Sunday, November 16, 2014

Cinta Tidak Sih Ini?



Manusia memiliki dua pikiran, yaitu pikiran sadar dan pikiran alam bawah sadar. Pikiran sadar yang langsung berhubungan dengan logika dan rasional. Sedangkan alam bawah sadar lebih berhubungan pada emosi, intuisi, kebiasan, kreativitas dan persepsi. Perlu kita tahu, sebagian besar kehidupan sehari-hari, kegiatan kita sebagian besar 88% dikendalikan oleh alam bawah sadar, sedangkan 12% dikuasai oleh alam sadar.
Saat seseorang merasakan jatuh cinta, saat itulah orang tersebut akan merasakan rasa kagum, rasa senang, dan rasa nano-nano yang lain. Mau menembak takut, belum yakin, ragu dengan perasaannya dan lain sebagainya. Dengan analisa sok tahu saya sebagai manusia biasa yang memang tidak tahu apa-apa dengan ilmu Tuhan yang pasti. Oke, kita langsung saja mengulas perasaan cinta-cintaan.
Manusia hidup dengan emosi. Ada dua bentuk emoasi, emosi positif dan emosi negatif. Singkat cerita, (jika ingin detail penulis bahas di rencana buku yang sedang penulis garap. Bisa di lihat di sana bosok). Singkat cerita, dikatakan emosi negatif yang dikatarsiskan dalam bentuk emosi positif apabila dituangkan dalam bentuk karya. Baik dengan karya tulisan, gambar, cerpen, puisi, musik, lagu dan bentuk kreatifitas yang lain. Saat itulah, manusia masih berperang dengan alam bawah sadar dan alam sadar. Berperang antara logika atau emosi. Berperang dan masih bertanya-tanya pada diri sendiri “Apakah aku mencintainya?”, “apakah ini hanya perasaan kagum semata?”, “atau ini perasaan cinta? sayang? Atau perasaan normal seperti yang lain?”. bagaimana? Seperti itu tak apa yang dirasakan pada teman-teman? (jawab di hati saja).
Kemudian, jika ada yang bertanya, “lalu apakah aku jatuh cinta? Apakah ini perasaan suka? Lalu apa sih cinta itu?” Memang logika seringkali mengecoh, dan membuat maju mundur cantik ala Syahrini. Logika mengatakan “biasa saja” padahal dari ekspresi, tingkah laku, sikap semuanya mengindikasikan bahwa “Anda suka padanya”. Namun tetap saja kita seringkali ngeyel pada diri sendiri. Iya bukan? alhasil dan walhasil terjadilah konflik pada diri sendiri, yang memicu munculnya thesis dan antitesis sebelum menghasilkan sebuah sintesa baru dalam mendefinisikan permasalah.

