Sunday, April 29, 2012

Benarkah GILA dan STRESS disebabkan Faktor Keturunan?


Tulisan ini saya buat untuk share. Semoga ada masukan. APAKAH BENAR ORANG GILA, STRESS ITU KARENA MENURUN?
Seorang pelanggan datang, pelanggan yang akrab sekali terutama dengan Aku.
“Gimana mbak kabarnya. Kok hancur gitu kayaknya mukanya”,
“Ha…ha.. ha… (tertawa ngakak), iya e, habis sakit banyak pikiran dan lelah kerja”.
“Makannya jangan di buat berat-berat. Di buat slow dan happy”, kataku sambil meneruskan memfotocopy.
Toko sepi, hanya Aku dan Dewi. Kita berdua bebas membicarakan topik ngak jelas.
“Eh Mbak… Mau tanya. Kamukan di psikologi. Menurut anak psikologi bagaimana?”, tanya Dewi. Seseorang yang merupakan guru muda di salah satu SD itu mumulai membicarakan topik. Aku masih meneruskan mengambil plastik dan menulis di nota pembelian.
“Maksudnya mbak?, aku di suruh komen soal topik apa iki?”, tanyaku serius.
“Sebelumnya maaf ya mbak, aku hanya ingin share, berbagi. Kita mempunyai kesamaan yang sama. Kamu kan kakakmu menderita depresi, dan sepupumu ada yang menderita gila. Aku pun juga demikian. Pertanyaanku apakah penyakit gila itu sifatnya turun menurun?”.
Aku terdiam, menyeret kursi. Aku duduk di kursi. Menerawang langit-langit. Masih berfikir, menganalisa.

