Pangeran Berkacamata

“Duhai cinta yang menelusup di puing-puing hatimu, kenapa tidak kau tampakkan saja padaku. Sudah cukup aku menanti luka yang ngilu. Tidakkah ada rasa sedikitpun padaku. Seringku temui kau mencuri mataku, tetap saja kau tak mau mengaku. Entahlah apa yang harus aku lakukan, terserah padamu. Habis akal sehatku”. Selayang pesan ini ku kirimkan kepada pangeran berkacamata, namanya Mr. Windu. Sungguh nama yang indah dalam ingatannku.

Sekumpulan bunga aku petik untuk pangeran berkacamata. Mawar putih dan merah. Kurangkai menjadi satu. Lalu duri aku buang agar tak melukai hidungnya saat menciuminya. Dengan harapan dia akan tersipu malu setiap melihat rangkaian bunga dari taman yang ku tanam 8 tahun yang lalu.

Seandainya dia tersenyum dan mengucapkan terimakasih padaku saat aku hulurkan bunga, kemudian memeluk erat tubuhku sambil berkata “ai shite ru”. Setidaknya itu mengobati luka lama saat masih 1 SMA dulu. Mr. Windu mengacukan ku karena profesinya sebagai Guru. “Apakah aku melanggar undang-undang percintaan?. Setahuku itu tidak ada, jadi apakah aku salah?”. Pikirku saat itu.

***
Satu jam tidak ada pesan yang masuk di Ponsel. kegelisahanku semakin dimadu. Ingin sekali aku menghampiri Mr. Windu. Seribu alasan akan aku tanyakan untuk bertemu. Sayang, seribu alasan pula keluar dari mulutnya yang kecil saat di telfon tidak mau bertemu padaku. Aku tak berdaya memaksa pangeran berkacamata, karena sindrom asmara. Aku terkapar di atas ranjang lebar, kemudian terduduk kembali menatap rak buku yang harus aku kuasai untuk menata kuliahku yang sudah aku jalani selama 2 tahun.

Saat aku membuka lembar ke lima buku mata kuliahku, HPku berdering. Segeraku raih dan ku buka penuh tanya dan harapan datang dari nya.

“Shelly agustin, Bunga dan SMS mu sudah aku terima. Dari selembar kertas yang tertempel di bunga juga sudah aku baca. Sudah cukup, dari gaya bahasamu menunjukkan ada sesuatu. Apakah kau sekarang sakit. Adakah yang bisa aku bantu?”. Pesan dari Mr. Windu ini sungguh membuatku melayang ala kepayang.

“Iya, aku sekarang sakit parah. Adakah obat untukku?. Maukah kau belikan untukku?.” Pesan ini aku kirimkan kepadanya secepat halilintar mengelegar di angkasa

“Nama Obatnya Apa?”.

“Aku tidak tau nama obatnya. Obat apa saja. Saat kau belikan aku obat, belilah yang mahal”. Aku beri jeda yang amat panjang di bawah Pesan tadi

“Sebenarnya Obat yang aku butuhkan adalah dirimu. Jadi belilah hatiku seharga hatiku. Sanggupkah kau berikan untukku”. Pesan balasan ini adalah pesan yang aku tulis tanpa sadar karena aku hanya merasa kehausan rasa rindu di ujung pulau seribu.

Tiga puluh menit, tidak ada balasan darinya. Aku merasa menyesal telah mengirimkan pesan ini. “Adakah kekecewaan di hatinya?, ataukah dia tak kuasa membacanya. Adakah sesuatu yang terjadi padanya?. Apa karena ada benteng yang pernah kita jalani selama dia menjadi guruku dulu. Ah…., tidak, dia tidak akan berfikiran seperti yang aku pikirkan”. Pikiranku melayang dalam spiral cinta.

“Duhai yang tergila-gila pada ku, kau adalah inspirasi bagiku, kau adalah penghibur sukma saat aku merasakan letih. 5 tahun kita saling mengenal, dan selama dua tahun kita tak saling bersua. Dalam diriku ada sesuatu yang terselip di serpihan hati, hingga pada akhirnya kita di pertemukan dan dipisahkan seperti ini. Selama tiga tahun aku memastikan perasaan ini, kini hatiku menjerit ingin berlari mendekap hatimu. Karena hatiku tak ingin lagi berbohong dalam kerapuhan hati pria yang mencoba untuk tegar. Maka dari itu untuk mengobati luka kita, aku bersedia untuk membeli hatimu seharga hatiku”. Sender : Mr. Windu 085643826542 Sent : 08:08:08 18 Dec 2008. itulah balasan selama satu jam aku tunggu

***
Indah sekali, saat berjalan menelusuri trotoar bersama. Saling berpegangan tangan melihat kendaraan berlalu lalang. hari-hariku tidak di hantui lagi rasa takut yang menaungi hati. Suara HP ku berbunyi. aku bisa menebak siapa yang mengirimkan pesan itu.

“Semoga malam ini menjadi malam yang indah, dan jangan kau terlalu mengyanyangiku. Tabunglah rasa sayang itu padaku, biar kasih kita bertahan hingga mati”. Aku hanya tersenyum membaca pesan darinya.
Tigapuluh menit, saat aku terkapar dalam ranjang HP ku berbunyi lagi, pasti dari Mr. Windu yang ingin mengodaku memakai NO Seluler yang berbeda. Seluruh badanku dingin dan lemas sekali saat menerima telfon itu. yang mengabarkan Mr. Windu meninggal dunia karena kecelakaan. (Elisa)

Sumber : Kedaulatan Rakyat
Pangeran Berkacamata Pangeran Berkacamata Reviewed by elisa on Saturday, April 11, 2009 Rating: 5

No comments:

Sahabat

Powered by Blogger.