Masalah datang silih berganti. Termasuk masalah tentang hati. Semua
masalah pasti berurusan dengan hati. Masalah akan datang silih berganti. Bagi
saya, masalah memang menguji kesabaran hati.
Pernah suatu ketika, saya pernah MERASA disakiti oleh seseorang. Sakit? Jelas
sakit. Saya berfikr siang dan malam agar kemarahanku reda. Kemudian di
kesempatan berbeda, saya bertemu salah seorang. Lagi-lagi dia menyakiti hati
saya. Sedih? Jangan di tanya, jelas iya. Saya kembali berdiri berjalan senormal
mungkin. menyimpan dan mengubur sakit yang pernah tertancap di hati.
Kemudian, bertemu dengan teman lain. lagi-lagi aku MERASA disakiti. Sebagai
wanita, hati ini terlalu rapuh untuk disakiti kesekian kali. Tangan yang pernah
jatuh dan memar, ketika jatuh kedua dan ketiga kali bahkan keempat kalinya,
rasa sakit itu akan terus terasa. Meski sembuh, efek samping masih tetap
dirasakan.
Seiring berjalannya waktu, justru saya sangat bersyukur telah bertemu
tiga teman yang pernah menyakiti hati saya. Jangan tanya bagaimana sakit dan
sedihnya, tapi bertanyalah bagaimana saya menyikapinya. Memang tidak mudah saya
jelaskan lewat tulisan.
Kini saya berfikiran, Saya bersyukur tidak dipilih mereka. Saya bersyukur
ditusuk dari belakang. Saya bersyukur pada masa lalu, yang dulu pernah saya
jadikan kambing hitam alasan kemarahanku. Skarang tidak lagi. Setelah ketiga
orang tersebut, saya bertemu dengan dua teman yang lebih baik dari ketiga orang
tersebut. Saya bersyukur dipertemukan dengan dua orang tersebut. Meski
keduannya sama-sama pernah membuatku menangis. Itulah cinta, suka dan sedih
satu paket.
Hati siapa yang tidak pernah terluka. Setiap orang merasakan luka. Kini,
bertemulah dengan sosok teman yang membuatku bersedih hati dan membuatku
sangat-sangat bahagia. Namun, lagi-lagi berubah rasa gundah dan sedih ketika
berkali-kali dia menegaskan dan dipertegas dengan kata “ENGGAK”. Entah berapa
besar sayang dan cintaku padanya, namun aku harus melepaskannya. Karena jawaban
dia sangat-sangat jelas.
Tantangan terberat adalah beranjak meninggalkan. Sebesar apapun
keinginanku ingin memilikinya. Hati tetaplah tidak bisa dipaksakan. Sebesar dan
selapang hatiku rela memperhatikannya tanpa meminta balasan padanya, lebih baik
jangan dilakukan. Pikirkan calon suami yang kelak menjadi milikku, tegakah
suamiq membiarkanku memperhatikan dan peduli kepada orang lain, yang orang lain
itu tidak mencintaiku sama sekali?. Betapa sedihnya ia (calon suamimu), dan
betapa keras aku menampar calon suamiku, jika masih teruskulakukan.