Wednesday, January 29, 2014

SKEMA



Beberpa teman lama yang diajak chat bermain Jendela Johari. Dia masih sama seperti dulu. Dia orang yang baik, saat aku butuh bantuan, dia selalu membantuku. Pernah juga kita melakukan sesuatu konyol, misalnya menjadi pacar pacar pura-pura. Saat aku ingat itu, aku ingin tertawa. Hal terkonyol yang pernah aku lakukan, herannya dia membantuku tanpa pamrih. Kita sama-sama berasal dari desa, bocah udik yang masih polos, bahkan senyum kita benar-benar polos. Setiap kali liputan, kita berjalan berdua, dan masih menggunakan seragam sekolah. sebenarnya banyak pertolongan kecil, tetapi itu ternyata aku rasakan sangat berkesan. Dia adalah teman sekaligus rekan kerja disalah satu lembaga di Media Massa. Lebih tepatnya, setelah dia tidak lagi tergabung, perlahan komunikasi kita mulai berkurang, karena kesibukan kita masing-masing.
Ada satu lagi, orang yang aku kenal lewat duniia maya. Dia adalah rekan kerja di salah satu perusahaan penulisan dari Bandung. Katannya dia suka denganku, dan pernah mengatakan itu langsung di depanku, sebenarnya aku takut. Karena berasal dari kota yang sama, kita pun hanya berteman seperti teman biasa (disamping itu dia masih tetep dengan rasa ketertarikannya padaku : aku persetan dengan hal itu, tidak aku pedulikan-rasa takut aku terpaut padanya sempat ada). Yah, mungkin aku seperti dia. Terjebak dari kata pertemanan. Masalah yang berawal dari pertemanan.
Ku turuni tangga, berlari kecil, terlihat enerjik itulah aku, lincah, slengekkan itulah aku. Aku menuruni tangga, menggejar salah satu teman.
“Mas Agus…” teriakku “Wait me, I wil tell you. I have ask for you,” kataku sambil sok inggris-inggris.
Aku menghampiri mas Agus yang sibuk dengan laptopnya, aku duduk agak jauh darinya. Diskusi pun membuatku gerah. Tetapi cukup rasional, dan menyadarkanku. Di sisi lain, hatiku berbisik segala kemungkinan, pratanda aku tidak boleh menelan semua hasil diskusi ini. Yah, inilah mas Agus, sosok orang yang asyik di ajak ngobrol. Sukanya ngombali cewek, dan dia tidak terlalu buruk untuk dimintai solusi dan sudut pandang.
“Perhatikan skema gambar ini, ketika kamu di posisi ini, ada beberapa kemungkinan. Jika kemungkinan itu condong ke atas, kamu tidak perlu mencemaskannya. Nah, jika kemungkinan itu condong ke bawah, maka di sini ada banyak cabang, cabang inilah yang benar-benar harus kamu pahami, kamu di cabang yang mana,” paparnya. Aku mengikuti pergerakan garis tangan Mas Agus, seperti biasa, aku antusias dan diam. Mengamati dan melihat, mencermati skema.
“Paham?!” tanyanya mengagetkan renunganku.
“Oke, jika kamu aku posisikan di posisi bawah, kenapa kamu memutuskan seperti itu? Apa karena faktor yang di skema atas ini? terus mengapa saat aku putar skema di sudut itu (menunjuk skema lain), bagan utama skema yang ini juga lepas?. Harusnya kalo skema ini mengarah ke atas, tidak akan cacat saat aku mengoreksi teori skema Edwart Le Thordike ini mas!” tanyaku mencoba menelisik lebih jauh, menguras sedalam-dalamnya.
Kita terlihat serius, bahkan dua teman pun tertarik bergabung membahas skema. Yah, dialah mas Agus. Sosok teman yang paling enak di ajak bertanya. dan sejenak aku berfikir, jangan-jangan aku hanya seperti mas Agus. Satu poin penting untuk dicatat sebagai kamus dokter cinta, seseorang nyaman dengan kita karena kenyamanan diajak berdiskusi, sekedar itu. Setelah panjang kali lebar, akirnya kita pun berpisah meneruskan aktifitas kita.
Sebelum berdikusi dengan orang dari sudut pandang laki-laki, tentu saja sahabatku adalah orang pertama. Kata orang-orang, orang yang ekstrovert memiliki banyak sahabat. Kalo bagiku, lebih tepatnya banyak teman, tetapi sedikit sahabat. Lebih tepatnya lagi, di anggap sahabat oleh orang lain, tetapi dari sisi akunya menganggapnya teman. Sebagai teman yang selalu menolong teman yang membantuhkan, setelah itu bertekat pada diri sendiri untuk meminimalisasi meminta bantuan kepada teman.
“Oke sekarang permasalahnnya skemamu yang salah. Kamu salah dan temanmu sudah salah membuat skemanya. Harusnya skemanya kamu buat lurus sejak awal, tetapi kalian yang membuat skema melengkung, terlalu banyak lingkarang. Ketika kamu ingin menghapus dan ingin merubah garis lurus, kalian terlanjur mengambar menggunakan bolpoint, dan tidak bisa dihapus pakai penghapus pensil,” papar sahabatku, aku masih mendengarkan, dan mencoba menerapkan  pembuatan skema yang benar. Aku mengakui kesalahanku aku membuat garis melengkung, tidak mempertimbangkan.
Dari dua kepala gender yang berbeda, solusi juga beda. Wanita lebih emosional, dan laki-laki lebih rasionalis dan terkesan kalem. Setelah itu, mancing topik ngobrol sama salah satu Dosen. mengangkat topik yang hampir sama. Setelah melakukan banyak pendekatan dan sudut pandang, terakhir adalah merenungkan. Mnyaring antara kata hati dan pikiran, di sini harus berhati-hati. Karena bisikan hati dan pikiran itu sangat sangat lembut dan sensitif. Jika di putuskan secara emosional, maka hasilnya akan menciderai jalan tengah.

