Wednesday, July 30, 2014

Dampak Mengenalkan Teknologi Pada Anak Menjadikan Stereotip Gender

Elisa
Elisa (Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta : elisa.penulis@gmail.com),
Nurul Istiyani (Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta : nurulistiyani@gmail.com),
Ratna Kanyaka Budi Utami (Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta : kanyakautami@gmail.com)
                            

ABSTRAK
Society nowadays still standardizes the technology as masculinity. Masculinity is a form of gender stereotypes. This paper presents about the different view about perspective of technology. The technology is most related to the boy’s activities. Apparently, the concept of masculinity and femininity has a big impact for an individual potency. The gender stereotypes limit the individual potency. The teacher and parents have to realize those things. They are ought to open up their mind that the children better to learn about masculine and feminine activities. They can aim the children not to be gender stereotype by giving knowledge about gender roles. Toys such as Barbie doll and car can be a good method for them to understand the gender roles in order to be androgyny.

PENDAHULUAN
Teknologi menjadi bagian kehidupan kita. Secara umum teknologi dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat teknis. Tanpa kita sadari teknologi tidak hanya hal-hal yang berbau mekanis dan teknis, tetapi teknologi menimbulkan pemahaman pada masyarakat bahwa teknologi itu lebih bersifat maskulin. Contohnya mahasiswa jurusan teknik lebih banyak diminati oleh laki-laki daripada perempuan. Sedangkan jurusan Bahasa lebih banyak diminati oleh perempuan daripada laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat mengenai teknologi lebih bersifat maskulin, sehingga terjadi pemisahan peran gender (maskulin dan feminin). Fenomena inilah yang akhirnya menjadi budaya masyarakat stereotip gender.
Stereotip gender adalah proses pemberian status feminim dan maskulin pada setiap individu sebagai hasil dari konsep sosial (Almutawa, 2005; Bartlett & Vasey, 2000; Blackmore, 2003;  Boyatzis, Michael & Ileana, 1999; Bussey & Bandura, 1992;  Crespi, 2003; Zaduqisti, 2009). Hal ini berarti, seorang anak laki-laki akan memilih segala sesuatu (termasuk aspirasi karir) yang bersifat maskulin. Hal ini juga berlaku pada anak perempuan yang melakukan segala sesuatu yang bersifat feminin. Budaya yang berkembang di masyarakat akan memberikan pengaruh pandangan orangtua dalam memberikan edukatif terhadap anak-anak mereka. Budaya menimbulkan pandangan stereotip gender kepada orangtua bahwa teknologi lebih sering dikaitkan dengan hal yang bersifat maskulin, hal ini menimbulkan stereotip orangtua terhadap anak. Budaya ini terjadi karena anak-anak melihat bahwa segala sesuatu yang ada di sekelilingnya mengikuti prinsip stereotip gender. Sebagai contoh, anak perempuan bermain boneka, karena boneka adalah mainan feminin. Anak laki-laki bermain mobil-mobilan karena mobil-mobilan adalah mainan maskulin.
Pilihan mainan yang stereotip gender pada anak-anak, juga berimbas pada pola pikir anak. Apakah salah bila anak-anak memilih mainan  yang stereotip gender? Sebenarnya tidak ada yang keliru bila anak memilih mainan yang stereotip gender. Persoalan akan muncul bila pilihan mainan tersebut merupakan paksaan dari lingkungan sosial. Dampaknya adalah anak-anak terpaksa menguasai ketrampilan yang sesuai dengan peran gendernya. Dampak berikutnya adalah potensi mereka dalam bidang yang sesuai dengan peran gendernya akan berkembang dengan maksimal, namun potensi dalam bidang yang berlawanan dengan stereotip gender akan terlupakan (Crespi, 2009).
Pengaruh stereotip gender akan mempengaruhi anak dalam penilaian sesuatu yang diminati. Hal ini terjadi karena pada masa anak-anak banyak tekanan dan harapan sosial yang menyebabkan perubahan perilaku, minat, dan nilai (Hurlock,1999).  Anak yang melanggar budaya tradisional yang stereotip gender akan mendapat sanksi lingkungan. Sebagai contoh lingkungan memandang sebelah mata. Dampaknya membuat membuat anak menjadi menerima apa yang telah ada dalam budaya masyarakat. Sehingga, anak menjadi stereotip gender dalam pemilihan perilaku di masyarakat. Misalnya memilih aspirasi karir yang sesuai peran gender karena dirasa karir tersebut lebih realistis dan diterima oleh budaya masyarakat sekitar atau sesuai dengan nilai-nilai sosial (Auger, Blackhurst & Wahl, 2005; Helwig, 1998).  Pandangan budaya tradisional yang stereotip gender sebaiknya diminamilisir untuk mengembangkan kreatifitas anak. Orangtua mengenalkan anak pada mainan yang bersifat feminin dan maskulin, sehingga anak bersifat androgini. Androgini adalah perpaduan antara sifat feminin dan maskulin, sehingga anak yang androgini lebih bersifat fleksibel (Bem, 1974).


