olah dan dihancurkan, parutan singkong atau gapleknya sangat halus sehingga Tiwul di konsumsi di lidah akan sangat lembut sekali, seperti kita sedang mengkonsumsi roti.  Biasanya tiwul memiliki khas rasa gula jawa, ditaburi oleh parutan kelapa yang menambah kenikmatannya. Namun di tahun 2015 ini, ada inovasi baru dari varian rasa tiwul. Berbahan baku sama seperti tiwul pada umumnya, pada inovasi tiwul keju menggunakan campuran keju dan coklat sehingga merangsang rasa asin-manis yang berbeda.
 Berawal dari ingin melesatarikan makanan khas daerah, Awalia Sania mengikuti saran ibunya untuk menjajal tiwul dengan rasa keju dan coklat. “Biar makanan khas wonosari bisa diterima lidah anak muda dikasih inovasi.” Jelasnya. Peminat Tiwul pun tak hanya dari pribumi, turis asal Belgia pun tak luput terpikat oleh rasa tiwul, hal tersebut dibenarkan oleh Awalia saat berlangsungnya FKY 27 yang lalu. “Kami membuka stand di sini, tiap hari turis Belgia menjadi langganan tempat kami,” sahutnya.

Monday, January 4, 2016

Cerita Perjuangan dari Grojokan Kali Bulan

Yogyakarta menggeser Bali dan Bandung sebagai tempat wisata. Berbicara banyaknya titik wisata di Yogyakarta, ada satu lokasi air terjun yang masih perawan. Lokasinya berada di Kaligatuk, RT 04, namannya Grojokan Kali Bulan. Menuju titik lokasi bisa lewat jalan Wonosari km 14, tepat di perempatan SMPN1 Piyungan ambil ke Selatan, melewati dusun Ngijo. Bisa juga melewat jalur Selatan lewat Wonolelo.
Dwi Irawan, salah satu pengelola Grojokan Kali Bulan memaparkan bahwa, Grojokan ini diresmikan bulan Januari 2015. Belum banyak orang tahu memang, karena lokasinya cukup jauh dari kota. Meski jauh dari kota, akses jalan menuju tempat parkir Grojokan Kali Bulan mulus beraspal, bonus sepanjang menuju lokasi terhampar pemandangan yang memukau. Teduh, dingin dan masih sering ditemui suara cicit burung berseliweran.
Setelah sampai ditempat parkir, kita harus berjalan kaki menaiki bebatuan, melewati alas dengan tanjakan sedang, tidak terlalu memanjat. Sekitar berjalan 400 meter, kita akan menemukan sepetak persawahan terasering, melewati sungai bergemercik, airnya masih tampak bening dan pasti enggan melanjutkan perjalanan. Cocok buat sekedar selfie dan berfoto ria.