Thursday, January 23, 2014

TERTAWA MENGHINDARIKAN TUBUH DARI PENYAKIT



Pemicu timbulnya stress adalah gangguan psikologis. Gangguan psikologis ini bisa berbentuk tekanan yang menganggu pikiran. Pada dasarnya, ada tiga gangguan utama yang memicu timbulnya stress, yaitu pengaruh lingkungan, badan dan pikiran. Stress menjadi perbincangan yang cukup menarik, terutama dikota-kota besar dan padat penduduk, seperti Ibu Kota Jakarta. Stress ternyata mampu dihilangkan dengan cara terapi tawa. Pernah mendengar terapi ini?.
Belakangan ini banyak acara televisi yang menyuguhkan tontonan yang membuat para orang tertawa (kurang lebih yang menghibur), tidak mempedulikan acara yang ditayangkan layak atau tidak layak, penonton persetan dengan hal itu. Bagi orang-orang yang tinggal dikawasan padat penduduk akan memanfaatkan itu sebagai hiburan dan penghilang stress, salah satunya hanya agar bisa tertawa. Tertawa membantu mengurangi stress sebanyak 69,5%.
Adapun manfaat terapi tertawa seperti mengurangi kecemasan dan perasaan depresi sebesar 9,5%. Maningkatkan interaksi sosial sebesar 75%, coba perhatikan orang disekitar kita yang murah senyum dan memiliki humor yang tinggi (mampu mengajak orang lain turut tertawa), orang bertipe seperti ini mereka memiliki banyak teman, bukti interaksi sosial yang sangat baik. Sekalipun teman kita memiliki masalah, meskipun terpaksa tersenyum bisa membuat denyut nadi tetap stabil dan bisa mengurangi stress. Tertawa membantu meningkatkan kekebalan tubuh agar tetap sehat.