PEMBAHASAN
Lembaga pendidikan merupakan salah satu media kedua selain keluarga dalam mengenalkan peran gender pada anak-anak. Dalam hal ini pendidik menjadi fokus utama dalam memberikan pengaruh pandangan stereotip gender pada anak didiknya. Pendidik mempunyai peran dalam pembentukan kepribadian anak dimasa anak-anak awal (Almutawa, 2005). Pemahaman mengenai konsep peran gender pada anak usia 8-9 tahun sudah stabil (Boyatzis & Eades, 1999; Miller et al., 2009; Sáinz, Pálmen & Cuesta, 2011). Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman para pendidik tentang peran gender agar membuahkan generasi penerus yang androgini. Apabila anak-anak sejak dini diperkenalkan dengan budaya peran gender yang androgini maka anak merasa lebih leluasa memilih segala sesuatu yang diminati tanpa dibatasi oleh peran gendernya. Pemilihan minat anak dipengaruhi oleh lingkungan, salah satunya adalah peran pendidik di lingkungan sekolah (Auger et all, 2005; Helwig, 1998).
       Perilaku pendidik yang stereotip gender kerap kali terjadi. Misalnya saat mengajarkan bahasa pada anak-anak kelas satu, kalimat “ ayah pergi ke sawah dan ibu sedang memasak”. Nah, dalam kalimat ini tanpa disadari adanya pembedaan peran gender yang membuat anak menjadi stereotip gender (Hess & Ferre, 1987). Pekerjaan ibu selalu dihubungkan dengan pekerjaan yang bersifat domestik dan pekerjaan ayah dihubungkan dengan pekerjaan yang bersifat diluar rumah (Crespi, 2003; Hess & Ferre, 1987; Domenico & Karen, 2006). Kebiasaan yang seperti ini bisa diubah sejak dini dengan menerapkan pola komplementari pada kedua peran gender. pola komplementari dapat berjalan apabila individu laki-laki dan perempuan bekerjasama untuk saling melengkapi dan membantu tanpa membedakan peran gender masing-masing. Pola seperti ini dapat diterapkan dalam pola pengajaran para pendidik. Misalnya dalam pelajaran bahasa disisipi dengan kalimat-kalimat yang dapat menghindarkan persepsi anak yang stereotip gender. Sebagai contoh, “ayah membantu ibu membuat kue di dapur”, “ibu dan ayah pergi ke sawah untuk menuai padi”. Kalimat tersebut dapat membantu mengubah persepsi anak bahwa peran gender tidak menjadi suatu halangan untuk mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan peran gender. perilaku yang berlawanan gender ini juga tidak membuahkan punishment sehingga anak merasa leluasa dalam  melakukan sesuatu yang berlawanan gender.
                Pemilihan mainan anak-anak kerap kali dihubungkan dengan peran gender. Mainan anak-anak dalam bentuk elektronik seperti game balap mobil dan game memasak adalah contoh dari pengelompokan permainan berdasarkan peran gender. Budaya orangtua yang selalu memberikan mainan kepada anak berdasarkan peran gendernya membuat potensi anak menjadi tidak maksimal (Crespi, 2003). Hal ini disebabkan karena pengaruh dari pendidikan orangtua. Contohnya, anak laki-laki bermain mobil remote control akan membatasi anak laki-laki tersebut dalam bidang yang bersifat feminin. Sedangkan anak perempuan yang bermain masak-masakkan akan membatasi anak tersebut dalam bidang yang bersifat maskulin. Hal ini hendaknya minimalisir dengan cara memberikan mainan yang bersifat feminin dan maskulin. Sebagai contoh, anak perempuan dan anak laki-laki sama-sama diberi mainan mobil-mobilan dan boneka Barbie (Abramson, 2009). Sehingga anak bisa melakukan hal-hal yang berbeda dari peran gendernya.
                Anak dapat berperilaku dengan berlawanan peran gender apabila ada dorongan dari lingkungan sosial (Wendy & Richard, 1987; Sarah, Jayne & Zoe, 2012). Lingkungan sosial yang berpengaruh dimasa pendidikan anak adalah para pendidik. Pendidik bisa mengarahkan anak menjadi androgini dengan kegiatan pramuka di sekolah. Kegiatan pramuka merupakan kegiatan yang dapat menyetarakan gender (androgini) (Shinta, 2012). Kegiatan pramuka meliputi semua kegiatan feminin dan maskulin yang harus dikerjakan oleh anak laki-laki dan anak perempuan (Hakala, 2010). Pada kegiatan pramuka ini anak laki-laki dan perempuan dituntut untuk dapat melakukan kegiatan yang bersifat feminim dan maskulin. Adanya kegiatan pramuka anak laki-laki dan anak perempuan dapat melakukan pekerjaan yang berlawanan dengan peran gendernya tanpa adanya ketakutan untuk mendapatkan sanksi dari lingkungan. Pendidik yang bersifat androgini dan lingkungan yang tidak stereotip gender dapat mengembangkan kreatifitas anak. Sehingga anak-anak mempunyai kepercayaan dalam dirinya bahwa kegiatan yang dilakukannya tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada di dalam dirinya.

