Sunday, March 15, 2015

Kekayaan, Keimanan Tidak Dapat Diwarisi



Pernah pada fase tertentu, marah dengan kemiskinan yang mendera keluarga. Di jaman era modern dan milenium, sering keluargaku tidak mampu makan. Untung masih ada nasi yang bisa kami makan, laluk pun kami tidak ada. Paceklik, orang bilang. Hal-hal semacam itu sudah hal yang biasa.
Saat kecil, aku tidak tahu menahu asal usulku. Sejak kecil, aku tidak mengenal nenekku. Kedua nenek dari pihak Ibu sudah wafat ketika Lik-ku bayi, dan tentu saja nyawaku masih di awang-awang. Nenek dari pihak Ayah, saya tidak pernah mengenal sosoknya ada untukku. Ironisnya, Ayahku sejak kecil justru di asuh oleh Neneknya, jadi, saya menyebutnya Buyut.
Buyut Lanang tidak pernah saya lihat sekilas seperti apa. Sedangkan Buyut Wedok, saya hanya tahu lewat foto usang yang sempat terabadikan. Aku tidak tahu banyak tentang Nenek dan Buyut-buyutku itu, dan aku juga tidak tertarik mengetahuinya.
Aku di dewasakan di tanah Ngayogyakarta, yang baru belakangan ini saya ketahui, bahwa kekayaan dan cerita masa lalu yang semakin membuatku jatuh cinta. Ya, kecilku memang anak badung, yang terkenal saentoro kampung. Ibuku angkat tangan dengan kenakalan yangku perbuat. Sejak kecil, aku juga jarang pulang ke rumah.
Masa kecilku, aku habiskan untuk bermain, baik pagi, siang sampai malam. Bisa di bilang jarang sekali tidur di rumah. Meski badungnya setengah setan, banyak orang yang tetap menyayangi, menyanjung, dan mencintaiku. Entah karena apa, sejak kecil, banyak orang yang mudah sekali jatuh cinta dengan sosokku.
Tak terasa waktu membawaku tumbuh besar. Entah, sejak kapan kenakalanku hilang. Teman, tetanggaku yang menjadi bulan-bulanan korban kenakalanku semasih kecil, kini mulai berani menyapaku dan kamipun mulai bermain bersama. Aku tidak lagi menindas, baik sengaja atau tidak sengaja melukai mereka. Entah kapan persisnya kesetananku menghilang. Pernah suatu ketika, ketika bermain bersama tetanggaku “Mbak, kok kamu sekarang jadi baik? Tidak nakali mbak Asih lagi.” Celetuk adik si Asih sang terdakwa korban kekerasan masa kanak-kanak. Aku hanya membalas tertawa, geli mengingat masa kecil yang sebenarnya sangat menyenangkan untuk diingat.
Hingga aku dewasa, saat aku mulai mengenali, begitu gemerlapnya dunia ini. Begitu banyak permainan yang menyilaukan mata. Permainan kanak-kanakku yang dulu, secepat kilat lenyap tak lagi dipermainkan dan di dendangkan anak-anak kampung. Mendadak, kanan kiri rumahku yang dulunya kebun penuh pepohonan rindang dan singup, sarat rumah dedemit, kini berubah menjadi rumah dan usaha konblok. Anak-anak tidak lagi main gatheng, yeye, margenjo, benthik, pasaran dan mainan teblek-teblekkan. Kini, anak-anak berganti mainan ponsel keluaran terbaru. Begitu indah dunia ini.

Mengejar Kesejatian Bahagia (Minggatnya Cebolang)



