Sunday, March 30, 2014

Sporadis



Alika Putrinisa berlari terenggah-enggah. Anak tangga didaki. Bajunya berkelabetan karena angin. “Masih dua lantai lagi,” bisiknya sambil berlari kecil. Ia mengejar waktu, kelas sebentar lagi dimulai. Alika, itulah sapaan akrabnya. Salah satu Mahasiswa jurusan MIPA yang belum lama belajar di Universitas Gadjah Mada, sekarang ia semester dua. Dia sosok perempuan yang enerjik, ceria dan biang kerok di kampus. Pakaiannya terlihat seperti laki-laki, namun siapa yang tahu hati seseorang, hatinya tetaplah seorang perempuan.
Terlihat anak-anak memasuki kelas, Alika belum juga menampakkan batang hidungnya. Kelas telah dimulai. Semua mahasiswa menyimak pak Margono. “Alika belum datang pasti kesiangan lagi, tugasnya jangan-jangan belum dikerjakan,” bisik Rima kepada Febri. BRAK!! Spidol melayang ke arah mereka berdua “Jika mau diskusi sendiri, keluar saja dari ruangan ini!” Teriak Pak Margono menyeramkan. Mereka berdua terdiam dan kembali memperhatikan pelajaran. Sebelum akhirnya Alika masuk dengan teregopoh-gopoh ke kelas besar.
Semua mata tertuju pada gadis bergaya rambut segi pendek, dengan pakaian yang terlihat berandalan. “Kenapa kamu masuk?!” Teriak Pak Margono. “Maaf Pak, kesiangan dan tadi kehabisan bensin,” Jawabnya sekenanya. “Sana duduk, nanti hukumannya bapak tambah!”. Alika duduk tidak jauh dari kedua sahabatnya.
***
Jam pagi telah usai, seperti biasa, mereka bertiga Rima, Febri dan Alika menuju ke kantin. “Eh, nanti ada konser, dateng yuk?” ajak Rima yang gila dengan musik Jazz. “Tiket sesuai dengan dompet kita kan?” tanya Febri, ia salah satu laki-laki yang tetap memiliki percaya diri bergaul dengan sekelompok perempuan. “Okelah, aku ngikut kalian saja,” sahut Alika.
***
“Wa, ayo foto bareng dengan pemainnya,” geger Rima
“Lumayan tuh buat bukti kalo tidak hoax ketemu artis setenar mereka,” Febri menambahkan. Mereka berdua berlari bak anak kecil berebut permen. Alika yang selalu tidak peduli dengan hal remeh temeh terpaksa mengikuti mereka. Jalannya pelan dan terkesan tak berminat. Memang, sejak awal Alika tidak suka dengan musik Jazz.
“Ka! Fotoin kita dong!” teriak Rima. Febri berlari mendekati Alika yang masih tertinggal di belakang mereka, Febri menyodorkan sebuah kamera miliknya. Alika menerimanya dan mulai jeprat jepret mengambil gambar.
Berjalanlah seorang pemuda bertubuh semampai, menggunakan kacamata. Dari balik panggung berjalan mendekati Febri, tak lama kemudian menepuk pundaknya “Hai! Bro! kamu dimana saja sekarang? Kamu Febriprawiro Gunawan kan?” sapa sosok lelaki yang diketahui ternyata teman lama Febri. Putra Pratama, itulah nama panjangnya. Dia merupakan sahabat karib Febri saat masih duduk di bangku SMP dulu di Bandung.