Optimalkan Kemampuan Berfikir Anak



Foto : Elisa

Dahulu, ibu saya sangat suka mendongengkan sebuah cerita kepada saya dan kedua kakak saya. Cerita yang ibu ceritakan ada sebagian cerita yang ibu karang sendiri, adapula cerita yang ibu dengar dan cerita kisah nyata yang sangat menginspirasi. Bahkan inti dongeng yang ibu ceritakan sampai saat inipun saya masih mengingat betul. Kenapa cerita itu bisa saya ingat sampai saya sebesar ini? cerita tersebut teringat setelah terkubur bertahun-tahun, dan ketika diberikan sebuah stimulus yang mengingatkan dongeng masa lalu, langsung kembali teringat inti cerita itu dengan sangat baik.
Kemampuan berfikir dan memori pada anak-anak lebih tajam dari orang dewasa. Selain daya ingat jangka panjang masih sangat baik, sangat penting bagi orangtua untuk memberikan nilai-nilai positif sejak kecil. Anak lebih ekspresif dan spontan karena yang dijalankan adalah alam bawah sadar, sedangkan alam sadar masih belum banyak dilibatkan. Alam bawah sadar menerima semua informasi yang masuk, hampir 88%nya informasi yang masuk pada anak-anak langsung diserap dan diterima dan dimasukkan ke alam bawah sadar. Sedangkan 12% adalah alam sadar yang bertugas sebagai filter. Hanya saja pada anak-anak usia 3-7tahun belum cukup baik memfilter informasi yang baik atau buruk. Apabila lingkungannya baik, maka tumbuh kembang anak akan baik. Jika tidak percaya, perhatikan anak tetangga dan anak sendiri. Tetangga yang memiliki kakak usia 8 tahun ke atas dan memiliki teman yang kurang baik, akan mempengaruhi adiknya bersikap tidak baik. Berbeda bagi anak yang lingkungannya sangat terjaga betul.
Anak-anak tidak memiliki filter yang cukup baik. Pada orang dewasa, memiliki alam sadar lebih matang, sehingga mampu menyaring data yang masuk ke alam bawah sadar. Tetapi ingat, jangan “dumeh” sudah gede punya banyak ilmu langsung “gumede” seolah-olah apa yang disaringnya benar seratus persen dan berani menjastifikasi seseorang. Kita perlu ingat kembali, kemampuan alam bawah sadar 88% sedangkan alam sadar hanya 12%, hal ini menunjukkan kesalahan dalam berfikir lebih berpotensi besar. Ingat kata Baron & Byrne (2004), kesalahan berfikir bisa disebabkan karena banyak hal. bisa di buka tulisan yang lalu tentang kesalahan berfikir ya kakak. Jadi hilang fokus nih #gagalFokus. hahaha
Berbeda penalaran pada anak-anak dengan orang dewasa, meskipun kapasitas alam bawah sadar dan alam sadarnya sama. perbedaannya hanya terletak pada alam sadar anak yang belum bekerja secara maksimal saja. Pada anak-anak penalarannya masih belum cukup sempurna. Sehingga wajar jika diusia masih kecil anak mengalami kekeliruan dalam memahami suatu permasalahan. Ketika orang mengatakan “nak, itu salah”, atau “nak itu benar”, sebenarnya anak-anak saat melakukan kesalahan/kebenaran mereka juga tidak tahu benar itu apa dan salah itu apa. Nah, disinilah peran orang tua terlibat. Ingat! Bukan karena mentang-mentang orang tua “selalu benar” lo ya. Sangan karena sok tahu orangtua menyebabkan anak tersesat. Perlu diingat, usia 3-7 tahun anak menjadikan ucapan orangtua “kitab sucinya”, yang mereka tahu dan mereka tekankan adalah, apa kata “ibuku”, atau “ayahku”, atau “bupohku”, atau “bulikku” adalah yang paliing benar dari pendapat orang asing lain. Ini pola pikir si anak.
Kembali ke kemampuan otak anak mengaktifasikan memory jangka panjang melalui cerita/dongeng sebelum tidur. Saat orangtua menceritakan sebuah dongeng/cerita, anak dalam posisi sangat rileks dan nyaman. Di dalam psikologi disebut sebagai hipnosis. Sebenarnya setiap manusia memiliki kemampuan menghipnosis seperti uya kuyo. Paling mudah adalah menghipnosis kepada anak lewat mendongeng/bercerita saat anak ingin tidur (daripada seperti uya kuya susah kan mau praktek?, jadi langsung praktek ke anak sendiri lewat dongeng boleh tuh).  Oleh karena itu, cerdas atau tidaknya seorang anak adalah pilihan kata dan muatan positif dari orangtua. Hanya saja untuk memaksimalkan perkembangan otak perlu dilatih dan dipengaruhi dulu. Misalnya dengan metode mendongeng/bercerita. Sebenarnya bisa dilakukan dengan cara yang lain tetapi masih memanfaatkan anak dalam keadaan rileks dan aman. Tujuannya agar stimulus yang kita berikan bisa masuk.