Saturday, April 28, 2012

Tuhan Selalu Mempunyai Maksud

Hatiku hampa, hatiku beringsutan mencari kedamaian. Seolah tiang hidupku runtuh. Seperti perasaan ditinggal seseorang yang dicintai. Aku tergagap mencari sinar, hati ini gelap gulita, tak ada seberkas cahaya sedikitpun. Hatiku keras, dan merasa terasing sendiri.
Aku mencari kesibukan dengan mencari sesuatu “Apa” yang mampu mengalihkan kekacauan hatiku. FB nan, ngadat koneksi HPku, semakin nambah Emosi. SMS san males tidak ada yang di ajak ber-SMS. Belum ada yang srek di hati. SMS teman, takut mengganggu mereka. Meskipun Handphone seluler masih lumayan laku, terbukti ada satu penggemar yang selalu mengirimkan pesan tidak jelas. Aku malas meladeni Massage yang tidak jelas. Jika hatiku tidak, ya tidak. Selain itu membuang-buang Pulsa dan waktuku. Aku masih sibuk berfikir keras mencari sebab mengapa hatiku terasingkan, menyendiri.
Jum’at malam pukul 22.45 WIB salah satu Radio yang ada di kanan pembaringan, menyadarkanku.
 “….. Rejeki itu datang tidak melihat dari jabatan. Tetapi dari kebersihan hati seseorang. Orang yang baik ketika mendapatkan kesulitan selalu saja ada jalan yang tidak pernah di duga-duga.….”.
Sedikit hatiku mencair, yah… walaupun kalimatnya ngak nyambung dengan tema. Tapi aku bagi nuraniku menemukan hikmah. Secercah cahaya mulai menyinari dan memberiku jalan, menemukan kedamaian (meskipun hanya sedikit).
Aku masih terdiam. Mataku menerawang genting atap kamarku. Menjelajah dan otaku mencoba berfikir. Aku masih sibuk mencari “Mengapa” aku tidak damai. HP berkicau, pesan dari seorang kawan. Kawan tidak jelas ujud dan komunikasinya (jarang ketemu langsung soalnya). Kami saling mengenal berawal dari wawancara untuk bahan berita di tabloid yang aku ikuti. Dari situlah aku mengenal namanya. Dia yang mengingatkanku akan kesalahanku menyikapi hidup.
Menyebabkan hatiku keras ternyata disebabkan,  
1.      Menyangkut emosional rutin pada siklus-siklus tertentu pada wanita, di dukung kondisi lingkungan kerja yang sedang terjadi masalah.
2.      Terlalu mengidolakan Yui. Aku tahu, menyukai, mengidolakan berlebihan akan mengeraskan hati dan melupakan sesuatu.
3.      Didukung ketikan numpuk, tulisannya rumus matematika semua, ngambilnya kilat, tulisannya jelek-jelek pisan. Tidak bisa dibaca oleh mataku. Sehingga semakin memancing tingkat emosiku.
4.      Karena rasa kesal, aku pun terlalu sering menyanyi mengikuti lagu-lagu di Playlis di tempat kerja.
5.      Aku terbawa dan tertipu rayuan setan lewat manusia-manusia jalanan di muka bumi yang mengatakan aku cantik. (gubrak!!!!) Poin ke lima inilah salah satu yang membuat hatiku keras.
Cantik parasnya jika hatinya tidak cantik sama saja omong kosong. Pada hakikatnya cantik dan buruknya dimata seseorang selalu berbeda.  Bersifat relative. Aku melupakan satu hal bahwa suatu hari wajahku, dan segala cirri khasku akan luntur. Mulai dari tai lalatku, mata sipit, pipi cempluk, kepala bulat, seperti bakso ini akan keriput. Penggagumku akan lupa denganku, dan tak peduli lagi. (lebai ya?, ada pengagum segala. Sebenarnya bukan pengagum, lebih tepatnya hanya perasaanku saja mungkin. Tidak segitunya. Hanya hiperbola bumbu tulisan).
Pujian-pujian manusia yang sekarang sering aku dengar akan kabur. Kabur jauh-jauh, bahkan tidak ada satupun yang sudi mendekat dan memuji. Sekarang mungkin aku bisa meloncat tinggi, bisa jungkir balik, bisa menohok Anda dari berbagai engle, bisa sok pintar, bisa sok terkenal. Selincah-lincahnya aku berkelit, memancing tawa Anda dan membuat Anda geli melihat tingkahku, pada akhir sama saja. Akirnya hilang, bersama kematian.
Ketika tubuh tidak mampu bergerak, hanya ruh yang berjalan, sibuk ikut melihat orang-orang di sekitar kita yang mengurus proses pemakaman, dan jasad ini. Istana kerajaan pun di bangun hanya hitungan jam, sebelum akirnya aku di antarkan ke tempat peristirahatan terakhir di istana dan atapnya berupa gundukan tanah.
Ketika kereta kencana digiring dengan “Laila ha illaAllah”. Berbondong-bondong pelayat menjadi saksi. Bahwa segala apa yang selama ini aku lakukan di dunia, baik Prestasiku, kecantikan, keburukan, kebaikanku dan segala yang pernah aku punya dan aku banggakan tidak berarti. Aku juga tidak tahu pelayat yang hadir hanya sekedar datang karena merasa kehilanganku, atau sebaliknya, justru senang dengan kehilanganku. Semua itu adalah cermin perilakuku selama di dunia.
Hidup itu sandiwara, jika terbawa dengan sandiwara yang fatamorgana, maka akan mengeraskan hati. Kedamaian itu di dapat bukan dari khayalan-khayalan pikiran, tetapi dari “pelajaran di balik” kehidupan yang sedang atau telah berlalu.
Pujian, Harta, Tahta, Wanita dan Muka hanya bonus Tuhan. Prinsipnya, semua manusia itu di ciptakan selalu dengan kecantikan. Kecantikan hati lebih penting daripada kecantikan wajah. Karena wajah sering mengantarkan seseorang ke jalan yang salah. Sekarang banyak laki-laki dan perempuan yang tampan dan cantik-cantik secara fisik. Tetapi sulit mencari laki-laki dan perempuan yang cantik akhlaknya. Seperti genre-genre jaman sekarang (berarti aku jaman dulu. Wkwkwkwk), jaman sekarang cari pacar gampang, tinggal mancing pakai umpan yang besar dapat yang besar pula ples bonus pula. Sulitnya jaman sekarang itu mencari pasangan hidup.

Cukup sekian unek-unek elisa tulis. Semoga memberi manfaatkan.
Berbagi ilmu, untuk memperkaya ilmu.

Thursday, April 5, 2012

Catatan Pojok Hati


Aku tulis tulisan ini bentuk dari jeritan yang terpojok di ruang hati yang terisolasi.
Kamis, 5 April 2012