Wednesday, March 19, 2014

Si Hati Tuan dan Si Tudung Akar Bunga Mawar



Foto : Elisa

Suatu pagi aku berjalan di halaman rumah. Mawar merekah, aku duduk di serambi rumah. Ku pandang bunga nan menyejukkan mata itu. Di tempat yang berbeda, kau juga berjalan kecil diserambi rumahmu. Sekedar melihat rerumputan yang penuh dengan embun. Kau juga duduk, memegang ponselmu.
Ponselku berbunyi, kubuka. Yah, kau membalas pesanku dengan sebuah senyuman. Aku tahu hatimu sering terluka olehku. Karena aku seperti bunga yang aku pandangi ini. Aku kembali duduk, mengamati embun di pucuk kelopak bunga mawar. Sejurus kemudian ku buka sebuah buku.
***
Aku hanya berfikir lebih dalam, dan Aku mengkhawatirkanmu. Suatu hari, ku lihat kau menemukan bunga mawar di tanah yang tandus. Kau bawa pulang pohon mawar yang nyaris mati itu. Kau rawat, setiap pagi kau sirami, membersihkan dari rumput liar. Kesabaranmu telah membuahkan hasil. Kau mendapatkan mekar bunga mawar yang begitu cantik nan mempesona.
Suatu waktu, kau menghampiri dan ingin mencium harumnya. Hidungmu, tanganmu dan kakimu sering terluka oleh durinya. Sekali, dua kali kau mampu bertahan dengan luka itu, kau tetap sabar menyirami, membuang ulat bulu yang memakan daun. Entah berapa kali luka yang kau dapatkan. Akirnya kau akan merasa terganggu dan kesakitan, muak, kesal, dan marah. Tapi tetaplah rawat bunga mawar yang kau pungut itu sampai batas waktu yang telah dituliskan Tuhan. Tetaplah bersabar, karena kesabaranmulah yang akan menyuburkan bunga mawar untuk berkembang lebih banyak. Meskipun durinya melukaimu, sebesar kesabaranmu merawatnya, bunga itu akan berkembang lebih banyak lagi dan lagi.
Tolong jangan lihat duri yang melukaimu. Tetapi lihatlah mekar indahnya bunga mawar. Ingatlah semerbak yang membuatmu girang, puas dan bahagia. Lihatlah warnanya yang merona, ronanya hingga terpancar hingga kewajahmu yang berseri-seri, senantiasa membuatmu selalu tersenyum. Lihatlah kerja kerasmu selama ini telah merawatnya, betapa kau pemuda yang sempurna. Jangan lihat rumput tetangga yang lebih hijau, tapi lihatlah rumputmu lebih hijau dibanding rumput tetangga. Karena kerja kerasmu, kesungguhanmu, keikhlasanmu merawat bunga mawar lebih berwarna. Kau memiliki hidup yang lengkap, dan kau juga seorang tukang kebun yang luar biasa.

Friday, March 7, 2014

Bejana Cinta




Foto Elisa
Cinta itu berkorban~
Cinta itu memotivasi untuk melakukan perubahan~
Cinta itu pahit, manis, asam,, kecut dan sesekali tawar~
Cinta itu seperti 2 musim di indonesia, musim kemarau dan musim penghujan.

Cinta itu tidak masuk akal~
Cinta itu mampu mematahkan akidah, tetapi banyak pula karena cinta semakin
Kuat Akidahnya~

Cinta itu sujuta bahasa yang tidak mampu diterjemahkan dalam segala bentuk
Dan tingkah laku~
Disitu ada cinta, disitu rindu bermula~

Bentuk cinta mungkn seperti asap, mudah menguap, tak terlihat jelas~

Aku Bersyukur Terlahir dari Rahim Ibu



Aku harusnya bersyukur karena dari ribuan sel sperma dan sel telur, hanya satu yang berhasil menjadi embrio, saat itulah AKUlah Pemenangnya.
Saat janin di rahim ibu mulai tumbuh dan ditiupkanlah ruh atas janin tersebut, dan ruh itu adalah AKU, akulah pemenang dan HARUSNYA AKU BERSUJUD SYUKUR karena Tuhan mempercayakan Aku sebagai calon hamba di bumi.
Saat Ibu melahirkanku ke dunia, AKUlah pemenang, dan seharusnya SUJUD SYUKUR. karena banyak ruh yang hanya hidup di rahim ibu beberapa bulan saja. AKU harusnya persyukur atas kemenanganku yang ketiga.
ketika ku dilahirkan, telingaku diperdengarkan Adzan dan kedua tanganku masih mengepal erat. Bukti aku telah menerima perjanjian yang telah KAU percayakan padaku. harusnya aku bersujud syukur karena telah diberi kepercayaan yang begitu besar. Tapi Aku sering mengeluhkan permasalahan dunia yang dulu telah aku sanggupi.
Harusnya aku bersyukur karena sudah menikmati suka dukanya dunia selama duapuluh tiga tahun. Merenung sejenak, saat aku sibuk mencari cinta, saat itulah aku melupakan bahwa dirisendiri telah kehilangan cinta. Dengan mencari cinta, seringkali cinta pada diri sendiri terlupakan. Saat tidak mencintai diri sendiri, akan muncul sisi kejahatan yang mungkin bisa melukai orang yang dicintai. Tiada yang bisa menjamin kekasih akan selamanya mencintaiku. Ketika kekasih, orangtua dan kerabat tidak mencintai dirisendiri, siapa lagi yang akan mencintai dirisendiri selain dirisendiri?.