Alam Bawah Sadar vs Alam Sadar


Jika kalian mengenal saya orang yang lugu, maka saya anggap itu pandangan Anda terhadap saya. Saya iingin membahas soal LUGU. Perhatikan kepribadian teman-teman anda yang LUGU, apa sikap dan tingkah laku yang mereka lakukan? dan perhatikan juga orang yang bisa dibilang TIDAK LUGU. Ada perbedaan sikap, pengambilan keputusan dan bahkan reaksi yang akan diberikan.
Keluguan berhubungan dengan alam bawah sadar. Bisa dipastikan, orang yang lugu adalah bagian dari alam bawah sadar. Setiap orang pasti memiliki alam bawah sadar. Jika orang yang lugu sering dilihat negatif bagi mereka yang sudah beranjak dewasa, tapi ada hal yang menarik untuk orang yang lugu. Sisi positif positifnya, dia memiliki kemampuan super dibandingkan mereka yang tidak lugu!, dengan catatan si orang lugu itu masih dalam normal. Perhatikan saja, berdasarkan yang saya amati (belum ditunjukkan secara penelitian ilmiah) orang yang berasal dari desa rerata mereka memiliki sisi yang diunggulkan, baik dalam akademik maupun non akademik, mereka lebih baik. Tetapi ya dengan ciri khas mereka, tetap culun. Sisi negatifnya, SERING DIMANFAATKAN oleh teman yang tidak baik yang jelas.
Alam bawah sadar kita yang mendominasi untuk bersikap dan bertindak secara tidak disadari. Perbandingan alam bawah sadar dengan alam sadar 88% : 12%. Jadi alam sadar kita itu hanya 12%nya saja. sedangkan 88%nya alam bawah sadar yang sering kita abaikan, tetapi memiliki kemampuang super jika mampu menggalinya.  Hal yang menarik, alam bawah sadar tidak bisa mengakses dan mengendalikan pikiran sadar, sedangkan alam bawah sadar mampu mengendalikan alam sadar. Jadi, musuh terbesar dan tangan terbesar pertama itu sebenarnya diri kita untuk mengenali alam bawah sadar kita. jika sudah berhasil, kemungkinan dia memiliki kemampuan super memahami oranglain suatu hal yang mudah dilakukannya. Sementar ulasan sengaja dibuat singkat, biar penasaran kelanjutannya ;)

Tuesday, July 29, 2014

Tampil Berubah Agar Dapat Pacar



Cukup menarik, sebenarnya pertanyaan ini sering terlintas sejak dahulu, dan aku telah melupakan lintasan pertanyaan ini. Karena beberapa artikel, mengingatkan pada pertanyaan yang sudah saya kubur ini. Suatu hari, saat itu saya duduk di SMK, entah kelas berapa saya lupa. Dalam percakapan dengan teman, dengan nada bercanda, teman saya nyletuk “Kamu tuh mbok ya berubah, tampil beda sedikit. Biar punya pacar”, saat itu aku hanya berfikir sederhana dan simple saja “Lah aku emang sengaja cari pasangan yang mau menerimaku apa adannya kok, bukan cari karena perubahan pada diriku”, batinku pada waktu itu.
Biasalah masih anak muda, bisa dibilang remaja awal waktu itu (ya walaupun sekarang mukannya masih kelihatan remaja awal juga. LUPAKAN!, fokus lagi). Merasa apa yang dipikirkannya sudah benar, padahal ya bisa saja salah. Saat sedang musimnya orang punya pacar dan gebetan. Rerata dari sekian banyak teman saya adalah tipe orang yang tidak terlalu menor, tatapi bisa dibilang “berani” tampil modis, sedangkan GUE?? Tampil culun tetap bangga dan tetep ngeksis kemana-mana dengan tampilan culun itu (hahahaha). Sebenarnya alasan kenapa sejak dulu tidak punya pacar ya karena banyak hal, salah satunya ya itu tadi. “Mencari seseorang yang bisa menerima apa adannya, bukan karena ada apannya. Ya kalo mau ya seperti ini, kalo nggak mau cari yang lain. jika berani memilih yang seperti ini dan kamu mau menerima apa adannya penuh syukur, maka aku bisa bersikap dan menjadi seperti yang kau inginkan”, penampilan itu bisa dirubah, jika memang masalahnya ada pada penampilan, itu hanya butuh waktu yang tepat saja untuk merubah penampilan. Merubah penampiilan setelah dapat imam juga waktu yang tepat. Cieeee (lupakan!! Belum nemu).
Sekarang begini saja, berawal dari hal kecil saja. Jika pasanganmu tidak menerimamu apa adannya dan menuntut ini itu. Tunggu dulu. Siap “loe” siapa “gue” padahal status masih pacar, masih remaja tingkat awal lagi. Ya waktu itu tidak tahu itu remaja tingkat awal atau tingkat bontot tidak peduli aku. Mungkin efek tontontan juga bisa.

