Sunday, January 11, 2015

Tuhan Tidak Sedang Mengucilkanmu



Masalah datang silih berganti. Termasuk masalah tentang hati. Semua masalah pasti berurusan dengan hati. Masalah akan datang silih berganti. Bagi saya, masalah memang menguji kesabaran hati.
Pernah suatu ketika, saya pernah MERASA disakiti oleh seseorang. Sakit? Jelas sakit. Saya berfikr siang dan malam agar kemarahanku reda. Kemudian di kesempatan berbeda, saya bertemu salah seorang. Lagi-lagi dia menyakiti hati saya. Sedih? Jangan di tanya, jelas iya. Saya kembali berdiri berjalan senormal mungkin. menyimpan dan mengubur sakit yang pernah tertancap di hati.
Kemudian, bertemu dengan teman lain. lagi-lagi aku MERASA disakiti. Sebagai wanita, hati ini terlalu rapuh untuk disakiti kesekian kali. Tangan yang pernah jatuh dan memar, ketika jatuh kedua dan ketiga kali bahkan keempat kalinya, rasa sakit itu akan terus terasa. Meski sembuh, efek samping masih tetap dirasakan.
Seiring berjalannya waktu, justru saya sangat bersyukur telah bertemu tiga teman yang pernah menyakiti hati saya. Jangan tanya bagaimana sakit dan sedihnya, tapi bertanyalah bagaimana saya menyikapinya. Memang tidak mudah saya jelaskan lewat tulisan.
Kini saya berfikiran, Saya bersyukur tidak dipilih mereka. Saya bersyukur ditusuk dari belakang. Saya bersyukur pada masa lalu, yang dulu pernah saya jadikan kambing hitam alasan kemarahanku. Skarang tidak lagi. Setelah ketiga orang tersebut, saya bertemu dengan dua teman yang lebih baik dari ketiga orang tersebut. Saya bersyukur dipertemukan dengan dua orang tersebut. Meski keduannya sama-sama pernah membuatku menangis. Itulah cinta, suka dan sedih satu paket.
Hati siapa yang tidak pernah terluka. Setiap orang merasakan luka. Kini, bertemulah dengan sosok teman yang membuatku bersedih hati dan membuatku sangat-sangat bahagia. Namun, lagi-lagi berubah rasa gundah dan sedih ketika berkali-kali dia menegaskan dan dipertegas dengan kata “ENGGAK”. Entah berapa besar sayang dan cintaku padanya, namun aku harus melepaskannya. Karena jawaban dia sangat-sangat jelas.
Tantangan terberat adalah beranjak meninggalkan. Sebesar apapun keinginanku ingin memilikinya. Hati tetaplah tidak bisa dipaksakan. Sebesar dan selapang hatiku rela memperhatikannya tanpa meminta balasan padanya, lebih baik jangan dilakukan. Pikirkan calon suami yang kelak menjadi milikku, tegakah suamiq membiarkanku memperhatikan dan peduli kepada orang lain, yang orang lain itu tidak mencintaiku sama sekali?. Betapa sedihnya ia (calon suamimu), dan betapa keras aku menampar calon suamiku, jika masih teruskulakukan.