Wednesday, May 28, 2014

MEREKA



Terik menarik emosi kian membuncah. Pedal sepeda digenjot. Keringat bercucur dari pelipis. Sengatan matahari menembus hingga ke tulang. Icha tetap menuju tempat kerja barunya, sebagai karyawan Fotocopy. Satu persatu pelanggan datang, mengerubungi si gadis bertubuh kecil. Berapapun pelanggan dihadapinya, terkadang sendirian, terkadang bersama kedua temannya. Riuh renyah, sesekali membuat para pelanggan tertawa penuh arti. Entah tertawa karena lucu, geli, sinis apapun itu setidaknya mereka tertawa.
***
Hari pertamakali masuk kuliah, gadis pekerja fotokopi itu nampak polos. Berlari setengah mati, Icha telat masuk kuliah pertama karena perjalanan angkot lebih lama dari yang diperhitungkan.
“Maaf, ini kelas psikologi?”
Dosen mengangguk ramah. Ia duduk tidak jauh dari mahasiswi berambut berwarna emas. Wajahnya mencoba ramah, tapi kesan pertama tetap terlihat sombong, dia adalah Ratna. Penampilannya terlihat orang gedongan. Tepat disebelah kanan Icha, duduklah dua mahasiswi bukan asli Jogja si Thea dan Lani, dua orang ini terlihat begitu ramah dari hati. Tidak lama, datanglah seorang mahasiswi perempuan berpenampilan lebih tomboy, duduk dikursi kosong, tepat di sebelah kiri Icha. Dia adalah Isti.
***
Seusai pelajaran pertama semester pertama :
“Hai, ada tugas apa kemarin?” tanya Icha
“Tidak ada tugas kok”, jawab Ratna
“3 jam lagi ada kelas lagi, kamu ikut makul itu kan?, habis ini mau kemana?” tanya teman lain
“Iya, aku balik lagi ke tempat kerja dulu. Nanti ke sini lagi”,
Icha segera ngegas motor dengan kecepatan 60km/jam, terkadang bahkan lebih dari itu. Begitupun Ratna dan Isti. Sibuk dengan kegiatan masing-masiing. Teman sekelas seperti orang asing yang hanya berpapasan saja. Say hello seperlunya, bahkan terkadang tidak ada basa-basi ngobrol.

Saturday, May 10, 2014

Capung Sebagai Bio Indikator Perairan Dan Lingkungan Sehat



Si Capung mendarat di tanganku dengan lemah lunglai (Foto : Elisa

Capung tidak lagi banyak ditemui di kawasan persawahan dekat rumah, sekalipun ada jumlahnya mengalami penurunan. Alasan mengangkat tentang capung dikarenakan hewan ini dijadikan salah satu hewan yang dapat digunakan sebagai indikator lingkungan yang sehat dan sebagai indikator bahwa air yang masih banyak capung masih bersih. Bagaimana bisa? Tentu saja bisa!, merunung kebelakang sekilas, coba tengok pembuatan pesawat terinspirasi dari apa? ada yang bilang terinspirasi dari burung, namun ada juga yang bilang terinspirasi dari capung. Namun ada satu hal yang lebih penting dan kita abaikan, yaitu capung sebagai alarm dari alam, cara alami untuk menengarai suatu wilayah atau daerah itu tercemar atau masih bersih. Semakin menarik bukan? Yuk simak lebih dalam ke dasar hati (loh loh jadi gombal).
Capung salah satu serangga yang dijadikan dijadikan sebagai bio-indikator perairan dan lingkungan yang sehat. Bukan tanpa alasan, ternyata Capung berkembangbiak di dalam air. Wah wah.. siapa yang baru tahu? (hehehe penulis baru tahu tahun 2012 yang lalu). Nah, Capung hanya bisa bertahan hidup di kondisi air yang bersih. Capung dewasa yang siap bertelur akan menaruh telur di atas permukaan air (wah wah keren, seperti spon yang mengambang di permukaan).
Ada yang tahu apa makanan capung? Sebelumnya penulis mau tanya dulu, pernah lihat capung secara langsung bukan? Biasannya capung-capung ini akan banyak kita temui di area persawahan atau di dekat sungai yang dipenuhi belukar rerumputan liar. Capung-capung akan banyak kita temui di pagi hari dan sore hari. Nah, ternyata makanan capung adalah ikan-ikan kecil dan plankton yang ada di air loh. Wuih.. pasti tidak menyangka bukan? Kayak ikan paus aja makannya para plankton ya. Atau kamu yang rumahnya di dekat persawahan dan masih ditemui Capung, pasti didalam rumah tidak banyak nyamuknya bukan? Hal ini disebabkan jentik-jentik dan nyamuk itu sendiri dimakan oleh si anak capung. Jadi telur Capung menetas menjadi serangga air, nah anak Capung yang menetas inilah yang akan memakan jentik-jentik di air. Baru setelah sudah dewasa akan bermetamorfosa menjadi capung. Dengan kata lain nyamuk santapan favorit Capung juga loh. Wuih wuih kasihan si Cicak tidak kebagian daging nyamuk xixixixi.