Monday, July 21, 2014

mengembalikan keindahan itu bukan "Aku" atau "kamu" tapi "kita"



Pertengkaran atau perselisihan itu pasti ada. Merasa ada yang aneh dengan teman bermain kita? Atau ada perubahan sikap sahabat kita yang dulu bersahabat menjadi tidak bersahabat? Mungkin dia seperti itu juga bukan kemauannya, melainkan karena kondisi. Suatu permasalahan itu terjadi karena sebab akibat, dan pihak satu dan yang lainnya adalah penyebabnya yang berdampak pada kedauanya. Dalam satu rumah saja sering terjadi perbedaan pendapat, adu argumen maupun masalah yang lain. Apalagi dengan teman yang bukan bagian saudara kandung. Kemungkinan “gagal sepandangan” lebih besar. Disebabkan oleh minimnya pertemuan, jika dibandingkan lebih sering bertemu keluarga dibandingkan bertemu teman. Tinggal satu rumah saja juga masih menciptakan masalah, apalagi yang pisah rumah, pisahkan jarak kiloan meter lagi.
Sebuah pertemanan akan “langgeng” atau tidaknya tergantung dari kita dan teman kita dalam mempertahankan. Mungkin status berteman, tetapi hati saling bertolak. Sebagai salah satu contoh saja, saya mempunyai teman redaksi. Awalnya biasa saja. Tugas pertama mendapatkan jatah liputan, hak yang harusnya diselesaikan oleh teman saya, si Sulis tidak dijalankan. Sehingga ketika deadline mendekat, maka teman yang lain yang harus membikeup rubrik yang kosong. Satu, dua dan tiga kali masih bisa dimaafkan. Lebih dari tiga kali diulang-ulang terus, hanya “iya- iya” tapi hasilnya sama saja, salahkah jika ada rasa “sebel”? jika manusia biasa pasti ada rasa sebel. Kecuali Anda manusia super, saya acungi jempol bisa sesabar itu. Apakah rasa sebal itu harus diungkapkan kepada orangnya? Mungkin Anda tidak, tapi jika iya buatku.
Bukan berarti karena kasus tersebut terus bermusuhan, bukan!. Tetapi lebih yang memberikan “space” agar tidak terlalu terlibat banyak yang menyangkut pekerjaan bersama si Sulis ini. sikap seperti ini karena sudah tidak sabar dengan tingkahnya. Sedangkan Sulis juga merasakan ketidaknyamanan ketika berdekatan denganku. Kemudian inilah yang menjadi masalah, salah satu dari kita enggan untuk mendekat dan mengalah satu sama lain. Pihak saya berfikiran “Kenapa saya harus mengalah terus”, pihak Sulis berfikiran “Kenapa aku yang harus mengalah, dia yang memulai duluan”. Kembali lagi ke cerita awal, mereka saling menuding dia “biang keroknya”, sama-sama saling menuding. Disisi lain itu semua karena disebabkan oleh saya dan teman saya, sebenarnya dua-duanyalah yang memulainya.