Friday, November 14, 2014

Merangkai Puzzle Kehidupan dan Cinta



Pertemuan dua Insan asing satu sama lain. Bertemu dalam satu event amal di salah satu desa yang jauh dari kota. Bertemulah Tifa dan Slamet. Mereka saling sapa sekadarnya. Keduanya tidak pernah berniatan untuk mengenal lebih satu sama lain. tak ingin sama sekali. Sekedar pertemuan itu saja, dan membiarkan seperti angin lalu. Memang tidak ada kepentingan yang bakal mempertemukan mereka
***
Gaduh riuh teriakan teman-teman di suatu ruang balai desa. Tim sebelah sudah bersiap dengan motor buntutnya. Yah, inilah waktunya panitia kampung melakukan liburan bersama. Dengan gembira kami meninggalkan kampung tempat kami dibesarkan. Kali ini aku berboncengan dengan mbak popon, dan Tifa berboncengan mbak Zakiah, si mahasiswa yang KKN di kampung kami.
Mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah bersamudra, bersama teman berpetualang. Itulah sekiranya yang kita dendangkan. Perjalanan hampir memakan satu jam lebih. Perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan bagi para wanita tentunya. sangat melelahkan, hingga tiba akahirnya bertemulah di lokasi tujuan. Pantai ngobaran adalah tujuan wisata kita.
Kami bergerombol, kebiasaan aneh yang dilakukan Tifa, sering memisah dari gerombol sekedar melakukan kegiatan aneh yang beda dari kami. Ia sibuk dengan kamera dan hobinya memotret. Jejeran patung khas, disuguhi lautan yang membentang dan angin yang bergelayut tidak membuat kami berpangku tangan. Kami segera mengambil gambar, tifalah juru kameramennya. Ia terlalu obsesif dalam hal beginian.
Datanglah dua pemuda menggunakan kaos dan celana oblong mendekati Tifa. “Mbak, kamu yang ikut baksos kemarin kan?!” tanya salah satu pemuda. Tifa masih bergeming, tak mempedulikan, masa bodoh, cuek dan tidak mengingatnya. Sebelum akhirnya pecahlah suara Tifa yang heboh itu “Oh.. masnya yang kemarin itu ya. Maaf mas aku lupa!” segerombolan sempat menarik perhatian. Sebelum akhirnya saling ngobrol sana dan sini.
Saling sapa dan saling hello. Saling bertukar nomor dan sebelum pergi masing-masing seperti angin lalu. Baru diketahui, ternyata dua pemuda itu bernama Herman si cerewet dan si Slamet si pendiam. Pertemuan pertama dan kedua slamet lebih hemat berbicara. Entahlah apa yang terjadi diantara mereka. Setelah itu memang mereka tidak pernah saling bertemu lagi. Bahkan nomer yang disimpannya pun terkesan teronggokkan. Memang tidak ada kepentingan menghubungi dua pemuda tersebut
***
Waktu berlalu, Tifa sibuk dengan dengan pekerjaannya, ia juga sibuk dengan Tugas Akhir skripsinya. Tifa mengejar 3,5 masa studinya, wajar jika ia bersusah payah untuk mengejar target waktu yang ditentukan. Meskipun akhirnya, hasilnya jatuh 4 tahun. Setidkanya Tifa sudah berusaha menyelesaikannya dengan sekuat tenaga. Terlihat setiap tiga kali dalam satu minggu ia mencari referensi di perpustakaan di UGM bersama kedua sahabatnya.

Tuesday, November 11, 2014

Sekolah Alam



Pagiku berlari menyusur gang kampung. Satu putaran, nampaknya cukup menarik perhatian keponakan paling kecil. Jihan, adalah keponakan paling kecil. Akhirnya ia menawarkan diri ikut berlari, tak tega hati melihat keponakan lelah berlari dengan jarak yang cukup jauh, ku putuskan untuk mengajaknya jalan-jalan ke sawah.
Usia 4-5 tahun anak memiliki kemampuan merekam pengalaman dengan sangat bagus. Di sisi lain, seorang anak tidak akan bersedia di ceramahi berjam-jam dengan metode duduk di atas meja dan bersikap tenang. Mengetahui hal inilah, kali ini kita akan belajar sambil bermain. Kali ini penulis tidak menjadi bulik yang suka rebutan makanan, tetapi juga menjadi bulik semi guru.
Memasuki parit kecil. Jihan nampaknya mulai lihat berjalan di atas tanah setapak. Perkembangan motorik dan kemampuan Jihan menyeimbangkan tubuh berkembang dengan cepat. Sekitar sebulan yang lalu, ia masih jatuh berkali-kali.
Tak jauh berjalan memasuki persawahan, di bagian kiri tertanam Jagung yang sedang berbunga. Matahari masih hangat menyapa kulit, bau tanah selepas hujan tadi malam masih tercium segar. Kaki kita basah oleh embun, sejuk dan begitu indah. Itulah yang penulis rasakan. Berkelabetan suara lebah di telinga. Sebelum kutengoh. Lebah-lebah cantik sedang berayun-ayun di bunga Jagung.