Thursday, May 8, 2014

Obrolan Makan Siang 3 : Kamu dan Dia Tidak Mata Duitan! Tapi Karena Kewajiban!




Foto : Elisa
Ada sebuah kasus, seorang remaja bertanya dengan polos kepadaku “Salahkah aku mencari uang?” jawabku sambil tersenyum “Tidak, kamu tidak salah, selagi tidak ada keterpaksaan dari dirimu sendiri dan orang sekitarmu,” Remaja itu hanya tersenyum membalas jawabanku.
“Dasar mata duitan!” pernah mendengar celetukan ini? atau pernah mengalaminya sendiri? Menarik untuk membahas “mata duitan”. Seperti biasa, setiap ada waktu luang, bersama kedua sahabatku selalu berdiskusi, bertukar pandangan tentang problem sehari-hari. Atau sekedar mendiskusikan tentang remeh temeh, tapii cukup penting dijadikan pembelajaran diri. Salah satunya tentang “mencari uang” sebagai kewajiban? Atau sebagai indikasi “matrealistis” atau lebih sarkasme “MATA DUITAN”.
Adakah kesalahankah dengan sebutan “mata duitan”? sepertinya tidak juga. Kita bertiga selalu melihat konteksnya. Ketika ada seorang laki-laki yang memiliki satu istri dan tiga anak, apakah laki-lakii itu orang yang mata duitan? Para Ayah dan Kepala Keluarga terimakah dengan sebutan itu? pasti tersinggung bukan! Karena bekerja bukan semata-mata karena mata duitan, tidak dipungkiri uang penting. Tanpa uang anak dan istri akan diberi makan apa?
Kasus 1 : Ada seorang laki-laki yang bekerja di dua tempat, pagi hari ia bekerja di lembaga pemerintahan, sore hari dan malam harinya bekerja sebagai serabutan. Suatu ketika di tempat bekerja, si laki-laki ini mendapatkan tawaran untuk membantu dan mengembangkan lembaga tempat ia bekerja dengan sukarela. Laki-laki tersebut dengan alasan yang klasik, karena tidak memperoleh imbalan. Kemudian teman sejawatnya kembali berkata “Dasar mata duitan”. Lalu apa pendapat pembaca? juga akan mengatakan kalimat yang samakah? Atau berpendapat lain?. Salahkah orang tersebut menolak dan memilih melakukan kegiatan sesuai tugasnya. Laki-laki yang diketahui memiliki dua anak dan satu Istri bekerja untuk mencari uang. bukankah tawaran itu suka rela? Bukankah kalimat itu seharusnya tidak dikeluarkan, kita tidak pernah tahu kehidupan setiap orang, bisa saja anaknya sakit, sehingga si Bapak dua anak ini harus tunggang langgang mencari uang lebih banyak demi kesembuhan si anak.

Saturday, May 3, 2014

Kesalahan Berfikir : Pengalaman Tidak Menjamin Kita Benar



“Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca al-Kitab supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari al-Kitab, padahal ia bukan dari al-Kitab; dan mereka mengatakan, “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedangkan mereka mengetahu” (Ali Imran : 78).
Dari surat di atas masihkah kita merasa diri kita yang paling benar? padahal tidak ada kebenaran mutlak (selama kebenaran itu diciptakan dan diadakan-adakan oleh manusia). Kebenaran yang mutlak hanya pada Allah. Pernah suatu ketika, ada seorang mahasiswa mengikuti suatu kegiatan. Dalam suatu organisasi pasti ada hak dan prioritas bagi beberapa orang yang secara gelar, pengalaman jauh lebih banyak. Banyak orang yang merasa bahwa pendapatnyalah yang paling benar, bahwa apa yang didapatkan selama ini adalah kebenaran.
Sebelum masuk di Psikologi, aku tidak bisa menjawab dan menerangkan ayat di atas dan masih bertanya-tanya maksudnya. Setiap pengajian pun nyaris jarang yang mengulasnya, karena memang yang dipelajari bukan tafsir Al-Quran. Di dalam pelajaran psikologi ada yang namanya istilah “persepsi” dan “apersepsi”. Inilah cikal bakal “mindset” seseorang akan terbentuk. Orang yang melakukan cara yang salah bisa dianggapnya cara yang benar. Mudahnya, membenarkan sesuatu yang awalnya salah karena terjadi persepsi dan apersepsi.