Jalan keluarnya selalu dengan komunikasi. Tunggu dulu, ketika berkomunikasi, masih saja ada kesalahan. Perhatikan kita dalam berkomunikasi, gaya kita berkomunikasi, model pertanyaan yang akan ditembakkan. Bisa jadi pertanyaan itu justru semakin memberikan jarak pertemanan. Atau ketika berkomunikasi, kita terlihat mengurui atau lain sebagainya. Bisa juga jarak pertemanan semakin jauh bukan jenis komunikasi tanya yang dilontarkan, tetapi dari cara menjawabnya. Kita tidak akan pernah tahu hati seseorang itu seperti apa. Bisa jadi orang yang haha dan hihi yang terlihat begitu sensitif dan melankolis dalamnya. Atau orang yang kalem, tidak banyak omong bisa saja bukan tipe melankolis, tetapi rasionalis. Kita harus memperhatikan itu juga.
Kerenganan dalam pertemanan bisa juga disebabkan karena ketidaksamaan cara berfikir. Satu kepala memiliki satu tujuan, dua kepala berarti memiliki dua tujuan. Bisakah dua kepala satu tujuan?? Tentu saja. Itu tergantung diri kita masing-masing untuk menyatukannya. Mungkin aku menginginkan makan es krim, Sulis tidak begitu suka dengan es krim. Sulis menyukai kelapa muda, sedangkan saya tidak menyukai kelapa muda. Mereka berdua sebenarnya sudah sama-sama tahu kesukaan mereka masing-masing, tetapi mereka tidak pernah duduk bersama membicarakan minuman yang akan dibelinya dalam satu kesempatan. bahasa jawanya “bludas bludus” semaunya. Sulis menganggap saya sudah tahu dan menuruti kemauannya membeli kelapa muda saja. Begitupun aku, juga menggaggap sebenarnya Sulis tahu apa yang sebenarnya yangku inginkan. Tetapi mereka tidak mengkomunikasikannya.
Keduanya sama-sama saling berfikiran seperti ini “Loh, bagaimana aku harus beli kelapa muda/es krim jika ia tidak pernah mengatakannya langsung. Mana aku tahu jika sebenarnya ingin kelapa muda/es krim?, jangan-jangan jika aku menerutinya itu hanya keGRanku saja dan ternyata salah?”, nah loh jika seperti ini bagaimana?. Sebuah kerenganan itu akan semakin renggang jika salah satu atau salah dua tidak ada rasa saling mengalah satu sama lain. Pernah melihat air kelapa dan kelapa yang belum diolah menghasilkan minyak bukan? Awalnya mereka satu. Satu kesatuan antara air, minyak dan buah kelapanya menyatu. Ketika ingin dibuat minyak, maka buah kelapa dibelah, dan dipisahkan antara buah, air dan “bathok”nya. Mereka bercerai berai. Meskipun sudah dipisahkan, mereka masih enak dinikmati bersama-sama (buah kelapa, air dan kandungan minyak di dalmnya), apalagi dicampur gula. Kemudian, kelapa ini benar-benar tidak dapat disatukan ketika kelapa dibuat menghasilkan minyak untuk mengoreng. Maka air kelapa dan minyak sulit disatukan. Meskipun awalnya berasal dari tempat yang sama. Mau dibawa kemana pertemanan ini? sampai disini sebatas aku kenal kamu dan kamu kenal aku, dan tidak ada keakraban lagi? Atau bagaimana? Semua tergantung dari ego kita masing-masing. Jika ego masing-masing sama-sama keras kepala, ya mari kita bertanya pada rumput yang sudah dibabat tukang kebun. Jangan saling menyakiti diri sendiri, yang bisa mengembalikan masa indah dulu itu bukan “aku” atau “kamu” tetapi "kita", untuk menuju ke“kita” yang diawali “ayo maumu gimana? Dan mauku gimana” dan mari jalan lewat jalan tengah berdua!.