Tuesday, November 4, 2014

6000 Sepeda Motor setiap Tahun Padati Yogyakarta


Foto : Elisa

Pelajar Yogyakarta mulai menikmati kendaraan pribadi ketimbang naik kendaraan umum ketika berangkat ke sekolah. Mayoritas mereka menggunakan sepeda motor ke sekolah. Hal ini tentu saja bertolak belakang masa-masa dahulu. Dahulu, kendaraan umum menjadi salah satu transportasi yang paling banyak digunakan, sedangkan kendaraan pribadi suatu alat transportasi yang tergolong mewah. Hanya orang-orang yang mampu yang bisa membeli kendaraan pribadi.
Jalur bus umum yang dahulu sering ditemui, khususnya yang masuk ke kawasan ke kecamatan atau ke desa-desa sudah tidak ada lagi. Seperti jalan Piyungan-prambanan, Imogiri-pasar bantul, Pasar Imogiri-Pajangan. Jalur-jalur ini kini semakin sulit ditemui. Terutama jalan Piyungan-prambanan, dahulu banyak sekali metromini, kini nyaris tidak ada. Usut punya usut, ternyata armada mengalami penyusutan cukup drastis, dari 47 armada menjadi 17 armada. Tidak heran jika angkutan umum kini mulai merosot akibat  semakin sedikit peminatnya.
Mudahnya memperoleh sepeda motor memicu masyarakat berbondong-bondong memiliki kendaraan pribadi. Termasuk Pelajar dan Mahasiswa di Yogyakarta. hampir semua pelajar ke sekolah menggunakan sepeda motor. Menariknya, setiap ada model terbaru, banyak juga diantara mereka ganti model motor. Alasan klasik kenapa pelajar lebih memilih kendaraan pribadi karena lebih menghemat biaya, waktu dan dianggap lebih praktis serta gengsi terhadap teman-teman. Yogyakarta mulai padat kendaraan fakta yang sudah mulai tampak di depan mata. Kendaraan roda dua mulai memenuhi jalanan. Perbulan setidaknya ada 500 sepeda motor terjual. Jika dikalkulasikan pertahun, setidaknya ada 6000 sepeda motor. Angka yang cukup luar biasa.

Jambu Air Diserambi Rumah Masa Lalu



Foto : Elisa

Jambu air yangku makan mengingatku pada sosok sahabat kecilku. Suatu hari sepulang sekolah, pernah suatu ketika berlari ke halaman rumah mengambil sepeda. Terik yang panas seperti siang ini, aku dan temanku Ratna bersemangat pergi ke dusun Slarongan. Kita bermain ke rumah Indah. Dari kita bertiga, Indahlah yang paling “luwes” menari, persis menirukan gerakan lagu-lagu India. Dari ketiga itu pula, akulah yang paling lincah memanjat pohon.
Suatu siang yang terik, kami sampai di rumah Indah. Kami masuk ke gang, dan berlari girang. Aku melompat kecil sambil bernyanyi tralala dan trilili. “Hai! Aku ambilkan kantong hitam dulu!” seru indah saraya berlari meningkalkanku dan Ratna menuju dapur. Aku tidak menghirakannya. Aku segera menaiki pohon jambu air yang begitu menggoda mata. Pohonya besar, dan memiliki banyak cabang. Aku memanjat dengan gesit. Bak monyet yang kelaparan, aku segera memetik jambu air yang berwarna merah tua. Bak tupai yang cepat bergerak mengambil buah, sebelum akhirnya dilahap dengan nikmat.
Yah, rasanya sama dan persis seperti jambu yang saat ini aku makan. Mengingatkanku pada kenangan itu. Terik yang membakar semakin menambah suasana kala itu. Ketika hampir duapuluh menit bersepeda berpanas-panasan langsung menceburkan diri ke syurga jambu air yang manis, empuk dan tak ada satupun busuk di dalam jambu air. Kami tertawa bersama dan saling lempar jambu busuk dari bawah dan dari atas. Kami tertawa bersama. Kami saling memakan satu jambu yang sama. kami sering mandi bersama sepulang olahraga di rumah. Kami juga saling berbagi makanan. Bahkan, kami juga sering gila-gilaan bersama.
Satu kelas, hanya kitalah yang paling gila. Setiap istirahat kedua. Aku dan Indah – kadang beberapa teman yang lain turut bergabung – Kita menari ala india. Ala Syahrukan dan Kajol yang bergoyang ala india menye-menye. Menyulap bangku meja dan kursi diruang kelas menjadi taman bunga dan pepohonan yang redup. Indah menyelip di balik pohon dan menghirup bunga. Sebelum akhirnya kita berduet menari bersama. Membayangkan seperti bintang india terkenal. Dari sudut ruang, kami juga saling berlari dan menghulurkan tangan, sebelum tangan kita bertemu. Dan kita memutarkan tangan, sebelum akhirnya mata kita saling bertatap sambil berputar-putar. Itulah cara gila kita menghabiskan waktu istirahat.
Ah, jika mengingat waktu itu aku menjadi malu. Namun sangat indah untuk di kenang, seindah aku berteman dengan Indah. Itulah awal mula aku move on dari zona bully-bully-an. Saat itulah aku mulai merasakan bahagia dan indahnya kehidupan. Saat itulah aku merasakan menjadi seorang anak yang sesungguhnya. Seorang yang mengekpresikan khalayalannya dan membiarkan otak berekplorasi dengan bebas tanpa batasan. Secara tidak langsung, disitulah aku mulai merasakan bahagia dan mulai mendefinisikan bahagia dari sudutpandang yang lain.