“Kenapa kau mempersulit dirimu, mempersulit masalah yang sebenarnya mudah jika kau berhenti, mengorbankan salah satu. Berhenti kuliah, dan keluar dari tempat kerja sekarang, melamar pekerjaan lain dan mulailah hidup lebih damai. Atau berhenti bekerja dan fokus kuliah sambil memulai menulis!”, bujuk Otakku.
“Tidak!!!. Aku ingin tetap lanjut keduanya. Aku tidak akan sia-siakan waktu yang sudah berjalan. Aku tidak mau berhenti karena suatu keadaan yang sulit. Bagi orang lain, ini bukan masalah, tetapi ini masalah besar bagiku. Terlanjur senang dengan apa yang aku kerjakan ini. Bertemu dengan kawan-kawanku di kampus, dosen-dosenku, dan kawan sekerja. Sulit aku temukan kawan seperti mereka bertiga. Kami semua keluarga besar!!!!”, jawab hatiku
“Jika kau lanjut, akan kau apakan itu masa depanmu. Masa depan?. Apa itu masa depan?. Cita-cita, apakah kau mampu meraihnya!?. Toh… cita-cita akan tergilas begitu saja jika ternyata Takdir mengatakan berbeda dengan apa yang kau cita-citakan!. Ingat kawan… kau hanya seorang bocah kampung yang mustahil menjadi penulis dan mimpi-mimpi gilamu itu. Menulis saja masih eceng-eceng!. Camkan itu!!”, Caci Otakku.
“Setidaknya, aku sudah berusaha semampuku!. Jika aku melepas salah satu dari itu, maka hidupku semakin pincang. Bahkan akan mengalami kelumpuhan total”, jawab hatiku mulai minder.
“Apa yang kau usahakan selama ini, tidak ada usaha apa-apa. Mau apa?. Hanya omong kosong!”,
Lagi-lagi perdebatan semakin membuatku gelisah!.
“Ingat, kesehatanmu lebih penting dari segalanya. Ingat jika kau bersih kukuh melanjutkan keduanya justru kau akan mengalami kepincangan. Pincang fisikmu, tugas-tugas kampus, dan pekerjaanmu, masadepanmu. Di dunia ini tidak ada yang berjalan mulus. Dan kau anak udik!, apakah kau mampu melewati ini. Ingat kau pas-pas san. Tak ada modal”,
Jiwa raga, rohaniahku melamun, melihat jalananan yang sesak oleh kendaraan bermotor. Asap-asap pun mengepul, seperti asap penyemprot nyamuk massal.
“Aku punya modal yang orang lain tidak miliki!. Aku bukan Anak Ingusan!. Aku Bisa Lanjut Sekolah! Dengan usahaku. Aku bisa menjadi Penulis!, Aku Bisa Berjalan tiga langkah dalam 1 waktu. Aku bisa apa saja yang kau katakan tidak bisa!”. Hatiku mencoba menggali power yang jauh terperosok di ujung kaki.
“Aku tidak pandai, tetapi aku selalu ingat kata ibuku kamu tidak perlu menjadi orang yang pintar, cukup Ikutilah perintah gurumu. Ketika gurumu mengatakan A, lakukan A. jangan pernah membatah, dengarkan, pelajari apa yang di ajarkan. Aku juga bukan orang yang sama kebanyakan orang. Karena aku menyadari kemampuanku yang terbatas, kedudukan ini memang bukan seperti orang yang mudah melakukan segala hal. Aku hanya mempunyai Semangat!”, Hatiku mulai meletup-letup.
Otakku mulai berpihak kepada hatiku. Bersama gerimis mahrib ini Kamis 5 April di tempat kerja, otak dan Hatiku kembali berjalan beriringan. Melengkapi langkah yang terseok.
“Aku melakukan segala sesuatu harus bertempur dengan ralitas kehidupan. Bahwa ini fakta, bukan imajinasi yang selalu aku celetukkan. Tidak semudah pula menjadi apa yang aku celetukkan. Aku berceluk bukan tanpa sadar, aku sadar, dan berharap celetukanku itu menjadi sebuah doa bagi kawan-kawanku yang mendengarnya(baik sengaja maupun tidak sengaja mereka dengar)”,
“Meraih esok hari pun aku harus merayu kondisi, sekuat tenaga bersahabat dengan segala sesuatu yang sebenarnya menyesakkan. Aku tahu bahwa kesulitan itu bukan suatu hal yang menyedihkan. Kesulitan kepayahan itu adalah infestasi kebahagiaan di masa mendatang. Tanpa kesulitan, seseorang tidak akan pernah merasakan kebahagiaan. Susah merupakan barometer kebahagiaan itu sendiri. Ketika nafas nyaris berhenti di tenggorokan dan tersenggal-senggal, bahkan jari-jari pun amat sulit untuk di gerakkan. Satu hal yang membuatku tetap bertahan yaitu ini hanya cara Tuhan mendewasakanku. Ini hanya Cara Tuhan menguji kesungguhanku Ini hanya cara Tuhan agar aku mampu memahami orang lain. Ini cara Tuhan dari segala rencana indahnya pada suatu hari. Ini hal yang sepele bagi Tuhan. Tugasku sebagai seorang manusia, hanya cukup melakukan apa yang diinginkan Tuhan. Melengkapi segala persyaratan yang Tuhan Ajukan kepadaku. Melakukan segala cara baik agar Tuhan kehilangan Alasan untuk tidak mengabulkan apa yangku inginkan. Soal Hasil… Tuhanlah yang lebih tahu lebih detail.

Ajang berbagi,
Pelajari Hidupku, Maka kau Temukan Hidupmu Sendiri.
Catatan Kecil Tentang Hidup.

Elisa


Semoga catatan ini memberi manfaat ☺.