Foto : Elisa

Si Bolang minggat dari rumah (Sokayasa). Ia melalangbuana disepanjang pulau Jawa. Ia minggat karena kenakalannya. Banyak hal kenakalan Cebolang yang tidak pantas di ampuni Allah (berzina, homoseks dll). Dalam pengembaraannya, Cebolang dan keempat temannya memutuskan pergi ke bukit Meru, bertemu sang petapa bernama Danadarma atau Sang Khadir. Cebolang tidak akan pulang ke Sokayasa apabila Danadarma tidak menampakan diri. Ia ke gunung Meru dalam rangka bertanya, apakah Allah akan mengampuni perilakunya. Ia bersumpah, rela mati di Meru jika Sang Danadarma tidak menampakan diri.
Suatu malam, keempat temannya tertidur pulas di atas bukit Meru. Cebolang melihat sosok Danadarna yang selama ini ia dengar. Cebolang sujud hormat. Di situlah, Cebolang di ajak masuk ke sebuah Gua tak tampak. Di dalam gua, Sang Danadarna menceritakan tentang kisah Bima yang mencari Kebahagiaan, Air suci abadi. Berikut ceritannya, yang penuh filosofi yang haus mencari dan bertanya “Siapa diri kita?”.
Bima menyelam ke dasar samudra tanpa tahu kemana ia harus mencari Air Suci di zat tanpa cakrawala tanpa cahaya ini. Seketika ia melihat makhluk mirip dirinya tapi hanya sebesar jempolnya. Inilah Dewa Ruci yang benar-benar kaya Bima sejari.
Dewa katik itu menegur Bima : “Hai! Bima, apa yang telah membawamu kemari? Tak ada yang bisa kau inginkan di sini, tiada sandang, tiada pula pangan. Hanya mara bahaya dan sunyi. Kenapa kau berkeras kepala, tak sayangkah kau pada hidupmu? Aku tahu silsilah leluhurmu dan perintah Drona yang kau terima untuk mencari Air-Suci. Tapi jangan kamu pergi kalau belum tahu negeri tujuanmu, jangan makan selama belum tahu rasa hidangan yang disuguhkan, jangan sujud selama belum tahu siapa yang disembah. Kini segala telah terlanggar, masuklah buru-buru ke tubuhku!”
Demi mendengar titah itu, terperajat Bima lalu tergelak-gelak tertawa: “Mana mungkin! Paduka katik, sedangkan hamba lebih besar kuat daripada gunung! Lewat manakah hamba harus menyusup ke tubuh Paduka, bahkan kelingking hamba pun sesak?”
Dewa sukma Suci menyahut lembut: “Bima, Bima, apa kamu lebih besar dari jagad yang zatnya pun takkan merasa sesak bila masuk ke tubuhku? Ayo, lewatlah lubang telinga kiriku dan di dalamnya kau akan mendapatkan kebahagiaan yang kau cari, yaitu Air Suci, alam raya seutuhnya.”
Tanpa lagi ragu, Bima masuk telinga kiri tubuh mungil Dewa Ruci. Di dalamnya, ia melihat samudra tiada dasar, tiada tepi, semua sisi tertutup awan. Dewa Ruci memangilnya;
“Hai! Apa yang kau lihat?”
”Tidak ada yang tampak, kecuali hampa mengangga, ke mana pun hamba berpaling, tak ada mana barat, timur, utara, selatan, tengah, bawah, atas, belakang, depan, puncak maupun dasarnya, tak ada apa-apa dan sekalian semua ada, sungguh hamba kehilangan arah.”