Monday, January 20, 2014

OBROLAN MAKAN SIANG



Terengah-engah. Hati dan logika beradu. Seperti kuda bekejaran, saling berebut agar bisa menjadi baris terdepan. Desi kembali menata hati yang beringsutan akibat badai lalu. Entah apa yang membuatnya menangis dan merasakan sakit. Bagiku itu bukanlah kesedihan dan bukan pula sebuah luka yang serius. Bagi Desi seperti endemik.
Sebagai sahabat baiknya, Desi bukanlah sosok orang yang mudah menangis, dan bukan sosok pendendam, menyakiti orang lain. Bahkan dia rela melakukan apapun demi orang-orang yang disayanginya. Termasuk mengorbankan dirinya. Sering, saat berjalan bertiga, kami selalu tertawa, tak sedikitpun kita dibuatnya sedih, sbaliknya, aku juga tidak pernah melihatnya tertangkap oleh orang lain bersedih. Sosok orang yang lepas, seperti tidak memiliki beban. Orang yang ramai dimanapun, bahkan toko yang sepi senyap mendadak ramai ketika ada kita bertiga. Entah apa yang membuatnya seperti itu.
“Melepaskan mungkin lebih baik, yang jelas, aku tidak akan melepaskan kalian berdua,” katanya dengan senyum dan dengan nada yang semangat, kami pun menerukan makan. Sesekali aku melirik, jelas matanya tidak bisa berbohoong. Saat itu aku dan Aurel melihat dibalik ucapan dan tingkahnnya menyimpan banyak arti. Tidak banyak orang yang tahu lebih banyak tentang Desi, selain aku dan Aurel.
Dua tahun lalu, kami mulai mengenal satu sama lain, dibalik keramaian dan keceriaannya, baruku ketahui di dalamnya yang terjadi justru sebaliknya. Sikap dan dalamnya lebih kompleks dari sikap yang ditampilkan. Sikap yang cuek, simple dan easygoing. Dari kita bertiga, Desi orang yang paling sibuk, bahkan aku dan Aurel tidak bisa menjalani hidup yang dijalani Desi, tetapi dia masih sangat loyal, sangat loyal dan fleksibel, terutama dengan teman-temannya.
Cinta, itulah yang sering kita obrolkan. Kita tertawa saat membicarakan soal cinta, terkadang pula kita menahan sesak membicarakan cinta. Pertamakali bertemu, tak pernah menyinggung cintanya. Waktu pun berjalan, setelah Desi menemukan kenyamanan bersama kita, akirnya terkuaklah. Dia orang yang paling bodoh dalam urusan cinta, oh bukan, lebih tepatnya dia orang yang terlalu baik. Awalnya aku dan Aurel masih bisa menerima, meski sedikit kesal pada seseorang yang telah membuatnya kembali menahan sakit. Desi tidak menunjukkannya kepada kami, tetapi kami bisa merasakannya, karena sahabat kami.
“Aduh… masak kamu harus lost-kan lagi Des?. Aku tidak tega melihatmu seperti ini lagi,” bisik Aurel
“Tapi lebih baik tahu sekarang daripada kemudian. Toh, sakit sekarang lebih baik, daripada sakit kemudian, karena rasanya semakin menumpuk. Mending sekarang, selagi belum terlalu banyak tumpukan rasa sayang,” paparku agar tidak mendramatisir

Wednesday, January 1, 2014

POLEMIK BAHASA ASING DAN BAHASA IBU



Foto : Elisa
Bahasa asing di Indonesia mulai diajarkan, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga Perguruan tinggi. Nisa Fitria berpendapat bahwa bahasa asing berkembang sangat baik secara teori, namun secara praktik kurang begitu efektif. Penggunaan bahasa dilingkup sekolah SMA Negeri 9 Yogyakarta masih terhitung minim, “Anak-anak yang menganggap pelajaran Bahasa Inggris hanya sebagai formalitas, lalu jarang praktik, tidak heran jika bahasa inggrisnya secara praktik masih terkesan kaku”, tegasnya.
Endah Nurul Khanasah, Pelajar dari SMK Sadewa, beranggapan bahwa bahasa asing juga penting, sebagai modal untuk menghadapi perkembangan dan era globalisasi. Pentingnya bahasa asing dipelajari sejak dini ternyata tidak selamanya bersifat positif, hal ini dibenarkan oleh Findi Nadifa Galuh A.L yang memiliki hobi menulis, ia beranggapan bahwa Bahasa Ibu dan Lokal jangan sampai di lupakan gara-gara asyik belajar Bahasa Asing, “Bahasa Ibu dan bahasa Lokal seperti bahasa jawa juga penting”, tegasnya.
“Kalau tidak tertarik menggunakan bahasa asing, sebenarnya tidak apa-apa, tapi sebaiknya semua keuntungan yang didapatkan ketika mempelajari bahasa asing benar-benar dipertimbangakan”, kata Marsa Harisa, SMA Negeri 9 Yogyakarta.
Endah, itulah reporter BIAS menyapanya, Kelas X jurusan Keperawatan I di SMK SADEWA yang berada di Babarsari. Ia berpendapat bahwa bahasa Asing sangat penting dan tidak boleh ditinggalkan.