 

Thursday, July 10, 2014

Harusnya Berterimakasih Kepada Istri



Pernikahan tidak selalu berakhir bahagia. Sebagian besar kawula muda beranggapan bahwa setelah menikah, hidupnya menjadi bahagia. Eit,, tunggu dulu. Jangan mengambil kesimpulan seperti itu. Justru setelah menikah muncul masalah baru dan banyak faktor yang  menyebabkan seseorang itu tetap “galau”. Jadi anggapan bahwa galau tidak tidak akan datang setelah menikah itu salah!.
Sebut saja si A dan si B adalah sepasang suami istri. Mereka menikah dan dirayakan begitu meriah dan megah (megah untuk ukuran masyarakat sekitar). Sebenarnya ada dua sampel yang aku amati untuk diambil hikmah dan belajaran hidup kita. Keduanya masalahnya sama, dan saya rangkum dalam catatan ini. Singkat cerita, dikaruniakanlah sang istri embrio yang tumbuh di dalam rahimnya. Bahagia? Sudah pasti seorang calon ayah dan ibu pasti bahagia.
Suatu ketika, pihak si A (istri) merasa sedih, gelisah dan beban pikiran gegara sang B (suami) bermain hati. Ketika sedih, gelisah dan beban pikiran itu terakumulasi secara terus menerus di dalam pikiran akan menyebabkan yang namannya stress dan depresi. Stress ada dua, stress ringan dan stress berat. Dampak dari stresspun cukup berbahaya untuk perkembangan janin dan ibu. Sementara kita abaikan dampak stress terhadap janin. Memfokuskan kepada pasutri (pasangan suami istri tersebut).
Berawal dari cerita di atas, dan bukannya bermaksud untuk menyalahkan pihak laki-laki, BUKAN. Bukan bermaksud demikian, aku tahu diluar sana banyak laki-laki yang baik hatinya dan tampan hatinya. Merunut kasus di atas, seharusnya pihak si B bersyukur dan berterimakasih kepada sang istri. Dialah satu-satunya perempuan yang mau  menerima, bersedia melayani segala keperluannya, padahal tidak sempurna dan diluar sana banyak laki-laki baik yang bersedia menikahinya. Hanya si A yang mau menerima, belum tentu perempuan diluar sana bersedia dengan si B. Itulah kesabaran seorang istri, padahal tahu betapa tidak sempurnannya sosok si B tersebut.