Monday, March 2, 2015

Alasan Belanda Takut Menguasai Kerajaan



Foto : Elisa
Dari Sabang sampai Merauke merupakan salah satu wilayah yang dilirik oleh Belanda karena kekayaan Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, ada beberapa titik yang tidak berani Belanda monopoli. Yaitu kawasan Kerajaan. Seperti yang kita tahu, banyak kerajaan pada waktu dahulu. Tantangan inilah yang memotivasi Belanda ingin menguasai kerajaan diberbagai titik. Belanda ingin menahlukannya.
Belanda Takut Dengan Kerajaan
Kekuataan yang dimiliki oleh kerajaan, ternyata membuat Belanda tidak bisa berkutik. Belanda tidak bisa memasuki daerah kekuasaan kerajaan karena kekuasaan kerajaan memiliki kekuatan yang tidak pernah bisa ditembus oleh para penjajah. Kerajaan-kerajaan tersebut adalah kerajaan Ngayogyakarta, Aceh dan Demak. Belanda hanya bisa sebatas kerjasama saja.
Sebagai salah satu gambaran kecil Belanda tidak mampu memasuki kawasan Kerajaan adalah berdirinya bangunan Benteng Vrendebrug. Benteng ini adalah bangunan Belanda yang berfungsi sebagai tempat pengintai dan tempat penyerangan. Namun, usaha Belanda selalu gagal. Bahkan, ada meriam di Benteng yang sampai saat ini masih terawat bagus. Itulah kenapa beberapa titik yang dekat dengan kerajaan selalu lebih aman. Mungkin itu sebabnya Ibu Kota Indonesia pernah bertempat di Yogyakarta, yang dekat dengan kerajaan Ngayogyakarta.
Selain ingin menguasai kerajaan, Belanda ingin menguasai pelabuhan. Karena Indonesia sebagian besar adalah dekat dengan pesisir. Alasan Belanda melirik dekat pesisir karena memudahkan transportasi mereka yang masih menggunakan kapal untuk pengangkutan maupun melakukan transit. Bahkan, beberapa titik pelabuhan juga menjadi incaran mereka, guna memuluskan usaha mereka untuk melakukan penyelundupan rempah-rempah.
Belanda Ingin Menguasai Pelabuhan
Ait, pada jaman dahulu, pelabuhan menjadi jalur transportasi antar negara yang strategis. Keculasan berfikir Belanda demi menyelendupkan rempah-rempah sukses membodohi kaum pribumi yang masih mudah dibodohi. Sehingga, Belanda mampu memonopoli perdagangan pada waktu itu. Tingkat intelektual para pribumi yang masih jauh dari layak, sengaja dibodohi Belanda. Jadi, kaum pribumi disuruh bekerja, diperas tenaganya untuk bekerja dengan upah yang minim, keuntungannya sebanyak-banyaknya untuk belanda. Tidak heran jika waktu itu, kaum prbum banyak yang meninggal akibat kelaparan. Semua hasil bumi dikuasai oleh Belanda.

Kedatangan Belanda Di Indonesia



Foto Elisa
“Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu ditancap jadi tanaman,” itulah petikan lagu yang cukup jelas menggambarkan betapa subur makmurnya tanah Indonesia. Ini pulalah alasan Belanda masuk dan menjejah Indonesia pada waktu itu. Tepatnya, pada tahun 1596 Belanda masuk ke Indonesia. Cornelis De Houtman bersama pasukan keempat kapalnya tiba di pesisir Banten.
Kedatangan Belanda awalnya hanya ingin membeli rempah-rempah. Tidak ada yang menyangka, melihat potensi yang begitu besar, Cornelis De Houtman pun terpikat dengan tanah Indonesia. Apapun rela demi menguasai apapun yang diinginkannya. Saat itu pada tahun 1511 Portugis sudah menguasai selat Malaka. Bangsa Portugis memiliki jalur rahasia, jalur yang tidak memungkinkan bangsa lain tidak mengetahuinya. Saat itu, portugis mengusai pasar, mulai dari cengkeh, fuli dan lada.
Kedatangan Belanda Di Sambut Hangat Indonesia
Kedatangan Belanda pada waktu itu memang disambut dengan sangat baik oleh penduduk pribumi. Singkat cerita, penduduk Banten merasa diperlakukan tidak baik. Hingga pada suatu ketika, Belanda diusir dari Banten karena kesombongan mereka. Merekapun pulang Belanda bersama keempat kapalnya pada tahun 1599. Saat itu, Belanda sempat merapat di Aceh. Sama-sama disambut dengan baik oleh penduduk pribumi. Sebelum akhirnya Belanda di usir karena portugis berhasil menghasut antara Belanda dan pemerintah Aceh.
Hingga tiba pada masa terjadi pertumbahan darah antara Belanda dan Laksamana Keumala Hayati yang menyebabkan Cornelispun tewas. Kemudian Fredreck de Hotman, Adik Cornlis penjara selama dua tahun. Selama di dalam penjara inilah, ia akhirnya menulis sebuah kamu Melayu-Belanda yang sampai sekarang masih ada. Buku tersebut di nobatkan sebagai buku tertua di Indonesia yang masih tersimpan.