Harusnya Bersyukur memiliki istri yang rela menahan dan tidak menunjukkan stress gegara perlakuan dan sikap suaminya. Ia tetap bersabar dan selalu mendoakan sang suami agar kembali dijalan yang benar. Harusnya bersyukur, istri berbesar hati memaklumi perilaku dan tingkah suami yang lebih perhatian kepada oranglain, padahal yang seharusnya memperoleh perhatian lebih adalah sang istri dan sang janin, BUKAN ORANG LAIN, tetapi ia tetap sabar. Harusnya bersyukur, ketika tak ada seorangpun mendoakan sang suami, sang istri selepas sholat selalu mendoakan penuh khusuk dan airmata. Tidakkah kau tau hati istrimu? (kenapa aku jadi emosi ya? Kebawa :D . Ada banyak faktor yang menyebabkan kenapa terjadi permasalahan seperti ini. Kita bedah satu persatu di bawah ini :

Tuesday, July 8, 2014

Peduli Boleh, Asal Jangan Lupa Mempedulikan Diri Sendiri



Pastikan ketika kau mencintai sesuatu, boleh memberikan perhatian kepada orang yang kau cintai. Terlepas apakah orang tersebut mencintai atau tidak itu bukan urusan utama kita. Selama memberi itu hal yang baik dan membuatmu lebih baik, saya rasa itu tidak apa-apa. Hanya saja, catatan yang harus digarisbawahi. Saat kau memberikan perhatian kepadannya, jangan lupa kau juga memberikan perhatian kepada dirimu sendiri. Karena perhatian yang kau berikan tidak selalu mendapatkan perhatian kembali, dan ternyata kau memperoleh balasan perhatian jangan terlalu senang, anggap itu sebagai bonus.
Membahas soal perhatian, mengingatkanku pada salah satu Dosenku yang begitu care kepada para mahasiswanya. Salah satunya saya, pelajaran penting yang saya ambil dari perhatian yang diberikannya, sekalipun sebelumnya saya tidak pernah menceritakan masalah kepada beliau. Menarik perhatianku ketika Dosenku ini memberikan perhatian tanpa diminta dan datang diwaktu yang tepat. Entah ini termasuk cinta dari dosen ke mahasiswanya, atau sekedar bentuk dari perhatian saja tanpa embel-embel “cinta”. Berbeda ketika kita mencintai seseorang, sudah pasti dan sudah jelas kita akan memberikan perhatian tanpa diminta.
Lalu bagaimana mereka yang romansa carut marut dan mawut-mawut karena salah satu dari mereka tidak tahu apakah dia mencintainya juga, tidak sama sekali atau malah membencinya. Sebut saja Dimas (minjem nama temen), dia sebenarnya dia menyukai Nurul (nama ini juga minjem nama sahabatku), tetapi ia tidak mengatakannya dan tidak mau jujur, terlepas itu karena alasana apa tidak ada yang tahu secara jelas, tetapi ANGGAP saja dia sebenarnya menyukai Nurul. Pihak Nurul, dengan gamblang telah mengungkapkan hati dan pikirannya kepada Dimas. Ada satu zona yang aman, yaitu pihak Dimas. Nurul berada di zona tidak nyaman. Why? Kita bedah